KUMPULAN MAKALAH : 03/25/20

Wednesday, March 25, 2020

MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berbicara mengenai kapan dan siapa yang membawa islam di Sumatra selatan, bisa dikatakan sebuah pertanyaan yang di anggap sacral. Penulis berasumsi bahwasanya, sampai detik ini belum ada bukti yang otentik akan masuknya islam di nusantara terkhusus di Sumatra-selatan. Penulis berasumsi bahwa bukti-bukti dari sejarawan semisal, Hamka, Snowk, dan lain-lain hanya meneliti berdasarkan bukti peninggalan saja dan kemudian di musawarohkan atau diseminarkan oleh berbagai tokoh-tokoh sejarawan, semisal di medan pada tahun 1963 yang kemudian dari berbagai hasil seminar dipergunakan sebagai documenter hasil penelitian.
Apakah para sejarawan itu salah dalam meneliti? Saya kira tidak. Sebab, masuk dan berkembang islam di bumi nusantara ini tidak meninggalkan kitab, atau manuskrip-manuskrip dan hanya meninggalkan Nisan, dan sebuah cultur. Sudah sangat bisa dipastikan bahwasanya. Sejarawan pun lumayan kesulitan untuk menafsirkan atau meneliti secara otentik. Bagitu pula dengan sebuah nisan, bagi penulis, Nisan pun perlu sekiranya mendapat perhatian secara khusus. Alat yang mampu digunakan untuk meneliti barang kali di antaranya metode dealektika dengan orang-orang terdahulu.

B.     Rumusan Masalah
1.            Sejarah masuknya islam di bumi Sumatra?
2.            Bagaimana keadaan masyarakat sumatra sebelum masuknya islam?
3.            Sebutkan Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Masuk Dan Berkembangnya  Islam di Sumatera
Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan sampai dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-bangunan masjid, makam, ataupun lainnya.
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H merupakan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini dapat diketahui berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke– 7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi, mungkin dalam kurun waktu abad 1—4 H terdapat hubungan pernikahan anatara para pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera, baru ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.

B.     Keadaan Masyarakat Sumatra Sebelum Masuknya Islam
Sumatera Utara memiiki letak geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara menjadi pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya diIslamkan oleh Syekh Ismael.
Sama halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis yang strategis. Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini.
Sebelum masuknya Islam, Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddha. Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena kerajaannya bercorak Buddha, maka secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya menganut Agama Buddha.
Letak yang strategis menyebabkan interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau harus dihadapi. Hal ini membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk ke Sriwijaya dan mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya. Termasuk masuknya Islam.
Bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup diri, dan sangat menghormati perbedaan keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan besar ajaran agama yang berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat Islam dapat masuk dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan khususnya dan Pulau Sumatera umumnya.
  
