BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah
masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah berlangsung demikian lama, sebagian
berpendapat bahwa Islam masuk pada abad
ke-7 M yang datang lansung dari Arab.
Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13, dan ada juga yang
berpendapat bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke 9 M atau 11 M . Perbedaan
pendapat tersebut dari pendekatan historis semuanya benar, hal tersebut didasar
bukti-bukti sejarah serta peneltian para sejarawan yang menggunakan pendekatan
dan metodenya masing-masing.
Berdasarakan
beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah, bahwa Islam mulai
berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M . hal tersebut tak lepas dari peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat
itu, dan diantara tokoh yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi di
Nusantara terutama di tanah Jawa adalah “ Walisongo”. Peran Walisongo dalam
proses Islamisasi di tanah Jawa sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat
dikalangan masyarakat muslim kultural Jawa
sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan dakwahnya yang unik
serta sosoknya yang menjadi teladan serta ramah terhadap masyarakat Jawa
sehingga dengan mudah Islam menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
1.2 Rumusan masalah
1)
Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara?
2)
Apa saja Kerajaan-Kerajaan Islam di
Nusantara?
3)
Bagaimana Proses Penyebaran Islam di
Nusantara?
4)
Proses Penyebaran Islam di Wilayah?
1.3 Tujuan Penulisan
1)
Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan
Islam di Nusantara.
2)
Mengetahui dan mengenal Kerajaan-Kerajaan
Islam di Nusantara.
3)
Untuk mengetahui Proses Penyebaran Islam
di Nusantara.
4)
Mengetahui Poses Penyebaran Islam di
Nusantara
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Membuka
Relung Kalbu
Keberadaan Islam di Indonesia tidak terlepas dari sejarah
masa lalu. Makna sejarah ialah dialog pemikiran antara seseorang dengan fakta
hasil rekaman masa lampau.
Semestinya fakta itu harus disusun sejujur mungkin,
sehingga tidak terjadi kebenaran semu atau pemutarbalikan makna suatu peristiwa.
Pemutarbalikan kebenaran pun terjadi dalam penulisan sejarah Islam di
Indonesia. Misalnya sering kita temukan buku sejarah menulis tentang mula-mula
masuknya Islam di Indonesia pada abad ke-13, padahal sudah diambil keputusan
bahwa Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah (abad ke 7
Masehi) langsung dari Arab. Keputusan ini diambil melalui berkalikali seminar
dimulai tahun 1963 di Medan dilanjutkan pada tahun 1978 di Banda Aceh dan
seminar terakhir pada tahun 1980. Mengapa terjadi perbedaan pendapat dalam
rentang waktu yang begitu panjang? Di satu pihak berpendapat abad ke7,
sementara dipihak lain berpendapat abad ke-13. Pendapat yang terakhir disponsori
oleh ahli sejarah asing, di antaranya yaitu Snouck Hurgronje. Kita menyadari
bahwa ahli sejarah asing, ketika berbicara tentang Islam menghasilkan pendapat
yang tidak jujur dan subjektif. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor,
berikut ini.
1.
Berusaha
menyelewengkan atau mendangkalkan sisi sejarah Islam.
2.
Metodologi
penulisan sejarah yang sangat subjektif.
3.
Pemahaman
mereka tentang Islam hanya sepotong-potong dan tidak utuh.
Dalam rangka menghindari ketidakjujuran tentang fakta
sejarah, maka diperlukan ahli sejarah bangsa sendiri untuk mempelopori
penulisan sejarah Indonesia, termasuk umat Islam melalui metodologi dan penelitian
yang objektif.
2.2 Mengkritisi Sekitar Kita
Perhatikan permasalahan berikut kemudian berikan
tanggapan kalian dengan mempertimbangkan berbagai aspek!
1.
Seorang
muslim, jika ditanya pedoman hidupnya apa? Umumnya dia menjawab al-Quran.
