KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai
dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi
agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami
sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapat
berbagai kebijakan pemerintah dalam aspek keuangan suatu negara, sanering
adalah salah satunya. Kebijakan yang satu ini menuai pro dan kontra karena
dampak yang ditimbulkan. Pada dasarnya,
sanering adalah tidak beda jauh dengan devaluasi, yang di dalamnya merupakan
suatu wujud kebijakan pihak pemerintah pada suatu negara untuk menurunkan nilai
mata uang agar daya beli masyarakat menjadi menurun. Istilah ini seringkali
dikaitkan dengan istilah redenominasi, padahal sudah jelas arti dari kedua
istilahnya sangat berbeda.
Jika
redenominasi dilakukan untuk menyederhanakan mata uang, maka sanering dibuat
dengan memotong nilai mata uang sehingga daya beli masyarakat nantinya akan
menurun dan kekayaan mereka juga akan menurun secara otomatis. Kebijakan ini
pernah diambil oleh pemerintah Indonesia beberapa kali agar bisa mengatasi
perekonomian di Indonesia yang kala itu sedang tidak sehat.
2.2 Rumusan Masalah
·
Apa itu Sanering?
·
Bagaimana Sejarah Sanering?
·
Apa Saja Dampak dari Sanering?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sanering
Sanering
adalah kebijakan pemerintah dengan pemotongan nilai mata uang yang beredar
dengan tujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat. Kebijakan ini dapat
dilakukan pemerintah jika suatu negara sedang mengalami hiperinflasi (inflasi
yang sangat tinggi).
Berdasarkan
pengertian sanering diatas, maka kebijakan pemerintah dalam menerapkan sanering
akan membawa dampak positif sekaligus dampak negatif untuk perekonomian. Dampak
paling buruk juga bisa dialami oleh para pebisnis yang bergerak pada bidang
industri produk, karena daya beli dan minat masyarakat menjadi menurun. Bahkan
bisa menyebabkan beberapa perusahaan menjadi bangkrut.
Istilah
sanering sering disama-artikan dengan istilah redenominasi. Redenominasi
sendiri memiliki arti yaitu penyederhanaan nilai mata uang, misalnya uang
Rp1.000 disederhanakan menjadi Rp100 tetapi nilainya tidak berubah. Sedangkan
sanering adalah pemotongan nilai mata uang, sehingga nilai mata uang menjadi
lebih rendah dari nilai sebelumnya.
2.2 Sejarah Sanering di Tahun 1950, 1959, dan 1965
Sanering
pernah beberapa kali diterapkan di Indonesia sebanyak 3 kali. Di bawah ini
adalah penjelasan mengenai sejarah sanering di Indonesia:
1.
Tahun 1950
Sanering
pertama kali terjadi di Indonesia terjadi pada tahun 1950, tepatnya pada
tanggal 19 Maret 1950. Istilah “Gunting Syarifudin” muncul ketika Menteri
Keuangan, Syafruddin Prawiranegara menggunting uang kertas senilai Rp5 menjadi
dua bagian.
Guntingan
uang kertas sebelah kiri tetap menjadi alat pembayaran yang sah senilai Rp2,5,
sedangkan bagian uang kertas sebelah kanan tidak ada nilainya. Kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia tersebut bertujuan untuk mengurangi nilai
mata uang dan juga daya beli masyarakat akibat hiperinflasi.
2.
Tahun 1959
Kedua,
sanering terjadi pada tanggal 25 Agustus 1959 setelah hasil rapat yang
diumumkan melalui Radio Rakyat Indonesia (RRI) oleh Menteri Muda Penerangan
Maladi sekitar pukul 14.30.
Hasil
rapat tersebut berisi menurunkan jumlah uang yang beredar dengan cara
menurunkan nilai 2 mata uang kertas yang memiliki nominal tersebar. Yaitu Rp500
menjadi Rp50 dan Rp1.000 menjadi Rp100.
Masing-masing
penurunan tersebut ditetapkan sebesar 10% tiap nominal. Akibat dari penurunan
tersebut, pusat perbelanjaan dan juga bank mendadak ramai dikunjungi oleh
masyarakat yang ingin berbelanja dan juga menukarkan uang pecahan Rp1.000 dan
Rp500.
Peraturan
tersebut mulai efektif pada keesokan harinya pada tanggal 25 Agustus 1959.
Akibat kurangnya sosialisasi dan tidak meratanya penyebaran informasi,
kerusuhan besar-besaran pun tidak bisa dihindari.
3.
Tahun 1965
Pada
13 Desember 1965, Soekarno juga melakukan kebijakan sanering dengan memotong
tiga nol di belakang angka rupiah dari Rp1.000 menjadi Rp1. Hal tersebut
terjadi karena konfrontasi dengan Malaysia yang bertujuan untuk memelihara
koalisi semu segitiga antara Soekarno, TNI, dan PKI.
Sanering
pada tahun 1965 juga dilakukan karena pemerintah harus membiayai Asian Games di
tahun 1962 yang menyebabkan utang negara semakin besar. Akibat kejadian
tersebut, Indonesia mengalami inflasi sebesar 650%.
2.3 Dampak Sanering
Pada
dasarnya, kebijakan ini dilakukan pemerintah bertujuan untuk mengembalikan
situasi perekonomian negara. Tentu saja dengan diterapkannya kebijakan tersebut
muncul dampak positif dan juga negatif yang dirasakan masyarakat Indonesia.
1. Dampak
Positif
Setelah
menerapkan kebijakan sanering, terdapat beberapa hasil yang berdampak positif
pada sistem perekonomian Indonesia. Antara lain:
a. Mengembalikan
Laju Perekonomian Negara
Diberlakukannya kebijakan
tersebut pada tahun 1950 dapat mengatasi situasi ekonomi negara yang belum
stabil setelah kemerdekaan seperti inflasi yang sangat tinggi, utang negara,
dan juga melambungnya harga barang pokok. Adanya sanering tersebut dapat
mengisi kekosongan kas negara dan juga menurunkan harga-harga akibat inflasi.
b. Menurunkan
Lonjakan Inflasi
Kebijakan sanering pada
tahun 1959 dapat membantu pemerintah dalam menekan lonjakan inflasi dan juga
menutup utang pemerintah dengan cara membekukan simpanan (giro dan deposito)
yang diganti menjadi simpanan jangka panjang.
c. Mengurangi
Jumlah Uang yang Beredar
Sanering yang
diberlakukan pada tahun 1965 berhasil dalam mengurangi jumlah uang yang beredar
akibat hiperinflasi. Sehingga masyarakat mulai berani untuk membelanjakan uang
mereka.
2. Dampak
Negatif
Selain
dampak positif, kebijakan sanering juga berdampak negatif pada perekonomian
negara. Beberapa dampak negatif yang terjadi adalah:
a. Panic
Buying
Akibat keterlambatannya
informasi mengenai kebijakan sanering pada tahun 1959, masyarakat langsung membelanjakan
pecahan uang Rp500 dan juga Rp1.000 ke pusat perbelanjaan. Hal ini menyebabkan
panic buying pada masa itu.
b. Kesulitan
Perekonomian Masyarakat
Sanering yang
diberlakukan pada tahun 1950 dirasa kurang tepat karena tidak melihat kondisi
ekonomi masyarakat. Dengan pemotongan nilai mata uang, terjadi penurunan daya
beli masyarakat akibat kesulitan ekonomi yang sedang mereka alami.
c. Kesulitan
Likuiditas
Akibat pembekuan simpanan
tabungan membuat bank-bank mengalami kesulitan likuiditas. Likuiditas sendiri
adalah kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi memenuhi kewajiban atau utang
yang harus segera dibayar dengan harta lancarnya.
d. Penurunan
Drastis Nilai Mata Uang
Sanering yang diberlakukan pada tahun
1965 membuat penurunan drastis nilai rupiah yang tadinya Rp1.000 menjadi Rp1.
Setelah itu, terjadi depresiasi nilai rupiah yang menyebabkan krisis finansial
di tahun 1997 dan juga membuat nilai rupiah semakin tidak ada harganya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inflasi
yang terus melambung tinggi, membuat pemerintah melakukan kebijakan sanering
untuk menurunkan tingkat inflasi. Sanering adalah pemotongan nilai mata uang
yang beredar dengan tujuan menurunkan tingkat inflasi dan menurunkan daya beli
masyarakat.
Kebijakan
ini tidak selalu berdampak baik pada perekonomian, dampak negatif juga
dirasakan oleh masyarakat, perekonomian negara, hingga perusahaan.
No comments:
Post a Comment