BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dizaman
modern yang canggih seperti saat ini, kemajuan akan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) dan seni, sangatlah berpengaruh terhadap segala aspek dalam
kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri, keberadaan IPTEK dan seni tidak
pernah lepas dengan keberadaan manusia. Manusia sebagai subjek dari
berkembangnya ilmu pengetahuan itu
sendiri. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka berkembanglah pula teknologi dan seni. Peran Islam dalam
perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam
sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki
umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam
ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah
fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam
sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi
segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam
dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak
dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari
Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari.
Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan
standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang.
Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek,
didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam
boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya
jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat
Islam memanfaatkannya, walaupun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini
dipimpin oleh peradaban barat satu abad
terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia.
Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu
mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap
kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya. Pada dasarnya kita
hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT. Ada banyak cara
untuk beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, puasa, dan
menuntut
ilmu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian IPTEK
dalam perspektif Al Qur’an?
2.
Bagaimana pengembangan
dan pelaksanaan IPTEK?
C. Tujuan Masalah
Mengetahui
tentang IPTEK dan seni serta pengembangan dan pelaksanaan dan penerapannya dalam islam dan kehidupan
manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian IPTEK
Dalam
sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat berbeda maknanya.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan panca indra, intuisi dan firasat sedangkan,
ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi
dan diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji
kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Secara etimologis kata ilmu
berarti kejelasan, oleh karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya
mempunyai ciri kejelasan. Dalam Al-Qur’an, ilmu digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek
pengetahuan sehingga memperoleh kejelasan. Dalam kajian filsafat, setiap ilmu
membatasi diri pada salah satu bidang kajian.Sebab itu seseorang yang
memperdalam ilmu tertentu disebut sebagai spesialis, sedangkan orang yang
banyak tahu tetapi tidak mendalam disebut generalis. Pandangan Al-Qur’an
tentang ilmu dan teknologi dapat diketahui prinsip- prinsipnya dari analisis
wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya (Q.S. Al- A’laq;1-5).
Istilah teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan. Dalam sudut pandang budaya,
teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis
dari ilmu pengetahuan. Meskipun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik
obyektif dan netral. Dalam situasi tertentu teknologi tidak netral lagi karena
memiliki potensi untuk merusak dan potensi kekuasaan. Disinilah letak perbedaan
ilmu pengetahuan dengan teknologi.
Namun
bagaimana dengan fenomena sekarang yang ternyata dalam kehidupan sehari-hari
nyanyian-nyanyian cinta ataupun gambar-gambar seronok yang diklaim sebagai seni
oleh sebagian orang semakin marak menjadi konsumsi orang-orang bahkan
anak-anak.Sebaiknya di kembalikan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahwa dalam
Al-Qur’an disebutkan :
“Dan
diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan
jalan Allah itu sebagai olok-olokan. Mereka itu memperoleh azab yang
menghinakan.” (QS. Luqman:6)
Diakui
bahwa iptek, disatu sisi telah memberikan “berkah” dan anugerah yang luar biasa
bagi kehidupan umat manusia. Namun disisi lain, iptek telah mendatangkan
“petaka” yang pada gilirannya mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Kemajuan dalam bidang iptek telah menimbulkan perubahan
sangat cepat dalam kehidupan uamt manusia. Perubahan ini, selain sangat cepat
memiliki daya jangkau yang amat luas. Hampir tidak ada segi-segi kehidupan yang
tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada kenyataannya telah menimbulkan
pergeseran nilai nilai dalam kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya
nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan. Dalam pandangan islam, antara agama
islam, ilmu pengetahuan, teknologi dan sains terdapat hubungan yang harmonis
dan dinamis yang terintegrasi kedalam suatu system yang disebut Dinul Islam. Didalamnya terdapat tiga unsur
pokok, yaitu aqidah,
syari’ah,
dan akhlak dengan kata lain iman, ilmu dan amal saleh. Didalam Al-Qur’an surat
Ibrahim, Allah SWT telah memberikan ilustrasi indah tentang integrasi antara
iman, ilmu dan amal :
Tidaklah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik (Dinul Islam)seperti sebatang pohon yang
baik, akarnya kokoh menghujam ke bumi dan cabangnya menjulang kelangit.