Tetapi ketika ditanya berapa kali dia meluangkan waktu dalam seminggu untuk
mendalami al-Quran, dengan membaca tafsirnya atau paling tidak terjemahnya, dia
menjawab tidak ada waktu tertentu untuk itu, kecuali jika ada PR (pekerjaan
rumah). Sedangkan untuk membaca alQur±n, yang rutin adalah malam Jum’at, yaitu
surat Yasin, tentu juga hanya ayatnya saja untuk mendapatkan pahala.
Bagaimana menurut kalian orang yang seperti ini? Kapan
dapat mewujudkan al-Quran menjadi pedoman hidup?
2.
Para
mubalih yang sudah popular dan bertarif mahal semakin susah diundang untuk
berdakwah di lingkungan kumuh, dengan alasan jadwalnya padat, padahal maksudnya
adalah tidak cocok dengan “tarif” yang ditawarkan, karena kemampuan
masyarakatnya memang terbatas. Akhirnya masyarakat yang membutuhkan
kehadirannya itu pun kecewa.
Bagaimana menurut pendapat kalian da’i yang model seperti
ini?
3.
Dalam
menyampaikan materi dakwah, ada kelompok dakwah tertentu yang suka menyalahkan
kelompok lain yang berbeda, bahkan terkadang mengklaim “kafir” hanya karena perbedaan
dalam soal memahami fiqih.
Bagamana pendapat kalian terhadap kelompok dakwah semacam
ini?
2.3 Memperkaya Khazanah
A. Tadarus al-Qurān 5-10 Menit
sesuai Tema
Kewajiban untuk tadarus al-Qurān dengan sebenar-benarnya
(Q.S. alBaqarah/2:121) bertujuan menumbuhkan keinginan peserta didik untuk mentadabburi
dan mengetahui manfaatnya, yaitu faham makna al-Qurān dan mengetahui rahasia
keagungannya. Dengan mengetahui manfaatnya, peserta didik diharapkan dapat
melaksanakan dan mengikutinya karena al-Qurān sudah membekas dalam jiwa (Q.S.
Taha/20:112-113, Q.S. al-Baqarah/2:38), sehingga peserta didik akan memperoleh
ketentraman dan kebahagiaan (Q.S.Taha/20:2-3)
Sebelum kalian memulai pembelajaran, lakukan tadarus
al-Qurān secara tartil selama 5-10 menit di kelompok kalian masing-masing
dipimpin oleh ketua kelompok. Ayat-ayat yang dibaca akan ditentukan oleh
Bapak/Ibu guru kalian.
B.
Menganalisis dan Mengevaluasi Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Para pakar sejarah berbeda pendapat mengenai sejarah
masuknya Islam ke Nusantara. Setidaknya terdapat tiga teori besar yang
dikembangkan oleh Ahmad Mansur Suryanegara, yang terkait dengan asal kedatangan,
para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Pertama, teori Gujarat. Islam
dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang
India muslim pada sekitar abad ke13 M. Kedua, teori Mekah. Islam dipercaya tiba
di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim
sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui
peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat
sebelum ke Nusantara sekitar abad ke-13 M. Baik teori Gujarat maupun teori
Persia, keduanya sama-sama menetapkan bahwa Islam masuk di Nusantara pada abad
ke 13 M. Namun teori Mekah menetapkan kedatangan Islam ke Nusantara jauh
sebelum itu, yaitu pada abad ke 7 M, saat Rasulullah saw. masih hidup. Secara
ilmiah, teori Mekah yang menyatakan Islam masuk ke Nusantara lebih awal, lebih
penting untuk dibuktikan. Jika bukti-bukti teori Mekah telah diangggap memadai
dan ilmiah, maka teori lain yang menyatakan kedatangan Islam sekitar abad 13
M., tidak perlu lagi dibuktikan. Berikut beberapa uraian terkait d.engan
beberapa bukti yang mendukung teori
Mekah.
1. Menurut sejumlah pakar sejarah dan arkeolog, jauh sebelum
Nabi Muhammad saw. menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para
pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai
saat itu.
2.
Peter
Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah
melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara, dan
menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi (yang
berarti Nabi Muhammad saw. belum lahir), beberapa jalur perdagangan utama telah
berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa
tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman
sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.
