KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Bekasi,10 September 2018
Penyusun
BAB IPenyusun
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerajaan
Sunda merupakan kerajaan yang terletak di Jawa Barat. Tidak bisa dipastikan
dimana pusat kerajaan ini sesungguhnya. Berdasarkan sumber sejarah berupa
prasasti dan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno dikatakan bahwa pusat kerajaan
Sunda telah mengalami beberapa perpindahan. Menurut Kitab Carita Parahyangan,
Ibukota kerajaan Sunda mula-mula di Galuh, kemudian menurut Prasasti Sanghyang
Tapak yang ditemukan di tepi sungai Cicatih, Cibadak Sukabumi, Isi dari
prasasti itu tentang pembuatan daerah terlarang di sungai itu yang ditandai
dengan batu besar di bagian hulu dan hilirnya. Oleh Raja Sri Jayabhupati
penguasa kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu orang tidak boleh menangkap
ikan dan hewan yang hidup di sungai itu. tujuannya mungkin untuk menjaga
kelestarian lingkungan (agar ikan dan lain-lainnya tidak punah) siapa yang
berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa-dewa.
1.2.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan di bahas dalam makaah ini adalah :
1) Berdirinya
Kerajaan Sunda
2) Letak
Kerajaan Sunda
3) Catatan-catatan
Sejarah Kerajaan Sunda
4) Struktur
kerajaan dan Birokrasi
5) Raja-raja
yang Pernah Memerintah Kerajaan Sunda
BAB II
PEBAHASAN
2.1 Berdiriya kerajaan
Sunda
Menurut
Naskah Wangsakerta dari Cirebon, sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri,
Sunda merupakan bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri
Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya
selama tiga tahun, 666-669 M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari
Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua anak, yang keduanya
perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda,
sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa,
yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal,
kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan
penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702) memberontak. Wretikandayun menuntut
kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua. Dalam posisi
lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan
Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan,
yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batas.
2.2 Lokasi ibukota Sunda
Maharaja
Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru, seperti yang sudah
diungkapkan dibagian sebelumnya, di daerah pedalaman dekat hulu Sungai
Cipakancilan. Dalam Carita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut
dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cakal-bakal raja-raja
Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M.
Sunda
sebagai nama kerajaan tercatat dalam dua buah prasasti batu yang ditemukan di
Bogor dan Sukabumi. Kehadiran Prasasti Jayabupati di daerah Cibadak sempat
membangkitkan dugaan bahwa Ibukota Kerajaan Sunda terletak di daerah itu. Namun
dugaan itu tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah lainnya. Isi prasasti hanya
menyebutkan larangan menangkap ikan pada bagian Sungai Cicatih yang termasuk
kawasan Kabuyutan Sanghiyang Tapak. Sama halnya dengan kehadiran batu bertulis
Purnawarman di Pasir Muara dan Pasir Koleangkak yang tidak menunjukkan letak
ibukota Tarumanagara.
2.3 Catatan Sejarah Kerajaan
Sunda
a.
Sumber Dari Dalam
Rujukan awal nama
Sunda sebagai sebuah kerajaan tertulis dalam Prasasti Kebon Kopi II tahun 458
Saka (536 Masehi).[1] Prasasti itu ditulis dalam aksara Kawi, namun, bahasa
yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini terjemahannya sebagai
berikut:
Batu peringatan
ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 458 Saka, bahwa tatanan
pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda.
Beberapa orang
berpendapat bahwa tahun prasasti tersebut harus dibaca sebagai 854 Saka (932
Masehi) karena tidak mungkin Kerajaan Sunda telah ada pada tahun 536 AD, di era
Kerajaan Tarumanagara (358-669 AD ).
Rujukan lainnya
kerajaan Sunda adalah Prasasti Sanghyang Tapak yang terdiri dari 40 baris yang
ditulis pada 4 buah batu. Empat batu ini ditemukan di tepi sungai Cicatih di
Cibadak, Sukabumi. Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Kawi.
Sekarang keempat prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta, dengan
kode D 73 (Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti (menurut Pleyte):
Perdamaian dan
kesejahteraan. Pada tahun Saka 952 (1030 M), bulan Kartika pada hari 12 pada
bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama, wuku Tambir. Hari ini
adalah hari ketika raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti
Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana
Wikramattunggadewa, membuat tanda pada bagian timur Sanghiyang Tapak ini.
Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan tidak ada seorang pun yang
diperbolehkan untuk melanggar aturan ini. Dalam bagian sungai dilarang
menangkap ikan, di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai
perbatasan Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar. Jadi tulisan ini
dibuat, ditegakkan dengan sumpah. Siapa pun yang melanggar aturan ini akan
dihukum oleh makhluk halus, mati dengan cara mengerikan seperti otaknya
disedot, darahnya diminum, usus dihancurkan, dan dada dibelah dua.
Tanggal prasasti
Jayabupati diperkirakan 11 Oktober 1030. Menurut Pustaka Nusantara, Parwa III
sarga 1, Sri Jayabupati memerintah selama 12 tahun (952-964) saka (1030 -
1042AD).
b.
Sumber Dari Luar
1) Catatan
sejarah dari Cina
Menurut F. Hirt
dan WW Rockhill, ada sumber Cina tertentu mengenai Kerajaan Sunda. Pada saat
Dinasti Sung Selatan, inspektur perdagangan dengan negara-negara asing, Zhao
Rugua mengumpulkan laporan dari para pelaut dan pedagang yang benar-benar
mengunjungi negara-negara asing. Dalam laporannya tentang negara Jauh, Zhufan
Zhi, yang ditulis tahun 1225, menyebutkan pelabuhan di "Sin-t'o".[2]
Zhao melaporkan bahwa:
"Orang-oarang
tinggal di sepanjang pantai. Orang-orang tersebut bekerja dalam bidang
pertanian, rumah-rumah mereka dibangun diatas tiang (rumah panggung) dan dengan
atap jerami dengan daun pohon kelapa dan dinding-dindingnya dibuat dengan papan
kayu yang diikat dengan rotan. Laki-laki dan perempuan membungkus pinggangnya
dengan sepotong kain katun, dan memotong rambut mereka sampai panjangnya
setengah inci. Lada yang tumbuh di bukit (negeri ini) bijinya kecil, tetapi
berat dan lebih tinggi kualitasnya dari Ta-pan (Tuban, Jawa Timur). Negara ini
menghasilkan labu, tebu, telur kacang dan tanaman."
Buku perjalanan
Cina Shunfeng xiangsong dari sekitar 1430 mengatakan :
"Dalam
perjalanan ke arah timur dari Shun-t'a, sepanjang pantai utara Jawa, kapal
dikemudikan 97 1/2 derajat selama tiga jam untuk mencapai Kalapa, mereka
kemudian mengikuti pantai (melewati Tanjung Indramayu), akhirnya dikemudikan
187 derajat selama empat jam untuk mencapai Cirebon. Kapal dari Banten berjalan
ke arah timur sepanjang pantai utara Jawa, melewati Kalapa, melewati Indramayu,
melewati Cirebon."
2) Catatan
sejarah dari Eropa
Laporan Eropa
berasal dari periode berikutnya menjelang jatuhnya Kerajaan Sunda oleh kekuatan
Kesultanan Banten. Salah satu penjelajah itu adalah Tomé Pires dari Portugal.
Dalam bukunya Suma Oriental (1513 - 1515) ia menulis bahwa:
"Beberapa
orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda luasnya setengah dari seluruh pulau Jawa;
sebagian lagi mengatakan bahwa Kerajaan Sunda luasnya sepertiga dari pulau Jawa
dan ditambah seperdelapannya."
Tulisan ini yang
membawa kerancuan, dengan menyatakan bahwa kerajaan Sunda meliputi
"sepertiga dari pulau Jawa", sedangkan pada masa Pires Sunda masih
mengacu ke pelabuhan yang sekarang namanya Banten.
c.
Struktur Kerajaan dan
Birokrasi
Berdasarkan
cerita-cerita yang kita peroleh melalui cerita pantun tentang kebesaran
kerajaan , dapat diketahui bahwa kraton yang menjadi tempat bersemayam raja
pada umumnya terdiri atas lebih dari sebuah bagunan, namun karena minimnya
pengetahuan kita belum dapat dipergunakan untuk melakukan rekonstruksi kreaton
zaman itu.
d.
Kehidupan Masyarakat
a) Masyarakat
Ladang
Kelompok
masyarakat berdasarkan ekonomi dapat terbagi menjadi pangalasan (orang utas),
jurulukis (pelukis), pande dang (pandai tembaga), pande mas (pandai mas), pande
glang (pandai gelang), pande wesi (pandai besi), guru wida madu wayang (pembuat
wayang), kumbang gending (penabuh atau pembuat gamelan), tapukan (penari),
banyolan (badut), pahuma (peladang), rere angon (pengembala) dan masih bayak
yang lain.[3] Semua kelompok masyarakat tersebut melaksanakan darma dan tugas
masing-masing sesuai dengan fungsinya.
Kerajaan Sunda
adalah sebuah negara yang umumnya hidup dari pertanian , terutama dari
perladangan. Yang terbukti dari sumber-sumber berita baik tertulis maupun
lisan, diantaranya dalam cerita parahyangan. Pada umumnya manusia ladang
bertempat tinggal di ladangnya masing-masing, sehingga mereka hidup terpencil
dari peladang lain yang menjadi tetangganya.
b) Agama
dan Budaya
Agama dan budaya
yang berkembang di kerajaan Sunda sangat identik dengan kebudayaan hindu.
Pengaruh hindu ini rupanya cukup kuat, sehingga di dalam naskah sawakandarma
yang juga disebut serat dewabuda yang
berasal dari tahun 1357 kasa atau 1435 M, masih kita temukan nama-nama para
dewa agama hindu seperti Brahma, Wisnu, dan lain-lain.[4]
Sementara hasil
kebudayaan yang berkembang pada masa itu
diantaranya seni sastra, lukis, ukir, gamelan, dan sebagainya.
e.
Raja-raja Kerajaan Sunda
Di bawah ini
deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah Pangéran
Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):
·
Tarusbawa (menantu
Linggawarman, 669 - 723)
·
Harisdarma, atawa Sanjaya
(menantu Tarusbawa, 723 - 732)
·
Tamperan Barmawijaya (732
- 739)
·
Rakeyan Banga (739 - 766)
·
Rakeyan Medang Prabu
Hulukujang (766 - 783)
·
Prabu Gilingwesi (menantu
Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)
·
Pucukbumi Darmeswara
(menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)
·
Rakeyan Wuwus Prabu Gajah
Kulon (819 - 891)
·
Prabu Darmaraksa (adik
ipar Rakeyan Wuwus, 891 - 895)
·
Windusakti Prabu Déwageng
(895 - 913)
·
Rakeyan Kamuning Gading
Prabu Pucukwesi (913 - 916)
·
Rakeyan Jayagiri (menantu
Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)
·
Atmayadarma Hariwangsa
(942 - 954)
·
Limbur Kancana (putera
Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)
·
Munding Ganawirya (964 -
973)
·
Rakeyan Wulung Gadung
(973 - 989)
·
Brajawisésa (989 - 1012)
·
Déwa Sanghyang (1012 -
1019)
·
Sanghyang Ageng (1019 -
1030)
·
Sri Jayabupati (Detya
Maharaja, 1030 - 1042)
·
Darmaraja (Sang Mokténg
Winduraja, 1042 - 1065)
·
Langlangbumi (Sang
Mokténg Kerta, 1065 - 1155)
·
Rakeyan Jayagiri Prabu
Ménakluhur (1155 - 1157)
·
Darmakusuma (Sang Mokténg
Winduraja, 1157 - 1175)
·
Darmasiksa Prabu
Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)
·
Ragasuci (Sang Mokténg
Taman, 1297 - 1303)
·
Citraganda (Sang Mokténg
Tanjung, 1303 - 1311)
·
Prabu Linggadéwata
(1311-1333)
·
Prabu Ajiguna
Linggawisésa (1333-1340)
·
Prabu Ragamulya
Luhurprabawa (1340-1350)
·
Prabu Maharaja
Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
·
Prabu Bunisora
(1357-1371)
·
Prabu Niskalawastukancana
(1371-1475)
·
Prabu Susuktunggal
(1475-1482)
·
Jayadéwata (Sri Baduga
Maharaja, 1482-1521)
·
Prabu Surawisésa
(1521-1535)
·
Prabu Déwatabuanawisésa
(1535-1543)
·
Prabu Sakti (1543-1551)
·
Prabu Nilakéndra
(1551-1567)
·
Prabu Ragamulya atau
Prabu Suryakancana (1567-1579)
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kerajaan
Sunda merupakan kerajaan pecahan dari kerajaan tarumanegara. Kerajaan Sunda
beribu kota di Parahyangan Sunda. Sementara itu menurut prasasti Astana Gede
(Kawali – Ciamis) ibu kota kerajaan Sunda berada di Pakwan Pajajaran. Mengenai
perpindahan kerajaan ini tak diketahui alasannya. Akan tetapi, hal-hal yang
bersifat ekonomi, keamanan, politik, atau bencana alam lazim menjadi alasan
perpindahan pusat ibu kota suatu kerajaan.
Kerajaan
Sunda menguasai daerah Jawa Barat untuk waktu yang lama, diantara rajanya, yang
terkenal adalah Jaya Bhupati dan Sri Baduga Maharaja.