Pohon
itu mengeluarkan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu
untuk manusia agar mereka selalu ingat. (QS.Ibrahim;24-25).
Secara
lebih spesifik, integrasi Imtaq dan iptek ini diperlukan karena empat alasan.
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan
manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek
disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah SWT. Sebaliknya, tanpa asas
Imtaq, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan yang bersifat destruktif.
Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah
secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi. Kedua, pada
kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan
gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang
sangat berlawanan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa
kita. Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti
(kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan Imtaq dan nilai-nilai sorgawi
(kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah satunya, hanya
akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat sebelah, dan menyalahi
hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam kesatuan jiwa
raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat. Keempat, Imtaq menjadi landasan dan
dasar paling kuat yang akan mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup.
Tanpa dasar Imtaq, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan
keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan.
Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan
mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu.
“Dan
orang -orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh
orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu
Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah
sangat cepat perhitungan- Nya”. (Q.S. An- Nur:39).
Maka
integrasi Imtaq dan iptek harus diupayakan dalam format yang tepat sehingga
keduanya berjalan seimbang (hand in hand) dan dapat mengantar kita meraih
kebaikan dunia (hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi
al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat kita panjatkan kepada Tuhan:
“Dan
di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka”
(Q.S.
Al-Baqarah :201).
Integrasi
Imtaq dan iptek, berarti, kita harus membongkar filsafat ilmu sekuler yang
selama ini dianut. Kita harus membangun epistemologi islami yang bersifat
integralistik yang menegaskan kesatuan ilmu dan kesatuan Imtaq dan iptek
dilihat dari sumbernya, yaitu Allah SWT seperti banyak digagas oleh tokoh-tokoh
pendidikan Islam kontemporer. Selain pada pada aspek filsafat, orientasi,
tujuan, dan epistemologi pendidikan
seperti telah diuraikan di atas, integrasi Imtaq dan iptek itu perlu dilakukan
dengan metode pembelajaran yang tepat. Pendidikan Imtaq pada akhirnya harus
berbicara tentang pendidikan agama (Islam) di berbagai sekolah maupun perguruan
tinggi. Untuk mendukung integrasi pendidikan Imtaq dan iptek dalam sistem
pendidikan nasional kita, maka pendidikan agama Islam disemua jenjang
pendidikan tersebut harus dilakukan dengan pendekatan yang bersifat holistik,
integralistik dan fungsional. Dengan pendekatan holistik, Islam harus dipahami
secara utuh, tidak parsial dan
partikularistik. Pendidikan islam dapat mengikuti pola iman, Islam dan
Ihsan, atau pola iman, ibadah dan akhlakul karimah, tanpa terpisah satu dengan
yang lain, sehingga pendidikan Islam dan
kajian Islam tidak hanya melahirkan dan memparkaya pemikiran dan wacana
keislaman, tetapi sekaligus melahirkan kualitas moral (akhlaq al karimah) yang
menjadi tujuan dari agama itu sendiri. Pendidikan Islam dengan pendekatan ini
harus melahirkan budaya “berilmu amaliah dan beramal ilmiah”. Integrasi ilmu
dan amal, Imtaq dan iptek haruslah menjadi ciri dan sekaligus nilai tambah dari
pendidikan islam. Secara pendekatan integralistik, pendidikan agama tidak boleh
terpisah dan dipisahkan dari pendidikan sains dan teknologi. Pendidikan iptek
tidak harus dikeluarkan dari pusat kesadaran keagamaan dan keislaman kita. Ini
berarti, belajar sains tidak berkurang
dan lebih rendah nilainya dari belajar agama. Belajar sains merupakan perintah
Tuhan (Al -Quran), sama dan tidak berbeda dengan belajar agama itu sendiri.