3.
Adanya
jalur perdagangan utama dari Nusantara-terutama Sumatera dan Jawadengan Cina
juga diakui oleh sejarawan G.R. Tibbetts. Ia menemukan bukti-bukti adanya
kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. “Keadaan ini
terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapalkapal
pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi, “ tulis
Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di selatan adalah
ArabNusantara-China.
4.
Ditemukannya
perkampungan Arab muslim di Barus pada abad ke-1 H./7 M. Berdasarkan sebuah
dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa sekitar tahun 625 M (sembilan
tahun setelah Rasulullah saw. Berdakwah terang-terangan), di pesisir pantai
Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada
dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Buddha Sriwijaya. Di perkampungan-perkampungan
ini, orangorang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk
pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal.
Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum
memiliki mushaf alQuran, karena mushaf baru selesai dibukukan pada zaman
Khalifah Usman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Sebab itu, cara berdoa dan
beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan para pedagang Arab
Islam yang juga termasuk para hufaz atau penghapal al-Quran. Dari berbagai
literatur diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera
itu bernama “Barus” atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan
sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414
kilometer selatan Medan.
Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia,
mengingat dari seluruh kota di Nusantara hanya Barus yang namanya sudah
disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil,
Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus,
salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada
abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera
terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan
wewangian dari kapur barus. Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang
diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan
bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar
5. 000 tahun sebelum Masehi!
5.
Berdasakan
buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal
masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7M.
6.
Sebuah
makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis
Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 M.
7.
HAMKA
menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674
M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di
pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut
telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah
Air.
HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini
kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di
Amerika.
8.
Sejarawan
T. W. Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam (1968) juga menguatkan
temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubalighmubaligh Islam asal jazirah
Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.
9.
Sebuah
Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Prancis
yang bekerja sama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
(PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi,
Barus telah menjadi sebuah perkampungan multietnis dari berbagai suku bangsa
seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis,
Bengkulu, dan sebagainya.
10. Pada tahun 674 M semasa pemerintahan Khilafah Utsman bin
Affan, mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke
Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah
Raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam.
11. Dalam Seminar Nasional tentang masuknya Islam ke
Indonesia di Medan tahun 1963, para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Islam masuk
ke Indonesia pada abad ke-1 H. (abad ke-7 M) dan langsung dari tanah Arab.
Daerah yang disinggahi adalah pesisir Sumatra. Islam disebarkan oleh para
saudagar muslim dengan cara damai.
12. Ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik,
abad ke11 M. yang berarti jauh sebelum itu sudah terjadi penyebaran agama
Islam, terutama di daerah pesisir Sumatera, karena yang menyebarkan Islam di
Jawa adalah para mubalih dari Arabdan dari Pasai.
C.
Strategi Dakwah Islam di Nusantara
Dari pembahasan tentang masuknya Islam ke Nusantara,
dapat dipahami bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia terjadi secara periodik,
tidak sekaligus. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai strategi penyebaran
Islam dan media yang dipergunakan oleh para pedagang dan mubaligh dalam
penyebaran Islam di Indonesia.
Salah satu arti “strategi” yang dimuat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah “rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai
sasaran khusus”. Dalam konteks dakwah Islam, strategi dakwah yang dimaksud
adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para mubaligh, yang membawa misi
Islam di dalamnya. Dari kajian di atas dan berbagai literatur, setidaknya
terdapat beberapa kegiatan yang dipergunakan sebagai kendaraan (sarana) dalam
penyebaran Islam di Indonesia, di antaranya adalah: perdagangan, perkawinan,
pendidikan, kesenian, dan tasawuf. Berikut uraian singkat mengenai hal
tersebut.
1. Perdagangan
Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses
Islamisasi di Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui melalui
adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M.