C.    Masuk dan Berkembangnya Islam Di Sumatera Selatan
Palembang adalah kota yang memiliki letak geografis yang sangat strategis. Sejak masa kuno, Palembang menjadi tempat singgah para pedagang yang berlayar di selat Malaka, baik yang akan pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya maupun yang akan melewati jalur barat ke India dan negeri Arab  serta terus melewati jalur barat ke India dan negeri Arab serta terus ke Eropa. Dan selain pedagang, para peziarah pun banyak menggunakan jalur ini. Persinggahan ini yang memungkinkan terjadinya agama Islam mulai masuk ke Palembang (Sriwijaya pada waktu itu) atau ke Sumatera Selatan.
Ada sebuah catatan sejarah Cina yang ditulis oleh It’sing, ketika ia berlayar ke India dan akan kembali ke negeri Cina dan tertahan di Palembang. Kemudian ia membuat catatan tentang kota dan penduduknya. Ada dua tempat di tepi selat Malaka pada permulaan abad ke– 7 M yang menjadi tempat singgah para musafir yang beragama Islam dan diterima dengan baik oleh penguasa setempat yang belum beragama Islam yaitu Palembang dan Keddah. Dengan demikian dapat disimpulkan, pada permulaan abad ke- 7 M di Palembang sudah ada masyarakat Islam yang oleh penguasa setempat (pada waktu itu Raja Sriwijaya) telah diterima dengan baik dan dapat menjalankan ibadah menurut agama Islam.
Selain itu, ada sumber yang menyebutkan bahwa telah ada hubungan yang erat antara perdagangan yang diselenggarakan oleh kekhalifahan di Timur Tengah dengan Sriwijaya. Yaitu dengan mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan raja Ta-che (sebutan untuk Arab) ke Kalingga pada 674 M, dapatlah dipastikan bahwa di Sumatera Selatan pun telah terjadi proses awal Islamisasi. Apalagi T’ang menyebutkan telah adanya kampong Arab muslim di pantai Barat Sumatera.
Sesuai dengan keterangan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia tidak mengadakan invasi militer dan agama, tetapi hanya melaui jalan perdagangan. System penyebaran Islam yang tidak kenal misionaris dan tidak adanya system pemaksaan melalui perang, melinkan hanya melaui perdagangan saja memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan penyebaran agama Budha, dapat menerima kehadiran Islam di wilayahnya.
Berdasarkan sejarah, Sriwijaya terkenal memiliki kekuatan maritim yang tangguh. Walaupun ada yang meragukan hal tersebut karena melihat kondisi maritime bangsa Indonesia sekarang.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan putra pribumi ikut berlayar bersama para pedagang Islam ke pusat agama Islam yaitu mekkah. Dan tidak menutup kemungkinan pula, putera pribumi mengadakan ekspedisi ke timur tengah untuk memperdalam keilmuan agama Islam.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia tidak serta merta menunggu para pedagang Islam baik itu dari bangsa Arab ataupun sekitarnya untuk mencari tambahan pengetahuannya tentang ajaran agama Islam.

