KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Bekasi,10 September 2018
Penyusun
BAB IPenyusun
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian
merupakan basis perekonomian Indonesia, walaupun sumbangsih nisbi (relative
contribution).Sektor pertanian dalam perekonomian diukur berdasarkan proporsi
nilai tambahnya dalam membentuk produk domestik bruto (PDB) atau pendapaan
nasional tahun demi tahun kian mengecil,hal ini bukanlah berarti nilai dan
peranannya semakin tidak bermakna. Nilai tambah sektor pertanian dari waktu ke
waktu tettap selalu meningkat. Kecuali itu, peranan sektor ini dalam menyerap
tenaga kerja tetap terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia, yang sebagian
besar tinggal di daerah pedesaan, hingga saat ini masih menyandarkan mata
pencahariannya pada sektor pertanian.
Transformasi
struktural perekonomian Indonesia menuju ke corak yang industrual tidak dengan
sendirinya melenyapkan nuansa agraritasnya.Berbagai teori pertumbuhan ekonomi
klasik dan studi Bank Dunia menunjukan,bahwa sukses perkembangan sektor
industri di suatu negara selalu diiringi dengan perbaikan produktifitas dan
pertumbuhan berkelanjutan di sektor pertanian.Selain menyediakan kebutuhan
pangan bagi penduduk serta menyerap tenaga kerja, sektor pertanian juga merupakan
pemasok bahan baku bagi sektor industri dan menjadi sumber penghasil devisa.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa
definisi pertanian?
2) Bagaimana
perkembangan sektor pertanian?
3) Apa
saja yang termasuk subsektor pertanian?
4) Apa
Pentingnya sektor pertanian?
1.3 Tujuan
1) Mengetahui
definisi pertanian
2) Mengetahui
bagaimana perkembangan sektor pertanian
3) Mengetahui
apa saja yang termasuk subsektor pertanian
4) Mengetahui
pentingnya pertanian
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sektor
Pertanian
Pertanian
yang dimaksud dalam konsep pendapatan nasional adalah pertanian dalam arti
luas.Di Indonesia, ada 5 subsektor pertanian yaitu sektor tanaman
pangan,perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Sektor
pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia.Seiring
dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa
depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor
pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring
dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai
permasalahan.Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan
jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan
luar Jawa.Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk
bertani.Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk
tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga
bertambah.Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin
berkurang.
Bagian
terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup
pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDBdunia.Sejarah Indonesia
sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor
pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat
penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial
masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.Berdasarkan data BPS tahun 2002,
bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3%
penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik
bruto, begitu pula yang ada di Indonesia.
2.2 Perkembangan Sektor
Pertanian
1. Petani pada Zaman Kerajaan- kerajaan
Indonesia Kuno
Petani
yang dihadapi pemerintah Indonesia pada tahun 1980, ternyata tidak memiliki
ciri- ciri yang terlalu berbeda dengan petani pada zaman tanam paksa tahun
1830- 1870 atau bahkan zaman Kerajaan Mataram. Ini tidak berarti bahwa pikiran
petani sama sekali tidak mengalami perubahan selama 600 tahun ini. Yang
dimaksudkan adalah psikologi para petani dalam melakukan pekerjaan bertani,
yaitu mengolah dan menanami tanahnya selalu merupakan fungsi atau berkaitan
erat dengan motivasi mereka. Motivasi ini pada gilirannya berhubungan erat
dengan harapan- harapan yang ada pada mereka. Harapan- harapan ini selalu ada
hubungannya dengan apa yang dapat dijanjikan pemerintah.
Pada
masa ini bertani merupakan kehidupan pokok rakyat. Pemerintah memperoleh sumber
penerimaannya semata- mata dari pertanian. Penerimaan negaraterutama terdiri
atas pembayaran in natura dan jasa- jasa tenaga kerja penggarap tanah. Untuk
mengerjakan tanah pertaniannya mereka mempergunakan alat yang sederhana berupa
pacul, bajak, garu dan parang yang dibuat setempat.ternak juga merupakan tenaga
pembantu yang paling penting untuk mengerjakan tanah.