Aktivitas perdagangan ini banyak melibatkan bangsa-bangsa di dunia, termasuk
bangsa Arab, Persia, India, Cina dan sebagainya. Mereka turut ambil
bagian dalam perdagangan di negeri-negeri bagian Barat,
Tenggara, dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melalui jalur perdagangan ini sangat
menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta dalam aktivitas
perdagangan tersebut. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan
itu. Fakta sejarah ini dapat diketahui berdasarkan data dan informasi penting yang
dicatat Tome’ Pires bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir
pulau Jawa yang ketika itu penduduknya masih kafir.
Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan
mullahmullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin bertambah banyak. Dalam perkembangan
selanjutnya, anak keturunan mereka menjadi penduduk muslim yang kaya raya. Pada
beberapa tempat, para penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupatibupati
Majapahit yang ditempatkan di pesisir pulau Jawa banyak yang masuk Islam.
Keislaman mereka bukan hanya disebabkan oleh faktor politik dalam negeri yang
tengah goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan para
pedagang ini sangat menguntungkan secara material bagi mereka, yang pada
akhirnya memperkuat posisi dan kedudukan sosial mereka di masyarakat Jawa.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mereka mengambil alih perdagangan dan
kekuasaan di tempat tinggal mereka.
Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang
muslim sebagai sarana atau media dakwah. Sebab, dalam Islam setiap muslim memiliki
kewajiban untuk menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan tanpa
paksaan. Oleh karena itu, ketika penduduk Nusantara banyak yang berinteraksi
dengan para pedagang muslim, dan keterlibatan mereka semakin jauh dalam
aktivitas perdagangan, banyak di antara mereka yang memeluk Islam. Karena pada
saat itu, jalur-jalur strategis perdagangan internasional hampir sebagian besar
dikuasai oleh para pedagang muslim. Apabila para penguasa lokal di Indonesia
ingin terlibat jauh dengan perdagangan internasional, maka mereka harus berperan
aktif dalam perdagangan internasional dan harus sering berinteraksi dengan para
pedagang muslim.
2. Perkawinan
Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status
sosial ekonomi yang lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini
menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk
menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum
Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu.
Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena proses
pengislaman hanya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau
ritual rumit lainnya. Setelah itu, mereka menjadi komunitas muslim di
lingkungannya sendiri. KeIslaman mereka menempatkan diri dan keluarganya berada
dalam status sosial dan ekonomi cukup tinggi. Sebab, mereka menjadi muslim
Indonesia yang kaya dan berstatus sosial terhormat. Kemudian setelah mereka
memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul
kampungkampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula para wanita
muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan lokal. Hanya saja, anak-anak para
bangsawan tersebut harus diislamkan terlebih dahulu. Dengan demikian, mereka
menjadi keluarga muslim dengan status sosial ekonomi dan posisi politik penting
di masyarakat.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila
terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja atau anak
adipati. Karena raja, adipati, atau bangsawan itu memiliki posisi penting di
dalam masyarakatnya, sehingga mempercepat proses Islamisasi. Beberapa contoh yang
dapat dikemukakan di sini adalah, perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan
Ngampel dengan Nyai Manila, antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten,
Brawijaya dengan Puteri Campa, orang tua Raden Patah, raja kerajaan Islam Demak
dan lain-lain.
3. Pendidikan
Proses Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui
media pendidikan. Para ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa
pesantren. Pada lembaga inilah, para ulama memberikan pengajaran ilmu keislaman
melalui berbagai pendekatan sampai kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan
keagamaan dengan baik.