Penghormatan Islam yang selama ini hanya diberikan kepada ulama (pemuka agama)
harus pula diberikan kepada kaum ilmuan (Saintis) dan intelektual. Secara
fungsional, pendidikan agama harus berguna bagi kemaslahatan umat dan mampu
menjawab tantangan dan pekembangan zaman demi kemuliaan Islam dan kaum muslim.
Dalam perspektif Islam ilmu memang tidak untuk ilmu dan pendidikan tidak untuk
pendidikan semata. Pendidikan dan pengembangan ilmu dilakukan untuk
kemaslahatan umat manusia yang seluas-luasnya dalam kerangka ibadah kepada
Allah SWT. Semetara dari segi metodologi, pendidikan dan pengajaran agama
disemua jenjang pendidikan tersebut,
tidak cukup dengan metode rasional dengan mengisi otak dan kecerdasan peserta
didik semata-mata, sementara jiwa dan spiritualitasnya dibiarkan kosong dan
hampa. Pendidikan agama perlu dilakukan dengan memberikan penekanan pada aspek afektif melalui praktik dan
pembiasaan, serta melalui pengalaman langsung dan keteladanan prilaku dan amal
sholeh. Dalam tradisi intelektual Islam klasik, pada saat mana Islam mencapai
puncak kejayaannya, aspek pemikiran teoritik (al aql al nazhari) tidak pernah
dipisahkan dari aspek pengalaman praksis (al aql al amali). Pemikiran teoritis
bertugas mencari dan menemukan kebenaran, sedangkan pemikiran praksis bertugas mewujudkan kebenaran yang ditemukan
itu dalam kehidupan nyata sehingga tugas dan kerja intelektual pada hakekatnya
tidak pernah terpisah dari realitas kehidupan umat dan bangsa. Dalam paradigma
ini, ilmu dan pengembangan ilmu tidak pernah bebas nilai. Pengembangan iptek
harus diberi nilai rabbani (nilai ketuhanan dan nilai Imtaq), sejalan dengan
semangat wahyu pertama, iqra’ bismi rabbik. Ini berarti pengembangan iptek
tidak boleh dilepaskan dari Imtaq. Pengembangan iptek harus dilakukan untuk
kemaslahatan kemanusiaan yang sebesar-besarnya dan dilakukan dalam kerangka
ibadah kepada Allah SWT.
“Barang
siapa ingin menguasai dunia dengan ilmu, barang siapa ingin menguasai akhirat
dengan ilmu, dan barang siapa ingin menguasai kedua-duanya juga harus dengan ilmu”
(Al -Hadist).
Penanaman
kesadaran pentingnya nilai-nilai agama memberi jaminan kepada siswa akan
kebahagiaan dan keselamatan hidup, bukan saja selama di dunia tapi juga kelak
di akhirat. Jika hal itu dilakukan, tidak menutup kemungkinan para siswa akan
terhindar dari kemungkinan melakukan perilaku menyimpang, yang justru akan
merugikan masa depannya serta memperburuk citra kepelajarannya. Untuk itu,
komponen penting yang terlibat dalam
pembinaan keimanan dan ketakwaan (Imtaq) serta akhlak siswa di sekolah adalah
guru. Kendati faktor lain ikut mempengaruhi, tapi dalam pembinaan siswa harus diakui guru faktor
paling dominan. Ia ujung tombak dan garda terdepan, yang memberi pengaruh kuat
pada pembentukan karakter siswa.
B.
Penyikapan Terhadap Perkembangan IPTEKS
Dalam
menghadapi perkembangan budaya manusia dengan perkembangan IPTEK yang sangat
pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai dan
norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut. Menurut Mehdi Ghulsyani (1995),
dalam menghadapi perkembangan IPTEK ilmuwan muslim dapat dikelompokkan dalam
tiga kelompok:
1.
Kelompok yang menganggap
IPTEK modern bersifat netral dan berusaha melegitimasi hasil-hasil IPTEK moderen
dengan mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang sesuai.