D.    Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera
1.      Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Perlak berdiri pada abad ke-3 H (9 M). Disebutkan pada tahun 173 H, sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak membawa angkatan dakwah di bawah pimpinan nakhoda khalifah. Kerajaan Perlak didirrikan oleh Sayid Abdul Aziz (Raja Pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Pada akhir abad ke 12, di pantai timur Sumatera terdapat negara Islam bernama Perlak. Nama itu kemudian dijadikan Peureulak, didirikan oleh para pedagang asingg dari Mesir, Maroko, Persia, Gujarat, yang menetap di wilayah itu sejak awal abad ke 12. Pendirinya adalah orang Arab suku Quraisy. Pedagang Arab itu menikah dengan putri pribumi, keturunan raja Perlak. Dari perkawinan tersebut  ia mendapat seorang anak bernama Sayid Abdul Aziz. Sayid Abdul Aziz adalah sultan pertama negeri Perlak. Setelah dinobatkan menjadi sultan negeri Perlak, bernama Alaudin Syah. Demikian ia dikenal sebagai sultan Alaidin Syah dari negeri Perlak.
     Angkatan dakwah yang dipimpin nakhoda khalifah berjumlah 100 orang, yang terdiri dari orang Arab, Persia, dan India. Mereka ini menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan keluarga istana. Salah seorang dari mereka yaitu Sayid Ali dari suku Quraisy kawin dengan seorang putri yakni Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maurah Perlak yang bernama Syahir Nuwi. Dari perkawinan ini lahirlah Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab Perlak pada tahun 225 H.
Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M).Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islamiah. Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura sekarang).
Perkawinan ini dengan parameswara Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan Muhammad Syah.Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah beliau wafat, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malikul Dhahir yang adalah Putra Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari.
Perlak merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat dari adanya mata uang sendiri. Mata uang Perlak yang ditemukan terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan dari tembaga atau kuningan.
2.      Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh  dan terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kapan berdirinya Kesultanan Samudera Pasai belum bisa dipastikan dengan tepat dan masih menjadi perdebatan para ahli sejarah. Namun, menurut Uka Tjandrasasmita (Ed) dalam buku Badri Yatim, menyatakan bahwa  kemunculannya sebagai kerajaan Islam  diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan seterusnya. Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu nisan makam Sultan Malik Al Saleh (1297 M), Raja pertama Samudra Pasai.
Malik Al-Saleh, raja pertama kerajaan Samudera Pasai, merupakan pendiri kerajaan tersebut. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan nama Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam setelah mendapat mendapatkan seruan dakwah dari Syaikh Ismail beserta rombongan yang datang dari Mekkah.
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang di sana sejak awal abad ke-13 M, didukung oleh berita China dan pendapat Ibn Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai pada pertengahan abad ke 14 M (tahun 746 H/1345 M). Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul Zhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Zhahir tidak pernah bersikap sombong. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah.
Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniaan. Selain itu, Sultan Maliku Zhahir juga mengutus para ulama untuk berdakwah ke berbagai wilayah Nusantara.
Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam. Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar memeluk agama Islam. Raja raja Pasai membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit dan Malaka.
Selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.
3.      Kerajaan Aceh
Kurang diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, sebagaimana yang dikutip dalam buku Badri Yatim, bahwa kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam.
Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naik tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Peletak dasar kebesaran Kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Aceh Darussalam semakin meluas sampai di Bengkulu di pantai Barat, seluruh Pantai Timur Sumatera, dan Tanah Batak di pedalaman. Kegiatan perdagangan berkembang dengan pesat, terutama dengan Gujarat, Arab, dan Turki.
Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M). Pada masa ini merupakan masa paling gemilang bagi Aceh, di mana kekuasaannya meluas dan terjadi penyebaran Islam hampir di seluruh Sumatera.
Di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh Darussalam menjadi salah satu pusat pengembangan Islam di Indonesia. Di Aceh dibangun masjid Baiturrahman, rumah-rumah ibadah, dan lembaga-lembaga pengkajian Islam. Di Aceh tinggal ulama-ulama tasawuf yang terkenal, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdul Rauf As-Sinkili.
4.      Kerajaan Minangkabau
Kerajaan Pagaruyung disebut juga sebagai Kerajaan Minangkabau yang merupakan salah satu Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Kerajaan ini pernah dipimpin oleh Adityawarman sejak tahun 1347. Dan sekitar tahun 1600-an, kerajaan ini menjadi Kesultanan Islam.
Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut.
Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan, adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat Minangkabau disebutkan bernama Sultan Alif.
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang terkenal: "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah", yang artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam bersendikan pada Al-Quran.
Pengaruh agama Islam membawa perubahan secara fundamental terhadap adat Minangkabau. Tetapi sejak kapan pengaruh Islam memasuki tubuh adat Minangkabau secara pasti, masih sukar dibuktikan.
Islam juga membawa pengaruh pada sistem pemerintahan kerajaaan Pagaruyung dengan ditambahnya unsur pemerintahan seperti Tuan Kadi dan beberapa istilah lain yang berhubungan dengan Islam. Penamaan nagari Sumpur Kudus yang mengandung kata kudus yang berasal dari kata Quduus (suci) sebagai tempat kedudukan Rajo Ibadat dan Limo Kaum yang mengandung kata qaum jelas merupakan pengaruh dari bahasa Arab atau Islam.
Selain itu dalam perangkat adat juga muncul istilah Imam, Katik (Khatib), Bila (Bilal), Malin (Mu'alim) yang merupakan pengganti dari istilah-istilah yang berbau Hindu dan Buddha yang dipakai sebelumnya.


5.      Sejarah kerajaan Riau
Imperium Melayu Riau adalah penyambung warisan Sriwijaya. Kedatangan Sriwijaya yang mula-mula sejak tahun 517 s/d 683 dibawah kekuasaan Melayu, dengan meliputi daerah Sumatera tengah dan selatan. Sriwijaya-Sailendra bermula dari penghabisan abad ke 7 dan berakhir pada penghujung abad ke 12. Kemaharajaan Melayu yang dimulai dari - Kerajaan Bintan-Tumasik abad 12-13 M dan kemudian memasuki periode Melayu Riau yaitu - zaman Melaka abad 14-15 m, - zaman Johor-Kampar abad 16-17 m, - zaman Riau-Lingga abad 18-19 m
Paramesywara atau Iskandar Syah dikenal dengan gelar Sri Tri Buana, Maharaja Tiga Dunia (Bhuwana, Kw, Skt berarti dunia), seorang pangeran, keturunan raja besar. Ia sangat berpandangan luas, cerdik cendikia, mempunyai gagasan untuk menyatukan nusantara dan akhirnya beliaulah pula yang membukakan jalan bagi perkembangan islam di seluruh nusantara. Paramesywara adalah keturunan raja-raja Sriwijaya-Saildendra. Menurut M.Said (dalam bukunya Zelfbestuur Landchappen) Raja Suran adalah keturunan Raja Sultan Iskandar Zulkarnain di Hindustan yang melawat ke Melaka, beranak tidak orang laki-laki. Diantara putranya adalah Sang Si Purba, kawin dengan Ratu Riau. Dari puteranya menjadi turunan Raja Riau. Sang Si Purba sendiri pergi ke Bukit Sigantung Mahameru (Palembang) menjadi Raja dan kawin disana. Ia melawat ke Minangkabau dan menjadi Raja Pagarruyung. Memencar keturunannya menjadi Raja-Raja Aceh dan Siak Sri Indrapura.
Menurut Sejarah Melayu tiga bersaudara dari Bukit Siguntang menjadi raja di Minangkabau, Tanjung Pura (Kalimantan Barat) dan yang ketiga memerintah di Palembang..Yang menjadi Raja di Palembang adalah Sang Nila Utama. Sang Nila Utama inilah yang menjadi Raja di Bintan dan Kemudian Singapura
Dalam hikayat Hang Tuah yang terkenal, ada disebutkan, raja di “Keindraan” bernama Sang Pertala Dewa. Adapula tersebut seorang raja. Istri baginda hamil dan beranak seorang perempuan yang diberi nama Puteri Kemala Ratna Pelinggam. Setelah dewasa diasingkan ke sebuah pulau bernama : Biram Dewa.. Sang Pertala Dewa berburu di pulau Biram Dewa tersebut. Akhirnya kawin dengan Putri Kemala Ratna PeLinggam. Lalu lahir anaknya yang dinamai Sang Purba. Setelah itu mereka naik “keindraan”. Kemudian turun ke Bukit Sigintang Mahameru. Sang purba dirajakan di bukit siguntang. Sang Purba kawin dengan puteri yang berasal dari muntah seekor lembu yang berdiri ditepi kolam dimana sang puteri sedang mandi. Lahir seorang putra dinamai Sang Maniaka dan kemudian lahir pula putera yang kedua Sang Jaya Mantaka, yang ketiga Sang Saniaka dan yang keempat Sang Satiaka. Sang Maniaka dirajakan di Bintan dan singapura.
Islam Masuk ke Riau
Sebelum masuknya agama Islam ke daerah Riau, tidak ada seorangpun dari penduduk Riau yang memegang agama tauhid. Agama  penduduk asli adalah anismisme yang percaya ruh nenek moyang  dan para leluhur, kemudian menyusul pada sebagian penduduk mereka yang beragama Budha dan sekali berkembang  menjadi Hindu-BudhaNah dalam kesempatan ini , agar lebih jelas pembahasan masuk Islam ke Riau dibatasi kepada beberapa daerah, yaitu: Kuntu-Kampar, Rokan, Kuantan, Indragiri, danTaqpung. Menurut Sejarah
Riau, Kuntu-Kampar adalah daerah pertama-tama di Riau Daratan yang berhubungan dengan orang-orang Islam (pedagang). Hal ini dimungkinkan karena sejak zaman bahari daerah ini telah berhubungan dengan pedagang-pedagang asing dari negeri Cina, India, dan Arab-Persia. Hubungan tersebut didasarkan oleh kepentingan perdagangan, karena daerah lembah sungai Kampar Kanan/ Kiri merupakan daerah penghasil lada terpenting di dunia dalam periode 500-140 M. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau daerah Kuntu-Kampar yang mula-mula dimasuki agama Islam.
Berdasarkan perjalanan para penyiar agama Islam yang dating sebagai pedagangitu, maka besar kemungkinan pada abad pertama hiriah atau abad ke-7 M agama Islam itu mungkin telah sampai di Riau, sebagaimana juga disimpulkan oleh seminar masuknya islam ke nusantara di Aceh tahun 1980. Meskipun Islam telah masuk pada abad ke 7 atau 8 Masehi di Riau, namun penganut agama ini masih terbatas di lingkungan para pedagang dan penduduk kota di pesisir pantai tersebut. Hal ini disebabkan karena kuatnya pengaruh agama Budha yang merupakan agama Negara dalam kerajaan Sriwijaya waktu itu.
6.      Kesultanan Palembang
Pada waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di daerah ini ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M). Pada awalnya ia beragama Hindu, lalu kemudian memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwasanya pada waktu itu, Islam sudah dominant di Palembang.
Pada suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu Kertabumi, yang bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir dari rahimnya seorang anak yang bernama Raden Patah.
Pada tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah), menghadap Prabu Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa Bintoro, yang nantinya berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak yang pada akhirnya menghancurkan Majapahit.
Pada tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami kekalahan. Para pembesar kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan bermigrasi ke Palembang yang kemudian mendirikan kerajaan Islam Palembang
Pada akhirnya kesultanan Palembang hilang karena dihapus status kesultanannya oleh colonial Belanda
7.      Kerajaan Kesultanan Jambi
Kesultanan Jambi adalah Kerajaan Islam yang berkedudukan di Provinsi Jambi sekarang. Kerajaan ini berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan Kerajaan - Kerajaan Minangkabau seperti Siguntur dan Lima Kota dii utara. Di selatan kerajaan ini berbatasan dengan Kesultanan Palembang (kemudian Keresidenan Palembang). Kesultanan Jambi juga mengendalikan Lembah Kerinci, meskipun pada masa akhir kekuasaannya, kekuasaan nominal tidak lagi diperdulikan. Ibukota Kesultanan Jambi terletak di Kota Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batanghari.
Sejarah
Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Malayu dan kemudian menjadi bagian dari Sriwijaya. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan Vasal Majapahit, dan pengaruh jawa masih terus mewarnai Kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan abad ke-18.
Berdirinya Kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah itu. pada tahun 1616 Jambi merupakan Pelabuhan terkaya kedua di Sumatera setelah Aceh, dan pada tahun 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang, Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai Pelabuhan Lada utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal.
Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah kepada Belanda, Jambi digabungkan dengan Keresidenan Palembang. Tahun 1906 Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Apabila tulisan Suryadinegara adalah tulisan yang mendekati keotentkian sebuah penelitian, itu artinya proses penyearan ajaran islam tidak hanya berakar dari para pendatang atau para pedagang. Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya islam disumatra-selatan tidak ubahnya seperti terjadi pada wilayah Indonesia lainnya, dilakukan oleh putra Indonesia dan tidak berjalan pasif. Dengan pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata dengan upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh bangsa arab, pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah (750-1268), juga perdagangan dari  Sriwijaya berlayar ketimur tengah. Hal yang demikian ini tidak bertentangan, sekalipun Sriwijaya sebagai pusat pengembangan ajaran budha, tetapi, karena watak Indonesia yang mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menghormati perbedaan agama, maka, di wilayah kerajaan Sriwijaya di izinkan masuknya agama islam melalui jalur perdagangan. Factor yang terakhir inilah yang memungkinkan Sriwijaya menempuh Sistem pintu terbuka dalam menghadapi kenyataan masuknya agama islam.

B.     Saran
Kami selaku penulis menyarankan bahwa setelah membaca makalah ini diharapkan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang sejarah perkembangannya islam di Sumatera Selatan.




MAKALAH EKONOMI DALAM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi Islam dalam tataran praktis maupun akademis sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari data statistik perbankan syari’ah yang dikeluarkan tiap bulannya oleh bank Indonesia, juga penelitian di bidang perbankan syari’ah, mulai dari soal faktor-faktor yang memengaruhi minat masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syari’ah, bidang investasi syari’ah, hingga soal model pemberdayaan dana zakat di Indonesia.
Inti asas ekonomi Islam adalah hak milik. Hak milik itu terdiri dari hak milik pribadi, hak milik umum, dan milik Negara. Dalam realitas, banyak praktik ekonomi (mikro maupun makro) mengalami kegagalan disebabkan kekeliruan pemahaman mengenai hak milik, seperti mendapatkan harta korupsi atau suap untuk membangun fasilitas umum dianggap benar, kebijakan sumber daya air, kebijakan sumber daya alam dan energi, kebijakan pengentasan kemiskinan, kebijakan privatisasi BUMN Milik Umum, kenaikan harga BBM dan berbagai penyimpangan lainnya.

B.       Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan kita bahas pada makalah ini yaitu :
·                     Apa yang dimaksud dengan ekonomi islam?
·                     Bagaimana system ekonomi islam itu?
·                     Apa saja sumber-sumber ekonomi islam ?
·                     Apa konsep ekonomi islam ?
·                     Bagaimana karakteristik ekonomi islam?
·                     Bagaimana politik ekonomi islam?





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Kata Islam setelah “Ekonomi” dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai identitas tanpa mempengaruhi makna atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya lebih ditentukan oleh perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan sebagai landasan nilai.
Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah aktifitas yang kolektif.

B.       Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Ini telah dinyatakan dalam surat al maidah ayat (3). Sistem ekonomi islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis, sistem ekonomi islam memiliki sifat-sifat baik dari sistem ekonomi sosialis dan kapitalis, namun terlepas dari sifat buruknya.
Sistem ekonomi islam adalah sebuah sistemyang tidak lahir dari ahsil akal manusia, akan tetapi sebuah system yang berdasarkan ajaran islam yang bersumber dari al-qur’an dan Hadits yang dikembangkan oleh pemikiran manusia yang memenuhi syarat dan ahli dalam bidangnya.
Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem ekonomi yang lain, dimana dalam sistem ekonomi Islam terdapat nilai moral dan nilai ibadah dalam setiap kegiatannya.


Prinsip ekonomi Islam adalah:
·         Kebebasan individu.
·         Hak terhadap harta.
·         Kesamaan sosial.
·         Keselamatan sosial.
·         Larangan menumpuk kekayaan.
·         Larangan terhadap institusi anti-sosial.
·         Kebajikan individu dalam masyarakat.

C.      Sumber – Sumber Ekonomi Islam
Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:
1.      Alquranul Karim
Alquran adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum ekonomi Islam yang Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw guna memperbaiki, meluruskan dan membimbing Umat manusia kepada jalan yang benar. Didalam Alquran banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi Islam, salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam segala bidang termasuk ekonomi.

2.      Hadis dan Sunnah
Setelah Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis dan Sunnah. Yang mana para pelaku ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila didalam Alquran tidak terperinci secara lengkap tentang hukum ekonomi tersebut.

3.      Ijma'
Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun cara cendekiawan Agama, yang tidak terlepas dari Alquran dan Hadis.




4.      Ijtihad atau Qiyas
Ijtihad merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Sedangkan qiyas adalah pendapat yang merupakan alat pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran analogi.

5.      Istihsan, Istislah dan Istishab
Istihsan, Istislah dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah diterima oleh sebahagian kecil oleh keempat mazhab.

D.      Konsep Ekonomi Islam
Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani/etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah al-Qur'an dan sunnah Rasul, yaitu dalam:
Qs.al-Ahzab:72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah).
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”

Qs.Hud:61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".




E.       Karaktersitik Ekonomi Islam
a.            Harta  kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atas harta.
·                     Semua harta baik benda maupun alat-alat produksi adalah milik Allah SWT. Seperti tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 284.

Artinya :
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

·                     Manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Seperti tercantum dalam surat al-Hadiid ayat 7. Terdapat pula sabda Rasulullah yang juga menjelaskan bahwa segala bentuk harta yang dimiliki manusia pda hakikatnya adalah milik Allah SWT semata dan manusia diciptakan untuk menjadi khalifah “ Dunia ini hijau dan manis. Allah telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) di dunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini”.

b.            Ekonomi Terikat dengan akidah, Syariah (Hukum), dan Moral
Bukti-bukti hubungan ekonomi dan moral dalam islam:
·                Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Sabda Rasulullah “ Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain” (HR. Ahmad)
·                Larangan melakukan penipuan dalam transaksi, ditegaskan dalam Sabda Rasulullah “Orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”.
·                 
·                Larangan menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya sehingga dapat mencegah peredaran uang dan menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan produksi. Hal ini sperti tercantum dalam QS 9:34.
·                Larangan melakukan pemborosan karena dapat menghancurkan individu dalam masyarakat.

c.             Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Aktivitas keduniaan yang dilakukan manusia tidak boleh bertentangan atau bahkan mengorbankan kehidupan akhirat. Apa yang kita lakukan hari ini adalah untuk mencapai tujuan akhirat kelak. Prinsip ini jelas berbeda dengan ekonomi kapitalis maupun sosialis yang hanya bertujuan untuk kehidupan duniawi saja. Hal ini jelas ditegaskan oleh surat al-Qashash ayat 77:
 “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. “

d.            Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbanagan Antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan umum.
Islam tidak mengakui hak mutlak dan atau kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu termasuk dalam hak milik. Hal ini tercantum dalam surat Al Hasyr ayat 7, al maa’uun ayat 1-3, serta surat al-Ma’arij ayat 24-25.




e.             Kebebasan individu dijamin dalam islam
Islam memberikan kebebasan tiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi namun tentu saja tidak bertentangan dengan aturan AlQuran dan AsSunnah, seperti tercantum dalam surat al Baqarah ayat 188.


f.              Negara diberi kewenangan turut campur dalam perekonomian
Dalam islam, Negara berkeawjiban melindungi kepentingan masyararakat dari keridakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang taupun dai negara lain, berkewajiban memberikan kebebasan dan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup dengan layak. Seperi sabda Rasulullah “ Brangsiapa yang meninggalkan beban, hendaklah dia datang kepada-Ku, karena akulah maula (pelindung)nya” (Al-Mustadrak oelh Al-Hakim).

g.            Bimbingan konsumsi
Dalam hal konsumsi, islam melarang hidup berlebih-lebihan, terlalu hidup kemewahan dan bersikap angkuh. Hal ini tercermin dalam surat al-A’raaf ayat 31 seta Al-Israa ayat 16.

h.            Petunjuk investasi
Kriteria  yag sesuai daalm melakukan investasi ada 5:
·          proyek yang baik menurut isla
·          memberikan rezeki seluas mungkin pda masyarakat
·          memberantas kekafiran,memperbaiki pendapatan dan kekayaan
·          memelihara dan menumbuhkembangkan harta
·          melindungi kepentingan anggota masyaakat.

i.              Zakat
Adalah karakteristik khusus yang tidak terdapat daalm system ekonomi lainnya manapun, penggunaannya sangat efektif guna melakukan distribusi kekayaan di masyarakat. Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur social Islam. Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap muslim yang memenuhi syarat tertentu, berdasarkan dalil :

Surat at-Taubah 103
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

j.              Larangan riba
Islam sangat melarang munculnya riba (bunga) karena itu merupakan salah satu penyelewengan uang dari bidangnya. Seperi tercermin dalam surat al-baqarah ayat 275.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Larangan riba dalam islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya, dan tidak ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko sama sekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan umat islam wajib meninggalkannya, akan tetapi islam menghalalkan mencari keuntungan lewat perniagaan (QS. 83:1-6)

F.       Politik Ekonomi Islam
Politik ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum yang dipergunakan untuk memecahkan mekanisme mengatur urusan manusia. Sedangkan politik ekonomi Islam adalah jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan primer (bacis needs) tiap orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan taip orang untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya, sebagi individu yang hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup (life style) tertentu. Oleh karena itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam sebuah Negara semata, tanpa memperhatikan terjamin tidaknya tiap orang menikmati kehidupan tersebut.

Ketika mensyariatkan hukum-hukum ekonomi pada manusia. Islam telah mensyariatkan hukum-hukum tersebut kepada pribadi. Dengan itu, hokum-hukum syara’ telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan primer tiap warga Negara Islam secara menyeluruh, sebagai sandang, pangan, dan papan. Jelaslah bahwa Islam tidak memisahkan antara manusia dan eksistensinya sebagai manusia, serta antara eksistensinya sebagai manusia dan pribadinya. Islam juga tidak perah memisahkan antara anggapan tentang jaminan pemenuhan kebutuhan primer yang dituntut oleh masyarakat dengan masalah mungkin-tidaknya terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Akan tetapi Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan apa yang dituntut oleh masyarakat sebagai dua hal yang seiring, yang tidak mungin dipisahkan antara satu dengan yang lain.  Justru Islam menjandikan apa yang ditutuntut oleh masyarakat tersebut sebagai asa (dasar pijakan) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada.

Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan berusaha. Bahkan Islam telah menjadikan hukum  mencari rezeki tersebut. Adalah fardhu. Allah swt. Berfirman:
“Maka, berjalanlah di segala penjurunya, serta makanlah sebagian rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15) 
Banyak hadist yang mendorong agar mencari harta. Dalam sebuah hadist: Bahwa Rasulullah saw telah menyalami tangan Sa’ad bin Mu’adz r.a., dan ketika itu kedua tangan Sa’ad ngapal (bekas-bekas karena dipergunakan kerja). Kemudian hal itu ditanyakan oleh Nabi saw., lalu Sa’ad menjawab: “Saya selalu mengayunkan skrop dan kapak untuk mencari nafkah keluargaku.” Kemudian Rasulullah saw. menciumi tangan Sa’ad dengan bersabda: “ (Inilah) dua telapak tangan yang disukai oleh Allah swt.” Rasulullah saw juga bersabda:
“Tidaklah seseorang makan sesuap saja yang ebih baik, selain ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” 


















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ekonomi Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi logis.
Prinsip-prinsip kegiatan Ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1.             Kekuasaan milik tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolute atas semua yang ada
2.             Manusia merupakan pemimpin (khalifa) Allah di bumi tapi bukan pemilik yang sebenarnya.
3.             Semua yang didapatkan dan dimiliki oleh manusia adalah karna seizing Allah, oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
4.             Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
5.             Kekayaan harus diputar.
6.             Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan.
7.             Menghilangkan jurang perbedaan antar individu dapat menghapuskan konflik antar golongan dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.
8.             Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.
Ekonomi Islam merupakan racikan resep ekonomi yang digali dari Al-Qur’an dan Hadits. Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh meragukan kandungan ajaran Al-Qur’an. Namun, kita perlu merumuskan praktik-praktik ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tetapi tidak menyalahi prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an.