Campur
tangan pemerintah secara langsung untuk memajukan pertanian sama sekali tidak
ada. Pertanian adalah urusan petani. Pemerintsh tidak menganggap perlu dan
rupanya juga tidak dianggap perlu untuk mengetahui hal ihwal bertani. Tidak
dapat dibayangkan seorang raja atau pangeran berkunjung ke desa dan berdiskusi
dengan petani mengenai masalah usaha tani. Hal tersebut diserahkan seluruhnya
kepada petinggi, bekel atau lurah yang merupakan pejabat di desa.
2. Petani pada Masa Penjajahan
Belanda
yang datang pada tahun 1596 di Banten adalah mula- mula dalam rangka berdagang
rempah- rempah. Dan pada saat itu ditemuinya bangsa- bangsa Portugis, Spanyol,
Inggris, India, Cina dan Arab yang sudah melakukan hubungan dagang dengan
bangsa Indonesia. Selama hampir 100 tahun sejak VOC didirikan tahun 1602 bangsa
Belanda tidak pernah sungguh- sungguh merajai perdagangan di Indonesia. Baru
setelah meninggalnya Sultan Agung pada tahun 1645 dan jatuhnya Banten pada
tahun 1683, maka kekuasaan Belanda menjadi lebih mantap. Di luar Jawa, Belanda
terus- menerus mendapat tantangan dari Makassar, Minangkabau dan Aceh. Bahkan
pada pertengahan pertama abad 19 masih terjadi Perang Diponegoro (1825- 1830)
yang banyak sekali menguras keuangan pemerintah Hindia Belanda dan sangat
melemahkan kedudukan pemerintah kolonial Belanda.
Dari
segi ekonomi selalu dipertimbangkan berapa uang masuk yang akan diterima
pemerintah Belanda dari jajahannya di Indonesia, dibanding uang keluar untuk
membiayai pemerintah jajahan. Pertimbangan inilah yang paling menonjol pada
saat diputuskan sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) pada tahun 1930.
Selanjutnya praktek penyimpangan membuat kabur peraturan- peraturan yang
seharusnya diberlakukan. Satu penyimpangan dilakukan karena adanya kelainan
setempat, tetapi kelainan ini justru mengakibatkan satu reaksi yang berlainan
pula. Demikian seterusnya, keadaan menjadi semakin kacau dan semakin jauh dari
tujuan semula yang kelihatannya sangat terpuji.
Setelah
melalui masa transisi untuk menghapuskan sistem Tanam Paksa, maka dengan
Undang- Undang Agraria 1870, dibukalah Indonesia bagi modal swasta Belanda,
Inggris dan modal- modal swasta lain dari Eropa. Dengan cara demikian,
pemerintah Belanda dapat menyewakan tanah-tanah pertanian yang tidak dituntut
pihak lain kepada perkebunan-perkebunan dan pemilik modal bangsa Eropa dalam
jangka panjang yaitu 75 sampai 99 tahun. Keadaan inilah yang kelak dianggap
menghambat kemajuan petani kecil di bidang perkebunan yang kemudian harus
dihapus. Petani harus dikembalikan menjadi bebas.
Setelah
berakhirnya masa liberal yang resminya pada tahun 1900, mulailah pada abad
ke-20 apa yang kita kenal dengan politik etik. Politik ini diterima oleh pemerintah
Belanda setelah melalui perjuangan keras oleh para pendukungnya seperti
Multatuli karena eksploitasi Indonesia rupanya telah dianggap cukup jauh.
Inilah permulaan dari program- program pemerataan yang terkenal dengan program
yaitu edukasi, irigasi dan emigrasi. Selama 45 tahun berikutnya, penduduk Jawa
telah menjadi semakin banyak, pemilikan tanah petani menjadi semakin kecil, dan
kemiskinan di pedesaan semakin menghimpit. Sampai akhirnya Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan dan
memutuskan melepaskan diri dari penjajahan dan segala ikatan Be;landa
pada Agustus 1945.
3. Petani Indonesia Sesudah Kemerdekaan
Tidak
ada keraguan bahwa dewasa ini petani Indonesia menyadari, mereka bukan lagi
kuli, yang berarti pemilik tanah dengan segala kewajiban dan bebannya. Pada
permulaan, perubahan status petani ini tidak begitu kelihatan dan petani tidak
menyadari benar hakikatnya dan bagaimana memanfaatkannya.
Sesudah
kemerdekaan, pajak kepala (capitation atau head tax) menurut mereka paling
logis untuk segera dihapuskan. Pajak kepala ini dihapuskan pada tahun 1964,
diikuti oleh penggantian pajak tanah dengan pajak pendapatan pada tahun 1951,
dan perubahan hak menggunakan tanah (hak anggaduh) dengan hak milik (hak
andarbe).
Tanpa
disadari, pada masa kemerdekaan masih dapat terjadi peristiwa pemaksaan dalam
praktek- praktek bertani. Namun, di kemudaian hari betapa masih banyak aspek
sosiologi dan psikologi petani yang masih perlu kita dalami untuk mensukseskan
program- program pertanian Indonesia. Memang cara dan gaya hidup petani kita
adalah amat sederhana. Namun, karena kesederhanaannya itulah kadang- kadang
kita agak meremehkan berbagai faktor yang ada di belakangnya.
2.3 Subsektor Pertanian
1. Subsektor Tanaman Pangan
Subsektor tanaman pangan sering juga disebut
sebagai subsektor pertanian rakyat. Hal ini karena biasanya rakyatlah yang
mengusahakan sektor tanaman pangan, bukan perusahaan atau pemerintah.Sektor ini
mencakup komoditas-komoditas bahan makanan seperti: padi, jagung, ketela pohon,
kacang tanah, kedelai, serta sayur dan buah-buahan.
Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian
dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan
nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah, pengentasan
kemiskinan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa, serta menjadi
penarik bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan untuk industri
hilir yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional. Peranan tanaman pangan telah terbukti secara empiris, baik dikala
kondisi ekonomi normal maupun saat menghadapi krisis.
Pertanian tanaman pangan sangat relevan
untuk dijadikan sebagai pilar ekonomi di daerah, mengingat sumber daya ekonomi
yang dimiliki setiap daerah yang siap didayagunakan untuk membangun ekonomi
daerah adalah sumber daya pertanian tanaman pangan, seperti sumber daya alam
(lahan, air, keragaman hayati, agro-klimat). Subsektor tanaman pangan memegang
peranan penting sebagai pemasok kebutuhan konsumsi penduduk, khusus di Indonesia
tanaman pangan juga berkedudukan strategis dalam memelihara stabilitas ekonomi
nasional. Oleh karena itu, subsektor tanaman pangan mendapat perhatian lebih
dari pemerintah.
a. Produksi
Subsektor
tanaman pangan merupakan penyumbang terbesar nilai tambah sektor pertanian.
Selama periode 1988-1994 sembangan subsektor ini rata-rata di atas 9 persen
setiap tahun, sedangkan sembangan subsektor lain hanya mencapai 4 persen.
Produksi
tanaman pangan dapat ditingkatkan melalui perluasan areal (ekstensifikasi) dan
peningkatan produktivitas (intensifikasi). Tersedianya lahan yang lebih luas
dan teknologi produksi yang mampu menaikan produktivitas tidak dengan
sendirinya akan mendorong petani untuk lebih giat menanam, kecuali jika
terdapat rangsangan ekonomi yang dapat berupa harga sarana produksi yang
terjangkau, kemudahan mendapatkan sarana produksi, harga jual, serta teknologi
dan sarana penanganan pascapanen yang mampu menjaga keawetan produk. Tanpa hal
ini areal yang luas dan teknologi tidak akan berguna. Petani tidak bisa dipaksa
untuk memenuhi target kita karena mereka juga mamiliki kepentingan sendiri.
b. Konsumsi
Perkembangan
subsektor pertanian tidak hanya berhasil mencukupi penduduk akan pangan, tetapi
juga memperbaiki pola konsumsi masyarakat. Konsumsi kalori dan protein penduduk
(perkapita per hari) dalam periode 1980-1990 meningkat. Tanaman padi-padian
masih menjadi sumber utama bagi kaloro dan protein. Hal ini mudah dipahami
mengingat beras masih merupakan bahan pangan utama.
2. Subsektor Perkebunan
Subsektor
perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling
konsisten, baik ditinjau dari areal maupun produksi. Secara keseluruhan, areal
perkebunan meningkat dengan laju 2.6% per tahun pada periode tahun 2000-2003,
dengan total areal pada tahun 2003 mencapai 16.3 juta ha. Dari beberapa
komoditas perkebunan yang penting di Indonesia (karet, kelapa sawit, kelapa,
kopi, kakao, teh, dan tebu), kelapa sawit, karet dan kakao tumbuh lebih pesat
dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya dengan laju pertumbuhan diatas
5% per tahun. Pertumbuhan yang pesat dari ketiga komoditas tersebut pada
umumnya berkaitan dengan tingkat keuntungan pengusahaan komoditas tersebut
relatif lebih baik dan juga kebijakan pemerintah untuk mendorong perluasan
areal komoditas tersebut.
Tabel
1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Indonesia (1000 Ha)
Komoditi
|
Tahun
|
Pertumbuhan
|
|
2000
|
2003
|
(% per tahun)
|
|
Karet
|
3 372.4
|
4 125.6
|
7.0
|
Kelapa Sawit
|
3 769.6
|
4 793.0
|
8.3
|
Kelapa
|
3 696.0
|
3 909.9
|
1.9
|
Kopi
|
1 260.7
|
1 293.8
|
0.9
|
Kakao
|
749.9
|
917.6
|
7.0
|
Tebu
|
340.6
|
336.2
|
-0.4
|
T e h
|
153.7
|
152.2
|
-0.3
|
Lainnya
|
2 101.2
|
1 099.7
|
-19.4
|
Total
|
15 103.5
|
16 291.8
|
2.6
|
Sumber:
Direktorat Bina Produksi Perkebunan (2004)
Sejalan
dengan pertumbuhan areal.Produksi perkebunan juga meningkat dengan konsisten
dengan laju 7.6% pada tahun 2000-2003, dengan total produksi mencapai 19.6 juta
ton pada tahun 2003 (Tabel 2).CPO dari kelapa sawit dan karet merupakan dua
komoditas yang mempunyai kontribusi yang dominan.Produksi kelapa sawit tumbuh
pesat dengan laju 12.1% per tahun.Pertumbuhan produksi komoditas kakao dan kopi
juga relatif pesat pada periode tersebut. Meningkatnya harga-harga produk
perkebunan pada tahun 2003 merupakan salah satu faktor pendorong peningkatan produksi
tersebut.
Tabel
2. Perkembangan Produksi Produksi Perkebunan
Komoditi
|
Tahun
|
Pertumbuhan
|
|
2000
|
2003
|
(% per tahun)
|
|
Karet
|
1 501.4
|
1 630.3
|
2.8
|
Kelapa Sawit
|
7 580.5
|
10 682.9
|
12.1
|
Kelapa
|
3 047.0
|
3 241.5
|
2.1
|
Kopi
|
554.6
|
691.1
|
7.6
|
Kakao
|
421.1
|
572.6
|
10.8
|
Gula
|
1 690.0
|
1 700.0
|
0.2
|
T e h
|
162.6
|
168.1
|
1.1
|
Lainnya
|
2 472.9
|
2 618.0
|
1.9
|
Total
|
15 740.1
|
19 604.5
|
7.6
|
Sumber:
Direktorat Bina Produksi Perkebunan (2004)
Dengan
perkembangan yang cukup konsisten, subsektor perkebunan mempunyai peran
strategis, baik dalam pembangunan ekonomi secara nasional, maupun dalam
menjawab isu-isu global.
Peran
Subsektor Perkebunan dalam Pembangunan Nasional
Sebagai
salah satu subsektor penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan
secara tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian
Indonesia.Sebagai negara berkembang dimana penyediaan lapangan kerja merupakan
masalah yang mendesak, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang cukup
signifikan.Sampai dengan tahun 2003, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh
subsektor perkebunan diperkirakan mencapai sekitar 17 juta jiwa.Jumlah lapangan
kerja tersebut belum termasuk yang bekerja pada industri hilir
perkebunan.Kontribusi dalam penyediaan lapangan kerja menjadi nilai tambah
sendiri, karena subsektor perkebunan menyediakan lapangan kerja di pedesaan dan
daerah terpencil.Peran ini bermakna strategis karena penyediaan lapangan kerja
oleh subsektor berlokasi di pedesaan sehingga mampu mengurangi arus urbanisasi.
Subsektor
perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai kontribusi penting
dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap
produk domestik bruto (PDB).Dari segi nilai absolut berdasarkan harga yang
berlaku.PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 33.7 triliun pada tahun
2000 menjadi sekitar Rp 47.0 triliun pada tahun 2003, atau meningkat dengan
laju sekitar 11.7% per tahun (Tabel 3).Dengan peningkatan tersebut, kontribusi
PDB subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah sekitar 16 %. Terhadap
PDB secara nasional tanpa migas, kontribusi subsektor perkebunan adalah sekitar
2.9 % atau sekitar 2.6 % PDB total.Jika menggunakan PDB dengan harga konstan
tahun 1993, pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah
17.6%, sedangkan terhadap PDB nonmigas dan PDB nasional masing-masing adalah
3.0% dan 2.8%.
Tabel
3. Nilai dan Kontribusi PDB Subsektor Perkebunan
Sektor
|
PDB Harga Berlaku
(Rp. trilyun)
|
Pangsa Perkebunan Terhadap (%)
|
|||
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
||
Perkebunan
|
33.7
|
37.4
|
42.0
|
47.0
|
100.0
|
Pertanian, Peternakan, Hutan, Perikanan
|
217.9
|
244.7
|
275.2
|
296.2
|
15.9
|
Total PDB
tanpa Gas
|
1 081.4
|
1 279.2
|
1 433.8
|
1 594.9
|
2.9
|
Total PDB
|
1 264.9
|
1 467.7
|
1 610.6
|
1 786.7
|
2.6
|
Sejalan
dengan pertumbuhan PDB. subsektor perkebunan mempunyai peran srategis terhadap
pertumbuhan ekonomi.Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi yang dimulai
tahun 1997, subsektor perkebunan kembali menujukkan peran strategisnya.Pada
saat itu, kebanyakan sektor ekonomi mengalami kemunduran bahkan kelumpuhan
dimana ekonomi Indonesia mengalami krisis dengan laju pertumbuhan –13% pada
tahun 1998. Dalam situasi tersebut, subsektor perkebunan kembali menunjukkan
kontribusinya dengan laju pertumbuhan antara 4%-6% per tahun.
Ketika
ekonomi Indonesia mulai membaik, kontribusi dalam hal pertumbuhan, terus
menunjukkan kinerja yang konsisten.Selama periode 2000-2003, laju pertumbuhan
subsektor perkebunan selalu diatas laju pertumbuhan ekonomi secara nasional
(Tabel 4).Sebagai contoh, pada tahun 2001, ketika laju pertumbuhan ekonomi
secara nasional adalah sekitar 3.4%, subsektor perkebunan tumbuh dengan laju
sekitar 5.6%.Situasi ini menunjukkan bahwa subsektor perkebunan dapat berperan
sebagai salah satu subsektor andalan dalam hal pertumbuhan, baik pada saat
ekonomi dalam keadaan boomingmaupun pada saat krisis.
Tabel
4. Perkembangan Ekspor Produk Perkebunan
Komoditi
|
Volume (1000 Ton)
|
Pertumbuhan
|
Nilai (Juta US$)
|
Pertumbuhan
|
||
2000
|
2002
|
(% per tahun)
|
2000
|
2002
|
(% per tahun)
|
|
Karet
|
1 379.6
|
1 496.0
|
0.0
|
888.6
|
1 037.5
|
0.1
|
Kelapa Sawit
|
4 688.8
|
6 407.5
|
0.2
|
1 326.4
|
2 348.6
|
0.3
|
Kopi
|
352.9
|
325.0
|
0.0
|
467.8
|
223.9
|
-0.3
|
Kakao
|
424.1
|
465.6
|
0.1
|
341.8
|
701.0
|
0.4
|
T e h
|
105.6
|
100.1
|
0.0
|
112.1
|
103.4
|
0.0
|
Lainnya
|
2 538.0
|
819.3
|
||||
Total
|
9 489.0
|
3 956.0
|
Karena
subsektor perkebunan umumnya berkembang di wilayah pedesaan, marginal, dan
kadang terpencil, subsektor perkebunan mempunyai peran strategis dalam
pengembangan wilayah yang pedesaan dan terpencil.Di samping dilakukan oleh perusahaan
negara (PTPN) dan perusahaan swasta, pengembangan berbagai program pembangunan
melalui pola PIR atau pola berbantuan lainnya mempunyai kontribusi yang
signifikan.Keberadaan perkebunan telah memberi kontribusi signifikan pada
pertumbuhan di wilayah.Berkembangnya berbagai industri pendukung perkebunan,
sektor jasa transportasi, konstruksi, dan perdagangan tidak terlepas dari
multiplier effectpembangunan perkebunan di wilayah tersebut.
Krisis
ekonomi yang dialami oleh Indonesia dan negara – negara yang sedang berkembang
di penghujung abad kedua puluh (tahun 1997/ 1998) telah menunjukkan kehandalan
sektor pertanian dan membangkitkan keyakinan serta harapan bahwa sektor
pertanian dapat difungsikan sebagai penggerak pembangunan nasional.
3. Subsektor perhutanan
Subsektor
kehutanan secara kelembagaan ada dibawah naungan departemen kehutanan, berbeda
dengan subsektor lain yang ada di bawah naungan departemen pertanian.Dalam
kedudukannya sebagai bagian dari sektor pertanian, hasil utama subsektor
kehutanan adalah kayu.Hasil hutan lainnya disebut sebagai hasil ikutan.Nilai
akhir dari hasil-hasil hutan yang belum diolah inilah yang termasuk ke dalam
nilai produk sektor pertanian dalam perhitungan psoduk domestik bruto.Sedangkan
nilai tambah hasil-hasil hutan yang sudah diolah terutama kayu olahan dalam
perhitungan PDB dimasukan sebagai nilai produk sektor industri.
Berdasarkan
tata gunanya hutan di Indonesia dibedakan menjadi hutan lindung, hutan suaka
alam, dan hutan wisata, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan
hutan produksi yang dapat dikonversi.
Hutan yang diusahakan untuk diambil hasilnya
adalah hutan yang dapat atau boleh dikonversi diantaranya berupa areal hutan
tanaman industri.Pengelolaan hutan produksi dijalankan oleh
perusahaan-perusahaan berdasarkan hak pengusahaan.
4. Subsektor peternakan
Sembilan puluh persen sektor peternakan
diusahakan oleh rakyat, sekitar persentase itu pula produksi telur dan daging
berasal dari usaha peternakan rakyat, hanya sebesar sepuluh persen yang
diusahakan oleh perusahaan-perusahaan.Peternakan rakyat memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a.
Skala usaha kecil
b.
Teknologi sederhana
c.
Bersifat padat karya dan
berbasis keluarga serumah
d.
Produktibitas dan mutu
produk rendah
Produk subsektor peternakan meliputi daging,
telur, dan susu. Usaha yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas
peternakan meliputi:
a. Intensifikasi
Intensifikasi
dilaksanakan dengan meningkatkan produktivitas peternakan rakyat melalui
pemberantasan penyakit dan pelaksanaan inseminasi buatan. Inseminasi buatan
adalah peletakan sperma ke follicle ovarian (intrafollicular), uterus
(intrauterine), cervix (intracervical), atau tube fallopian (intratubal) wanita
dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami. Teknik modern
untuk inseminasi buatan pertama kali dikembangkan untuk industri ternak untuk
membuat banyak sapi dihamili oleh seekor sapi jantan untuk meningkatkan
produksi susu.
b. Ekstensifikasi
Langkah
ekstensifikasi diusahakan dengan pengusahaan usaha-usaha swasta di bidang
peternakan dan industri pengolahan hasil-hasil ternak, antara lain dengan
meberikan kredit jangka panjang bagi peternak atau investor.
c. Diversifikasi dan Perbaikan mutu.
Dilakukan
melalui pemaduan usaha peternakan dengan usaha tani lainnya. Adapun perbaikan
mutu ternak diusahakan dengan meningkatkan penyebaran dan pembiakan bibit
ternak unggul di kalangan petani ternak.
Populasi
ternak di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan terutama
pertumbuhan ayam pedaging. Namun meskipun mengalami peningkatan, subsektor
peternakan masih belum sepenuhnya terbangun optimal. Para peternak belum
memiliki daya tawar yang mantap, mereka cenderung menerima dari para pedagang
atau perantara dalam bisnis peternakan.
5. Subsektor perikanan
Subsektor perikanan berbeda dengan keempat
subsektor lainnya. Tanaman pangan dan peternakan bersifat substitusi impor,
sedangkan perkebunan dan kehutanan cenderung diprioritaskan untuk memenuhi
keperluan dalam negeri. Namun subsektor perikanan disamping untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri juga sebagai komoditas ekspor. Dilihat dari tempat
budidayanya, subsektor ini dibedakan menjadi perikanan darat dan perikanan
laut.
Subsektor perikanan cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Hal ini bersumber pada dua faktor yang mempengaruhinya, yaitu
pertambahan jumlah rumah tangga perikanan serta produktivitas jumlah rumah
tangga perikanan yang berkembang.
Produktivitas perikanan di Indonesia
sebenarnya masih bisa lebih bagus lagi mengingat Indonesia sebagai negara
perairan.Penyebabnya adalah perikanan laut yang 75 % menguasai sektor perikanan
terhambat produksinya karena sarana yang kurang memadai.Banyak penangkap ikan
yang hanya terdiri dari kapal-kapal kecil dan menengah.Penyebab kedua,
rendahnya pertumbuhan subsektor perikanan ialah menurunnya nilai produksi ikan
akibat adanya larangan mengoperasikan pukat harimau.Apabila kapal-kapal
penangkap ikan junis pukat harimau diijinkan beroperasi maka hal tersebut akan
menurunkan hasil produktivitas perikanan kecil. Ketiga, sering terjadinya
pencurian ikan secra besar-besaran oleh kapal-kapal asing yang lolos dari
patroli pantai perairan.Keempat berkaitan dengan perikanan darat, khususnya
produksi udang yakni rendahnya produktivitas lahan udang.Sampai tahun 1990
produktivitas tambak udang di Indonesia rata-rata hanya 0,5 ton per hektar
padahal beberapa negara tetangga produksinya mencapai 5 ton per hektar.
Subsektor ini tidak terlalu mendapat
perhatian serius dari pemerintah, khususnya bila dibandingkan dengan subsektor
tanaman pangan.Hal ini karena tanaman pangan yang lebih dominan penting
dibanding dengan perikanan.
2.4 Pentingnya Sektor
Pertanian
Peran
sektor pertanian dalam perekonomian yang paling utama adalah pertanian sebagai
mata pencaharian yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.Sebagai contoh,
sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Deli Serdang masih
sangat dominan terutama tanaman bahan makanan dan perkebunan.Namun demikian,
konstribusi sektor pertanian terhadap pembentukan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) kabupaten Deli Serdang dari tahun ke tahun cenderung mengalami
penurunan.Jika tahun 2004 sektor ini menyumbang sebesar 15,29 % berturut-turut
turun menjadi 13,34 % pada tahun 2005, menjadi 12,19 pada tahun 2006 dan
kembali menurun pada tahun 2007 menjadi 11,17 % serta tahun 2008 menjadi
10,82%.
Pada
periode 2004 – 2008 untuk Tanaman Bahan Makanan yang didominasi oleh komoditi
padi dan palawija cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 5,22 % pada tahun
2004 menjadi 5,24 % pada tahun 2005 dan naik menjadi 5,60 % tahun 2006. Namun
pada tahun 2007 kontribusi subsektor ini mengalami penurunan menjadi sebesar
5,11 % dan kembali naik pada tahun 2008 menjadi 5,26%, hal tersebut dimungkinkan
oleh semakin berkurangnya luas lahan sawah sebagai akibat alih fungsi lahan
antara lain dari tanah lahan persawahan/ladang menjadi pemukiman
Sektor
pertanian sampai saat ini masih merupakan basis ekonomi rakyat di pedesaan,
menguasai hajat hidup sebagian besar penduduk, menyerap lebih dari sepertiga
jumlah tenaga kerja di Kabupaten Deli serdang.Pada tahun 2008, dari total
645.977 pekerja umur 10 tahun keatas di Kabupaten ini adalah sebanyak 219.061
jiwa atau 33,91% nya bekerja di sektor pertanian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertanian
yang dimaksud dalam konsep pendapatan nasional adalah pertanian dalam arti
luas.Di Indonesia, ada 5 subsektor pertanian yaitu sektor tanaman
pangan,perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Perkembangan
petani di Indonesia dibagi kedalam 3 zaman yaitu:
1) Petani
pada zaman kerajaan- kerajaan Indonesia kuno
2) Petani
pada masa penjajahan
3) Petani
Indonesia sesudah kemerdekaan
Di
Indonesia, sektor pertanian dalam arti luas ini dipilah- pilah menjadi lima
subsektor yaitu:
1) Subsektor
tanaman pangan
2) Subsektor
perkebunan
3) Subsektor
kehutanan
4) Subsektor
peternakan
5) Subsektor
perikanan
Peran
sektor pertanian dalam perekonomian yang paling utama adalah pertanian sebagai
mata pencaharian yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.Sebagai contoh,
sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Deli Serdang masih
sangat dominan terutama tanaman bahan makanan dan perkebunan.Namun demikian,
konstribusi sektor pertanian terhadap pembentukan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) kabupaten Deli Serdang dari tahun ke tahun cenderung mengalami
penurunan.Jika tahun 2004 sektor ini menyumbang sebesar 15,29 % berturut-turut
turun menjadi 13,34 % pada tahun 2005, menjadi 12,19 pada tahun 2006 dan
kembali menurun pada tahun 2007 menjadi 11,17 % serta tahun 2008 menjadi
10,82%.