Setelah mereka dianggap mampu, mereka kembali ke kampung
halaman untuk mengembangkan agama Islam dan membuka lembaga yang sama. Dengan
demikian, semakin hari lembaga pendidikan pesantren mengalami perkembangan,
baik dari segi jumlah maupun mutunya. Lembaga pendidikan Islam ini tidak
membedakan status sosial dan kelas, siapa saja yang berkeinginan mempelajari
atau memperdalam pengetahuan Islam, diperbolehkan memasuki lembaga pendidikan
ini. Dengan demikian, pesantren-pesantren dan para ulamanya telah memainkan
peran yang cukup penting di dalam proses pencerdasan kehidupan masyarakat,
sehingga banyak masyarakat yang kemudian tertarik memeluk Islam. Di antara
lembaga pendidikan pesantren yang tumbuh pada masa awal Islam di Jawa, adalah
pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian pesantren
Giri yang didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau Jawa
hingga ke Maluku. Masyarakat yang mendiami pulau Maluku, terutama Hitu, banyak
yang berdatangan ke pesantren Sunan Giri untuk belajar ilmu agama Islam. Bahkan
Sunan Giri dan para ulama lainnya pernah diundang ke Maluku untuk memberikan
pelajaran agama Islam. Banyak di antara mereka yang menjadi khatib, muadzin,
hakim (qadli) dalam masyarakat Maluku dengan memperoleh imbalan cengkeh. Dengan
cara-cara seperti itu, maka agama Islam terus tersebar ke seluruh penjuru
Nusantara, hingga akhirnya banyak penduduk Indonesia yang menjadi muslim. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa model pendidikan pesantren yang tidak
mengenal kelas menjadi media penting di dalam proses penyebaran Islam di
Indonesia, bahkan kemudian diadopsi untuk pengembangan pendidikan keagamaan
pada lembaga-lembaga pendidikan sejenis di Indonesia.
4. Tasawuf
Jalur lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses
Islamisasi di Indonesia adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini
adalah akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat
Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut. Pada umumnya, para pengajar
tasawuf atau para sufi adalah guru-guru pengembara, dengan sukarela mereka
menghayati kemiskinan, juga seringkali berhubungan dengan perdagangan, mereka
mengajarkan teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas
masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan
menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang menikahi anak-anak perempuan para bangsawan
setempat. Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada para penduduk
pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya memeluk
agama Hindu, sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima mereka. Di antara para
sufi yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran
Indonesia pra-Islam adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan
Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini terus dianut bahkan hingga
kini.
5. Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal
adalah melalui pertunjukkan wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga
adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah
meminta upah materi dalam setiap pertunjukan yang dilakukannya. Sunan Kalijaga
hanya meminta kepada para penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat
syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan
Mahabarata, tetapi muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim.
Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran
Islam di Indonesia adalah seni bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari,
seni musik dan seni sastra. Di antara bukti yang dihasilkan dari pengembangan
Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung Demak, Sendang Duwur, Agung
Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung Banten, dan lain sebagainya. Seni bangunan
Masjid yang ada, merupakan bentuk akulturasi dari kebudayaan lokal Indonesia yang
sudah ada sebelum Islam, seperti bangunan candi. Salah satu dari sekian banyak
contoh yang dapat kita saksikan hingga kini adalah Masjid Kudus dengan
menaranya yang sangat terkenal itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa
proses penyebaran Islam di Indonesia yang dilakukan oleh para penyebar Islam melalui cara-cara damai dengan
mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik
perhatian masyarakat pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan
oleh para mubaligh, sehingga lambat laun mereka memeluk Islam.
6. Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk
Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat
membantu tersebarnya Islam di wilayah ini. Jalur politik juga ditempuh ketika
kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non Islam, baik di Sumatera, Jawa, maupun
Indonesia bagian Timur.
D.
Perkembangan Dakwah Islam di Nusantara
Pada sub-bab masuknya agama Islam ke Nusantara sudah kita
ketahui adanya beberapa teori. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, teori Mekah
cukup meyakinkan untuk dipilih, yaitu bahwa agama Islam sudah masuk ke wilayah Nusantara
dari abad ke-1 H. ( ke-7 M). Namun saat itu perkembangannya masih belum pesat dan
meluas. Pada abad-abad selanjutnya baru terjadi perkembangan lebih pesat,
terutama setelah abad ke-7 H. (ke-13 M). Lebih jelasnya pada uraian berikut.
1. Perkembangan Islam di Sumatera
Tempat mula-mula masuknya Islam di pulau Sumatera adalah
Pantai Barat Sumatera. Dari sana berkembang kedaerah-daerah lainnya. Pada
umumnya, buku-buku sejarah menyebutkan perkembangan agama Islam bermula dari
Pasai, Aceh Utara.
Orang yang menyebarkan Islam di daerah ini adalah
Abdullah Arif. Ia seorang mubaligh dari Arab, dengan misi penyebarannya dengan
berdakwah dan berdagang.
2. Perkembangan Islam di Kalimantan, Maluku, dan Papua
Di pulau Kalimantan, agama Islam mula-mula masuk di
Kalimantan Selatan, dengan ibu kotanya Banjarmasin. Pembawa agama Islam ke
Kalimantan Selatan ini adalah para pedagang bangsa Arab dan para mubaligh dari
Pulau Jawa. Perkembangan agama Islam di Kalimantan Selatan itu sangat pesat dan
mencapai puncaknya setelah Majapahit runtuh tahun 1478.
Daerah lainnya di Kalimantan yang dimasuki agama Islam
adalah Kalimantan Barat. Islam masuk ke Kalimantan Barat mula-mula di daerah
Muara Sambas dan Sukadana. Dari dua daerah inilah baru tersebar ke seluruh
Kalimantan Barat. Pembawa agama Islam ke daerah Kalimantan Barat adalah para pedagang
dari Johor (Malaysia), serta ulama dan mubaligh dari Palembang (Sumatera
Selatan). Sultan Islam yang pertama (tahun 1591) di Kalimantan Barat
berkedudukan di Sukadana, yaitu Panembahan Giri Kusuma.
3. Perkembangan Islam di Sulawesi
Pada abad ke-16 Islam telah masuk ke Sulawesi, yang
dibawa oleh Dato’ Ri Bandang dari Sumatera Barat. Daerah-daerah yang mula-mula
dimasuki Islam di Sulawesi adalah Goa, sebuah kerajaan di Sulawesi Selatan.
Sebelum Islam datang ke daerah ini penduduknya menganut
kepercayaan nenek moyang. Setelah Dato’ Ri Bandang berkunjung ke Sulawesi
Selatan, Raja Goa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam. Kemudian atas
usul Dato’ Ri Bandang, Raja Goa berganti nama dengan Sultan Alauddin. Jauh sebelum
Raja Goa ini masuk Islam, para pedagang telah menyiarkan agama Islam di
tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan dan banyak penduduk yang telah
menganut agama Islam.
4. Perkembangan Islam di Nusa Tenggara
Sebagaimana daerah-daerah lain, pada tahun 1540 agama
Islam masuk pula ke Nusa Tenggara. Masuknya agama Islam Ke Nusa Tenggara dibawa
oleh para mubaligh dari Bugis (Sulawesi Selatan) dan dari Jawa. Agama Islam
berkembang di Nusa Tenggara mula-mula di daerah Lombok yang penduduknya disebut
Suku Sasak. Dari daerah Lombok, secara pelanpelan selanjutnya tersebar pula ke
daerah-daerah Sumbawa dan Flores.
5. Perkembangan Islam di Pulau Jawa
Agama Islam masuk ke Pulau Jawa kira-kira pada abad ke-11
M., yang dibawa oleh para pedagang Arab dan para mubaligh dari Pasai. Tempat yang
mula-mula dimasuki Islam di pulau Jawa yaitu daerah-daerah pesisir utara Jawa
Timur. Tokoh terkenal yang berdakwah di Jawa Timur adalah Maulana Malik Ibrahim.
Beliau menetap di Gresik, kemudian mendirikan pusat penyiaran agama Islam dan
pusat pengajaran. Dalam majlisnya itu beliau mengkader beberapa orang murid.
Selanjutnya mereka menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah lain di pulau Jawa. Di
Jawa Tengah, penyiaran Agama Islam berpusat di Demak. Penyiaran agama Islam di
Pulau Jawa dilakukan oleh para wali yang berjumlah 9 yang dikenal dengan Wali
Songo (Wali Sembilan). Kemudian murid-murid Wali Songo turut pula menyiarkan
agama Islam ke daerah pedalaman pulau Jawa, sehingga agama Islam berkembang
dengan pesatnya.