2.
Kelompok yang bekerja
dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat
ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami.
3.
Kelompok yang percaya
adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya. Untuk kelompok ketiga ini
memunculkan nama Al-Faruqi yang mengintrodusir istilah “islamisasi ilmu
pengetahuan”. Dalam konsep Islam pada dasarnya tidak ada pemisahan yang tegas
antara ilmu agama dan ilmu non-agama.
Sebab
pada dasarnya ilmu pengetahuan yang
dikembangkan manusia merupakan “jalan” untuk menemukan kebenaran Allah itu
sendiri. Sehingga IPTEK menurut Islam haruslah bermakna ibadah. Yang
dikembangkan dalam budaya Islam adalah bentuk-bentuk IPTEK yang
mampu
mengantarkan manusia meningkatkan derajat spiritialitas, martabat manusia
secara alamiah. Bukan IPTEK yang merusak alam semesta, bahkan membawa manusia
ketingkat yang lebih rendah martabatnya. Dari uraian diatas “hakekat”
penyikapan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari yang islami adalah memanfaatkan
perkembangan IPTEK untuk meningkatkan martabat manusia dan meningkatkan
kualitas ibadah kepada Allah SWT. Kebenaran IPTEK menurut Islam adalah
sebanding dengan kemanfaatannya IPTEK itu sendiri. IPTEK akan bermanfaat
apabila:
a. Mendekatkan
pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya.
b. Dapat
membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu
pengetahuan dalam Al-Quran adalah proses pencapaian segala sesuatu yang
diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra sehingga memperoleh kejelasan.
Teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis
dari ilmu pengetahuan yang obyektif.
Seni adalah hasil ungkapan akal budi serta ekspresi jiwa manusia dengan segala
prosesnya. Seni identik dengan keindahan dimana keindahan yang hakiki identik
dengan kebenaran. Apabila manusia berlaku adil dengan semua makhluk hidup
dialam ini, maka disinilah letak kebenaran norma moral yang baik karena manusia
hidup tidak hanya untuk beribadah kepada Allah. Dalam pandangan Islam, antara
iman, ilmu pengetahuan, teknologi danseni terdapat hubungan yang harmonis dan
dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem yang disebut Dienul Islam.
Perkembangan iptek dan seni, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran
untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek dan seni. Dari uraian di
atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek dan
seni setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma
pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar
penggunaan iptek dan seni. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat
(utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam
mengaplikasikan iptek dan seni. Pengembangan IPTEKS yang lepas dari keimanan
dan ketakwaan tidak akan bernilai ibadah
serta tidak akan menghasilkan manfaat bagi umat manusiadan alam lingkungannya.
Allah memberikan petunjuk berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk
mengarahkan potensinya kepada keimanan dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang
selalu didorong oleh nafsu dan amarah. Karena pada dasarnya Manusia mendapat
amanah dari Allah sebagai khalifah untuk memelihara alam, agar terjaga
kelestariannya dan potensinya untuk kepentingan umat manusia. Oleh karena itu
perlunya keimanan sebagai pelengkap ilmu dalam penerapannya bukan hanya
menghasilkan keuntungan satu sisi saja.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini diharapkan para pembaca memahami bagaimana sebenarnya
paradigma islam itu dalam menyaikapi Ilmu pengetahuan, Teknologi dan seni
tersebut. Selain itu, para pembaca juga diharapkan mampu memahami bagaimana
integrasi Imtaq (Iman dan Taqwa) dalam Iptek dan seni tersebut. Karena semakin
berkembangnya zaman, keberadaan Iptek dan seni sangat berpengaruh terhadap kepribadian hidup
manusia. Untuk itu diperlukan pegangan yang
berfungsi sebagai pengendali akan adanya perubahan-perubahan tersebut.
Akan tetapi makalah kami masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran
dari pembaca sangat kami butuhkan guna pembuatan makalah kami berikutnya yang
lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA