KATA
PENGANTAR
Puji dan puji
syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan
batas waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
junjungan kita baginda Rasulullah SAW, yang telah membawa manusia dari alam
jahiliah menuju alam yang berilmu seperti sekarang ini.
Makalah ini
dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu
sudah sepantasnyalah kami mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besar buat
mereka yang telah berjasa membantu kami selama proses pembuatan makalah ini
dari awal hingga akhir.
Namun, kami
menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang belum sempurna dan luput
dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari teknik
penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi
perbaikan makalah ini ke depannya.
Akhirnya, besar
harapan kami makalah ini dapat memberikan manfaat yang berarti untuk para
pembaca. Dan yang terpenting adalah semoga dapat turut serta memajukan ilmu
pengetahuan.
Bekasi, 25 januari 2022
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat
wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero
dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang
ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk
ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate
pada tahun 1512, raja Ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah.
Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah
Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah
Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga
Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainul Abidin
yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan
Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
rumusan permasalahan dalam makalah ini adalah kerajaan-kerajaan Islam apa saja
yang ada di pulau Maluku.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Tanah Hitu
Kerajaan Tanah
Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Ambon, Maluku.
Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang
bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh empat
perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya raja. Kerajaan
Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran
yang sangat penting di Maluku, di samping melahirkan intelektual dan para
pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali,
Tagglukabessy, Kakiali, dan lainnya yang tidak tertulis di dalam sejarah Maluku
sekarang, yang beribu kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan
imperialisme barat ke wilayah nusantara.
Kerajaan ini
memiliki hubungan erat dengan berbagai kerajaan Islam di Pulau Jawa seperti
Kesultanan Tuban, Kesultanan Banten, Sunan Giri di Jawa Timur dan Kesultanan
Gowa di Makassar seperti dikisahkan oleh Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu,
begitu pula hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (Al Jazirah Al
Muluk; semenanjung raja-raja) seperti Kerajaan Huamual (Seram Barat), Kerajaan
Iha (Saparua), Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo dan
Kerajaan Makian.
Sesudah
perginya Portugis, Belanda makin mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan
benteng pertahanan di Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai kaki Gunung
Wawane. Akibat politik adu domba yang dilancarkan oleh Belanda maka ketiga
perdana (Perdana Totothatu, Perdana Jamilu dan Perdana Patituban) pergi
meninggalkan Hitu dan mendirikan negeri baru, dan kemudian Negeri tersebut
dinamakan Negeri Hila yaitu negeri Hila sekarang dan negeri asal mereka negeri
Hitu berganti nama menjadi negeri Hitu yang lama.
Belanda tiba di
Tanah Hitu pada tahun 1599 dan kemudian mendirikan kongsi dagang bernama VOC
pada tahun 1602 sejak itulah terjadi perlawanan antara Belanda dengan Kerajaan
Tanah Hitu, karena mendirikan monopoli dagang tersebut. Puncaknya terjadi
Perang Hitu II atau Perang Wawane yang dipimpin oleh Kapitan Pattiwane II
keturunan dari perdana Patituban dan Tubanbesi II, yaitu Kapitan Tahali Elei tahun
1634 -1643. Perlawanan terakhir yaitu Perang Kapahaha (1643 - 1646) yang
dipimpin oleh Kapitan Talukabesi (Muhammad Uwen) dan Imam Ridjali setelah Kapitan
Tahali Elei menghilang. Berakhirnya Perang Kapahaha ini Belanda dapat menguasai
Jazirah Lei Hitu.
Belanda
melakukan perubahan besar-besaran dalam struktur pemerintahan Kerajaan Tanah
Hitu yaitu mengangkat Orang Kaya menjadi raja dari setiap uli sebagai raja
tandingan dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu yang lama sebagai pusat kegiatan
pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu dibagi menjadi dua daerah administrasi yaitu
Hitulama dengan Hitumessing dengan politik pecah belah inilah (devide et impera). Belanda benar-benar
menghancurkan pemerintah Kerajaan Tanah Hitu sampai akar-akarnya.
B. Kerajaan Iha
Kerajaan Iha adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau
Saparua, Maluku. Di Pulau Saparua sampai pada masa penjajahan Belanda ada dua
kerajaan yang terkenal yaitu Iha dan Honimoa (Siri Sori Islam). Kedua kerajaan
Islam yang cukup berpengaruh ini sempat dikenal sebagai sapanolua artinya dua
sampan atau dua perahu. Yang dimaksudkan ialah pulau Saparua mempunyai dua
jasirah yang besar yang di atasnya berkuasa dua orang raja dengan tanahnya yang
sangat luas itu yaitu di sebelah utara Raja Iha dengan kerajaannya dan di
sebelah tenggara Raja Honimoa (Siri Sori dengan Kerajaannya). Kerajaan Iha
terlibat dalam sebuah perlawanan melawan kolonial Belanda yang disebut Perang
Iha (1632-1651) yang mengakibatkan kerajaan ini kehilangan sebagian daerah dan
rakyatnya sehingga kemudian mengalami kemunduran.
C. Kesultanan Ternate
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah
satu dari 4 kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu
kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada
tahun 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur
Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati
kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan
militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku,
Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina
hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk
Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate
terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala
marga). Merekalah yang pertama-tama mengadakan hubungan dengan para pedagang
yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate semakin
heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh
karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering
datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole Guna pemimpin Tobona
diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan
mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai
kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan
Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin
besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau
kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin
besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka
mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa
generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang
hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan
terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
Sepeninggal Sultan Baabullah, Ternate mulai melemah, Kerajaan Spanyol
yang telah bersatu dengan Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai kembali
Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat
kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk
menghalau Spanyol namun gagal, bahkan Sultan Said Barakati berhasil ditawan
Spanyol dan dibuang ke Manila.
Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan
Belanda pada tahun 1603. Ternate akhirnya berhasil menahan Spanyol namun dengan
imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai
Ternate. Pada tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak
monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Pada
tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan
benteng pertama mereka di nusantara.
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda
dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Di antaranya
adalah Pangeran Hidayat (15??-1624), raja muda Ambon yang juga merupakan mantan
wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan
Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual
rempah–rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.
Imperium Nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak
pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah
yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil
yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi
(utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama,
adat-istiadat dan bahasa.
Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam, Ternate memiliki peran yang
besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah
timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta
penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh Sultan Zainal
Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa
perubahan yang berarti.
Keberhasilan rakyat Ternate di bawah Sultan Baabullah dalam mengusir
Portugal pada tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas
kekuatan barat, oleh karenanya Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat
Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun
sekaligus memperkukuh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal
niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat Kristen seperti halnya
Filipina.
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat
derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada
di bawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya, "Bahasa
Ternate dalam konteks bahasa-bahasa Austronesia dan Non Austronesia"
mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa
Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa
Melayu di Manado diambil dari Bahasa Ternate. Bahasa Melayu Ternate ini kini
digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur
Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda–beda.
Dua naskah surat sultan Ternate, dari Sultan Abu Hayat II kepada Raja
Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 diakui sebagai naskah Melayu
tertua di dunia setelah naskah Melayu Tanjung Tanah. Kedua surat Sultan Abu
Hayat tersebut saat ini masih tersimpan di Museum Lisabon, Portugal.
D.
Kesultanan Bacan
Kesultanan Bacan adalah suatu kerajaan yang berpusat di Pulau Bacan,
Kepulauan Maluku. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Meski berada di Maluku,
wilayahnya cukup luas hingga ke wilayah Papua Barat. Banyak kepala suku di
wilayah Waigeo, Misool yang terletak di Raja Ampat dan beberapa daerah lain
yang berada di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan.
E. Kesultanan Tidore
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore,
Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16
sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera
selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua
barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai
sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu
dengan Portugal. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun
1663 karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian
Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah
Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689),
Tidore berhasil menolak penguasaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi
daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah
raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang
naik takhta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan
agama resmi Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang
bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan
Kesultanan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang
bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah
Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh
Portugal dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugal
dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam di Maluku Utara memiliki sejarah yang panjang. Kepulauan Maluku
yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak
zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status
itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan
kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk
ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate
pada tahun 1512, raja Ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah.
Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah
Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah
Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga
Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin
yang bersyahadat pada tahun 1521. Pada tahun yang sama berdiri pula Kerajaan
Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
B.
Saran
Kepada para siswa agar jangan melupakan sejarah, terutama sejarah
masuknya Islam ke wilayah nusantara.
No comments:
Post a Comment