E.
Kerajaan Islam
Jika kita berpegang kepada Teori Mekah yang menyatakan
Islam masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 M, maka kerajaan Islam pertama bukan
lagi Samudra Pasai, tetapi Kerajaan Jeumpa yang berdiri sejak abad ke-8 M.,
yang disusul oleh kerajaan Peurelak di abad ke-9, baru kemudian kerajaan
Samudera Pasai. Hanya saja, kerajaan Jeumpa dan Peurelak barangkali tidak
terlalu popular dan bukan kerajaan besar. Di samping itu, bukti-bukti yang
ilmiah yang menguatkannya belum dipandang cukup.
Berikut adalah uraian singkat beberapa keajaan Islam yang
terkenal di Nusantara.
1.
Samudera
Pasai
2.
Kerajaan
Aceh
3.
Demak
4.
Pajang
5.
Mataram
Islam
6.
Cirebon
7.
Banten
8.
Makassar
9.
Ternate
dan Tidore
F. Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia
Gerakan pembaruan di Indonesia merupakan salah satu
contoh berkembangnya Islam di Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa tidak
ada masyarakat yang statis, semua pasti mengalami perubahan dan perkembangan. Secara
garis besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia:
(1) Gerakan pendidikan dan sosial,
(2) gerakan politik.
1. Gerakan Pendidikan dan Sosial
Kaum pembaharu memandang, betapa pentingnya pendidikan
dalam membina dan membangun generasi muda. Mereka memperkenalkan sistem pendidikan
sekolah dengan kurikulum modern untuk mengganti sistem pendidikan Islam
tradisional seperti pesantren dan surau. Melalui pendidikan pola pikir
masyarakat dapat diubah secara bertahap. Oleh sebab itu, mereka mendirikan
lembaga pendidikan dan mengembangkan organisasi sosial kemasyarakatan.
2. Gerakan Politik
Islam tidak dapat menerima penjajahan dalam segala
bentuk. Perjuangan umat Islam dalam mengusir penjajah sebelum abad dua puluh
dilakukan dengan kekuatan senjata dan bersifat kedaerahan.
Pada awal abad dua puluh perjuangan itu dilakukan dengan
mendirikan organisasi modern yang bersifat nasional, baik ormas (organisasi
sosial kemasyarakatan), maupun orsospol (organisasi sosial politik). Melalui pendidikan,
ormas memperjuangkan kecerdasan bangsa agar sadar tentang hak dan kewajiban
dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dengan orsospol, kaum muslimin memperjuangkan
kepentingan golongan Islam melalui saluran politik yang diakui pemerintah
penjajah. Mereka misalnya berjuang melalui parlemen Belanda yang disebut
Volksraad.
G.
Nilai-Nilai Keteladanan Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Perkembangan Islam di
Indonesia
Tokoh-tokoh penggerak utama dalam penyebaran Islam dan
telah menggoreskan nilai-nilai keteladan mereka lebih dikenal dengan sebutan
“Wali Songo” yaitu sebagai berikut.
1.
Maulana
Malik Ibrahim, nama lainnya adalah Maulana Maghribi (Barat). Disebut Maghribi
karena asalnya dari Persia, pusat kegiatannya di Gresik, Jawa Timur.
2.
Sunan
Ampel atau Ngampel, nama kecilnya Raden Rahmat yang berkedudukan di Ngampel
Surabaya. Melalui peran beliau lahirlah generasi Islam yang tangguh, salah
satunya Raden Fatah sultan pertama Demak.
3.
Sunan
Giri, nama aslinya Raden Paku. Beliau adalah murid Sunan Ampel. Pusat
kegiatannya di Bukit Giri, Gresik.
4.
Sunan
Bonang, nama kecilnya adalah Makdum Ibrahim putra Raden Rahmat yang
berkedudukan di Bonang dekat Tuban.
5.
Sunan
Drajat, nama kecilnya adalah Malik Munih juga putra Raden Rahmat dengan pusat
kegiatan di daerah Drajat, dekat Sedayu suatu wilayah antara Gresik dan Tuban.
6.
Sunan
Kalijaga, nama aslinya Joko Said. Pusat kegiatannya di Kadilangu, Demak (Jawa
Tengah).
7.
Sunan
Gunung Jati disebut pula Syarif Hidayatullah, berkedudukan di Gunung Jati,
Cirebon (Jawa Barat).
8.
Sunan
Kudus, berkedudukan di Kudus.
9.
Sunan
Muria, yang berkedudukan di gunung Muria dekat Kudus.
H. Menjunjung Tinggi Kerukunan dalam Kehidupan
Sehari-hari
Sikap dan perilaku mulia yang harus kita kembangkan
sebagai Implementasi dari pelajaran tentang sejarah perkembangan Islam di Indonesia,
antara lain sebagai berikut.
1.
Menghargai
jasa para pahlawan muslim yang telah mengorbankan segalanya demi tersebarnya
syiar Islam.
2.
Berusaha
memahami dan menganalisis sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan informasi
terkini dan valid mengenai sejarah Islam,mengingat terbatasnya sumber data dan
perdebatan para pakar tentang validitas data sejarah.
3.
Meneladani
sikap dan perilaku para tokoh teladan pada masa permualaan masuknya Islam yang
mengedepankan cara damai.
4.
Menjadikan
semua aktivitas dalam hidup (pernikahan, perdagangan, kesenian, dan lain-lain)
sebagai sarana syiar Islam dan dakwah.
5.
Belajar
dari para tokoh penyebar Islam di Indonesia yang memperkenalkan dan mengajarkan
Islam kepada penduduk setempat tentang Islam, dengan prinsip-prinsip antara
lain sebagai berikut.
a.
Islam
mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong
menolong.
b.
Islam
mengajarkan bahwa dihadapan Allah Swt., derajat semua manusia sama, kecuali
takwanya.
c.
Islam
mengajarkan bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan
Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan
saling mendengki.
d.
Islam
mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah Swt. dan tidak
menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama
manusia tanpa pilih kasih.
Melalui prinsip-prinsip di atas, ajaran Islam ini sangat
menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh
Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan tau penguasa
karena Islam menjunjung tinggi kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Terdapat
tiga teori yang dikemukakan para ahli sejarah terkait dengan masuknya agama
Islam ke Indonesia, yaitu: Pertama, teori Gujarat yang menyatakan bahwa agama
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M, melalui peran para pedagang India.
Kedua, teori Makkah, yang menyatakan bahwa agama Islam tiba di Indonesia
langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad
ke-7 M. Ketiga, teori Persia, yang menyatakan bahwa agama Islam tiba di
Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia sekitar abad ke-13 M.
2.
Masing-masing
teori memiliki argumen ilmiah, namun dalam Seminar Nasional tentang masuknya
Islam ke Indonesia di Medan tahun 1963, para ahli sejarah menyimpulkan bahwa
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-1 H. (abad ke-7 M) dan langsung dari
tanah Arab.
3.
Terkait
dengan strategi dakwah Islam, terdapat beberapa cara dan jalur yang
dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia, seperti perdagangan, perkawinan,
pendidikan, kesenian, tasawuf, dan politik.
4.
Secara
garis besar ada dua bentuk gerakan pembaruan Islam di Indonesia; (1) Gerakan
Pendidikan dan Sosial, (2) Gerakan Politik.
5.
Gerakan
pembaharuan di bidang pendidikan, ditandai dengan lahirnya lembaga-lembaga
seperti Sekolah Thawalib, Jamiat Khair, Al Irsyad, Persyarikatan Ulama, dan
Muhammadiyah.
6.
Gerakan
pembaharuan di bidang politik, ditandai dengan berdirinya Ormas dan Orsospol.
7.
Di
antara partai politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah
Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam
Indonesia (PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai
kelanjutan dari SarIkat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi
pada tanggal 16 Oktober 1905.
No comments:
Post a Comment