PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP SOCIAL DISCLOSURE
Abstract: The purpose of this study was to discribe the effect of the ratio of net profit margin, size, firm age, leverage and management ownership to social disclosure in annual reports of high profile companies. The population were high-profile companies listed on the IDX period 2006–2008 with a total 198 companies. With purposive sampling the sample obtained by 44 companies. While the methods of data analysis using multiple linear regression analysis. This study concluded that the net profit margin and size have positive and significant, whereas age, leverage and manage- ment ownership has no effect on social disclosure in annual reports of high profile companies.
Keywords: Net profit margin, size, firm age, leverage, management ownership, social disclosure
Latar
belakang
Banyak
fenomena yang terjadi akibat aktivitas bisnis perusahaan, seperti kasus
pencemaran Teluk Buyat oleh PT Newmount, kasus enzim babi PT Ajinomoto dan
kasus PT Lapindo yang memberi- kan dampak cukup serius bagi masyarakat sekitar.
Berdasarkan fenomena tersebut, pemerintah sebagai regulator diharapkan
mendorong perusahaan agar lebih memperhatikan lingkungan sekitarnya. Untuk
maksud tersebut, ditetapkanlah Undang-Undang No. 40/2007 bagi Perseroan
Terbatas dengan bidang usaha yang berhubungan dengan sumber daya alam untuk
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sehingga perusahaan mulai
membiasa- kan menyusun laporan pertanggungjawaban sosial, yang diungkapkan ISO
(International Organization for Standardization) sebagai induk organisasi stan-
dard internasional menetapkan sebuah panduan dan standar untuk laporan
pertanggungjawaban sosial yang bersifat sukarela diberi yaitu ISO 26000: Guid-
ance Standard on Social Responsibility. Institusi yang mencakup sektor/badan
publik ataupun privat, baik di negara berkembang maupun negara maju da- pat
menggunakan standar tersebut sebagai panduan untuk mengungkapkan tanggungjawab
sosialnya. Selain didorong oleh adanya tekanan masyarakat dan regulasi
pemerintah, pengungkapan sosial yang dilakukan, juga dipengaruhi oleh
karakteristik peru- sahaan. Beberapa penelitian terdahulu menunjuk- kan bahwa
karakteristik perusahaan mempengaruhi kelengkapan pengungkapan sosial (social
disclosure), tetapi dengan hasil yang beragam. Diantaranya adalah Hackston
& Milne (1996) yang menunjukkan hasil bahwa ukuran perusahaan dan industri
berhubungan dengan jumlah pengungkapan, sedangkan profit- abilitas tidak.
Interaksi antara ukuran perusahaan dan industri menunjukkan bahwa hubungan
lebih kuat terjadi pada perusahaan dengan katagori industri high profile
dibandingkan perusahaan dengan katagori industri low profile.
Karakteristik
perusahaan yang lebih beragam ditunjukkan oleh penelitian Rosmasita (2007).
Kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, dan profitabilitas mempengaruhi
pengungkapan infor- masi sosial, kecuali variabel leverage. Sehingga penelitian
Hackston & Milne (1996) dan Rosmasita (2007) memberikan hasil yang berbeda
untuk pen- garuh variabel profitabilitas terhadap pengungkapan informasi
sosial. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kembali pengaruh
karakteristik peru- sahaan yang diukur menggunakan net profit margin, size,
umur perusahaan, leverage dan kepemilikan manajemen terhadap social disclosure
pada peru- sahaan dengan katagori high profile menggunakan panduan standar
pengungkapan sosial ISO 26000.
Menurut
Ismail (2009:6) tanggung jawab so- sial perusahaan adalah menjalankan bisnis
sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan (owners), biasanya dalam bentuk
menghasilkan uang sebanyak mungkin dengan senantiasa mengindahkan aturan dasar
masyarakat sebagaimana diatur dalam hukum dan perundang-undangan. Sedangkan ISO
26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab organisasi
terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis,
konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, serta
memperhati- kan kepentingan para stakeholder. Kriteria prilaku selanjutnya
adalah sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma
internasional, ter- integrasi di seluruh aktivitas organisasi. Pengertian
tersebut meliputi kegiatan, produk maupun jasa. Tema pengungkapan sosial
berdasarkan ISO 26000 tersebut terangkum ke dalam 38 item.
Commities
on Accounting for Corporate Social Performance dari National Assosiation of
Accoun- tans (dalam Pujiningsih, 2008:6) membagi tanggung jawab sosial
perusahaan ke dalam empat bidang antara lain: pengabdian masyarakat atau
community involvement, sumber daya manusia atau human re- sources, sumber daya
fisik dan kontribusi terhadap lingkungan atau physical resources and
environmen- tal contribution, serta kontribusi yang berhubungan dengan produk
atau jasa yang dihasilkan oleh peru- sahaan atau product and contribution.
Berdasarkan konsep ISO 26000 (dalam Daniri, 2008) penerapan social
responsibility hendaknya terintegrasi diseluruh aktivitas organisasi yang dapat
diungkap dalam 7 isu pokok, yaitu: Pengembangan masyarakat, Konsumen, Praktik
kegiatan institusi yang sehat, Lingkungan, Ketenagakerjaan, Hak asasi manusia,
dan Organiza- tion Governance.
Terdapat
2 teori yang berhubungan dengan pengungkapan sosial perusahaan, yakni teori
ligitima- si dan agensi. Menurut Gray, et al. (dalam Pujining- sih, 2008:52)
legitimacy theory secara esensial adalah teori yang berorientasi pada sistem,
dalam hal ini organisasi atau perusahaan dipandang sebagai salah satu komponen
dalam lingkungan sosial yang lebih besar. Teori legitimasi menyediakan
perspektif yang lebih komprehensif pada pengungkapan CSR. Teori ini secara
eksplisit mengakui bahwa bisnis dibatasi oleh kontrak sosial yang menyebutkan
bahwa perusa- haan sepakat untuk menunjukkan berbagai aktivitas sosial
perusahaan agar diterima masyarakat akan tujuan perusahaan yang pada akhirnya
akan menja- min kelangsungan hidup perusahaan (Rachmawati, 2009). Preston
(dalam Chariri, 2008) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat
dalam menganalisis perilaku organisasi. Legitimasi adalah hal yang penting bagi
organisasi sehingga batasan- batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan
nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis
perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan. Oleh karena itu, meskipun
perusahaan mempunyai kebijaksanaan operasi dalam batasan institusi, kegagalan
perusahaan dalam menyesuaikan diri dengan norma ataupun adat yang diterima oleh
masyarakat, akan mengancam legitimasi perusahaan serta sumber daya perusahaan,
dan pada akhirnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
Brigham
& Houston (2004:26) menyatakan bahwa hubungan keagenan (agency
relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu yang disebut sebagai
principal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen,
untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat
keputusan kepada agen tersebut. Hubungan keagenan utama terjadi antara pemegang
saham (prin- cipal) dengan manajer (agen). Sedangkan konsep agency theory
menurut Anthony dan Govindarajan (1995:569) adalah hubungan atau kontak antara
principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk
kepentingan principal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan kepu- tusan
dari principal kepada agent. Sehingga praktik CSR dan pengungkapannya dapat
dikaitkan dengan agency theory. Artinya, pengungkapan tanggung jawab sosial
merupakan salah satu komitmen manaje- men untuk meningkatkan kinerjanya
terutama dalam kinerja sosial. Dengan demikian, manajemen bertujuan mendapatkan
penilaian positif dari pemilik modal. Karakteristik perusahaan dapat lihat dari
net profit margin, size, umur perusahaan, laverage, dan kepemilikan manajemen.
Rasio net profit margin mengukur rupiah laba yang dihasilkan oleh setiap satu
rupiah penjualan. Brigham & Houston (2004:107) menyatakan bahwa rata-rata
industri untuk rasio net profit margin adalah 5%, sehingga secara umum rasio
net profit margin suatu perusahaan dikatakan rendah apabila kurang dari
rata-rata industri atau < 5%. Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecil- nya
perusahaan dan struktur kepemilikan yang lebih luas. Ada tiga alternatif proksi
yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya ukuran perusahaan, yaitu melalui
ukuran aktiva, penjualan bersih, dan kapitalisasi pasar (market capitalized).
Total aktiva lebih mencerminkan ukuran perusahaan, seperti yang diungkapkan
oleh Fitriani (2001) bahwa total aktiva lebih menunjukkan size perusahaan
dibandingkan kapitalisasi pasar. Umur perusahaan mengindikasikan berapa lama
perusahaan tersebut berdiri dan beropera- si. Semakin lama perusahaan, maka
semakin banyak informasi yang diperoleh masyarakat tentang perusa- haan
tersebut. Rasio leverage merupakan proporsi total hutang terhadap rata-rata
ekuitas pemegang saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran
mengenai struktur modal yang dimiliki pe- rusahaan. Kepemilikan menejemen
merupakan porsi saham yang dimiliki oleh pihak manajemen. Menurut Wahidahwati
(2005:5), manajerial ownership adalah pemegang saham dari pihak manajemen yang
secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Pihak-pihak tersebut
adalah mereka yang duduk di dewan komisaris dan direktur perusahaan.
Net
profit margin adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba bersih dalam tingkat penjualan tertentu. Hubungan antara net
profit margin terhadap pengungkapan sosial dapat dikaitkan dengan teori agensi.
Menurut teori keagenan, perolehan laba yang semakin besar akan membuat
perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Profit margin yang
tinggi akan mendorong para manajer untuk memberikan informasi yang lebih rinci,
sebab mereka ingin meya- kinkan investor terhadap profitabilitas perusahaan dan
mendorong kompensasi terhadap manajemen (Irawan, 2006: 21). Selain itu
pengungkapan yang lebih luas dimaksudkan untuk mengurangi konflik keagenan.
Dengan demikian manajemen menunjukkan bahwa perolehan laba tidak hanya
digunakan untuk kepent ingannya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan in-
vestor melalui pengungkapan sosial yang dilakukan. Size perusahaan merupakan
variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan
dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, di
mana perusa- haan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar, mengungkapkan
informasi yang lebih luas untuk mengurangi konflik keagenan. Di samping itu
perusahaan besar merupakan emiten yang disoroti, pengungkapan yang lebih besar
merupakan pengu- rangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial
perusahaan (Sembiring, 2005:381). Perusahaan besar cenderung mengungkapkan
informasi sosial agar mendapat penilaian positif dari pemilik modal. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi konflik keagenan, meskipun dapat meningkatkan
biaya pe- rusahaan. Sehingga manajemen dapat menunjukkan bahwa mereka tidak
hanya menggunakan aset perusa- haan untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga
untuk kepentingan pemilik modal melalui pengungkapan informasi sosial pada
laporan tahunannya.
Umur
perusahaan menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu bertahan. Umur perusahaan
diperkirakan memiliki hubungan positif dengan kualitas ungkapan sukarela. Hal
ini dapat dikaitkan dengan teori legitimasi. Menurut teori ini, legitimasi
organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberi- kan masyarakat kepada
perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat.
Semakin lama perusahaan maka semakin banyak informasi yang telah diperoleh
masyarakat tentang perusahaan tersebut. Dengan demikian legitimasi da- pat
dikatakan sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan dalam bertahan
hidup. Selain itu teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meya- kinkan
bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima masyarakat. Sehingga semakin lama
perusahaan dapat bertahan, maka perusahaan semakin mengung- kapkan informasi
sosialnya sebagai bentuk tanggung jawabnya agar tetap diterima di masyarakat.
Leverage
menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang kepada pihak di
luar perusahaan. Semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan
mengalami pelanggaran terhadap kontrak hutang, maka manajer akan beru- saha
untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan.
Agar laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya
termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial. Sesuai dengan teori agensi
manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi
pengungkapan tanggungjawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan
para debtholders. Prosentase kepemilikan manajerial merupakan rasio ukuran
saham yang dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan. Sesuai teori agensi semakin besar kepemilikan manajemen di dalam
perusahaan maka semakin produkif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai
perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah.
Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk
meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk
aktivitas tersebut (Anggraini, 2006:8). Berdasarkan uraian di atas maka
dirumuskan hipotesis penetilian sebagai berikut:
H1:
Rasio net profit margin berpengaruh terhadap social disclosure
H2:
Size perusahaan berpengaruh terhadap social disclosure
H3:
Umur perusahaan berpengaruh terhadap social disclosure
H4:
Rasio Leverage berpengaruh terhadap social disclosure
H5:
Kepemilikan manajemen perusahaan berpengaruh terhadap social disclosure
METODE
Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksplanasi. Adapun hubungan antar
variabel dapat digambarkan sebagaimana Gambar 1. Populasi dalam penelitian ini
adalah perusahaan high profile, yang bergerak dalam industri agribisnis,
pertambangan, industri dasar dan kimia, otomotif dan komponen, barang konsumsi
dan telekomunikasi yang terdaftar di BEI periode 2006–2008. Menggunakan
kriteria perusahaan tersebut mengungkapkan informasi CSR dalam laporan tahunan
selama kurun waktu penelitian. diperoleh 44 perusahaan sampel. Data mengenai
karakteristik perusahaan diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh
Indonesian Capital Market Directory, dengan menggunakan teknik dokumentasi.
Sedangkan untuk pengungkapan informasi sosial diperoleh dari laporan tahunan
melalui situs www.idx.go.id. Analisis hipotesis penelitian menggunakan regresi
linier berganda, dengan persamaan structural sebagai berikut:
Y
= a + b1 . X1 + b2 . X2 + b3 . X3 - b4 . X4 + b5 . X5 +ei
Keterangan:
Y
= Variabel terikat (social disclosure)
a
= Konstanta
b1,
b2, b3= Koefisien regresi
X1
= Rasio Net Profit Margin
X2
= Size (ukuran perusahaan)
X3
= Umur perusahaan
X4
= Leverage
X5
= Kepemilikan manejemen
ei
= Error atau sisa (residual)
HASIL
Hasil analisis dan pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: (1) Pengaruh
Rasio Net Profit Margin terhadap Social Disclosure; (2) Pengujian menunjukkan
bahwa rasio net profit margin mempunyai pengaruh positif dan signifikan karena
nilai t hitung sebesar 2,565 > 2,0154 dan signifikansi sebesar 0,014 <
0,05; (3) Pengaruh Size Perusahaan terhadap Social Disclosure; (4) Hasil
menunjukkan bahwa size perusahaan mempunyai pengaruh positif dan signifikan
karena nilai thitung sebesar 5,004 > 2,0154 dan signifikansi sebesar 0,000
< 0,05; (5) Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Social Disclosure; (6) Hasil
pengujian bahwa umur perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan karena
nilai thitung sebesar 0,198 < 2, 0154 dan signifikansi sebesar 0,844 >
0,05; (7) Pengaruh Rasio Leverage terhadap Social Disclosure; (8) Menunjukkan
bahwa leverage tidak mempunyai pengaruh yang signifikan karena nilai t hitung
sebesar -1,658 < 2,0154 dan signifikansi sebesar 0,106 > 0,05; dan (9)
Pengaruh Kepemilikan Manajemen terhadap Social Disclosure menunjukkan bahwa
kepemilikan manajemen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pengungkapan informasi sosial karena nilai thitung sebesar 0,634 < 2,0154
dan signifikansi sebesar 0,530 > 0,05.
PEMBAHASAN
Data
perusahaan sampel menunjukkan bahwa sebanyak 43 perusahaan mempunyai rasio net
profit margin kurang dari rata-rata industri yaitu < 5%, namun mempunyai
nilai positif dan hanya satu perusahaan yang mempunyai rasio > 5%. Artinya,
perusahaan yang memperoleh laba kecil. Meskipun laba yang diperoleh kecil,
tetap melakukan pengungkapan informasi sosial pada laporan tahunannya. Seperti
pada PT Indika Energy Tbk yang mempunyai rasio net profit margin sebesar 0,47%
mengungkapkan informasi sosial sebanyak 36,84% atau sekitar 14 item dari 38
item yang seharusnya diungkap. Sedangkan PT Mobile-8 Telecom Tbk yang mempunyai
rasio net profit margin sebesar 1,46% mengungkapkan informasi sosial sebanyak
42,10% atau sekitar 16 item pengungkapan. Sesuai teori agensi, hal ini
menunjukkan bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan
mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya prosentase pengungkapan sosial yang dilakukan oleh PT Mobile-8
Telecom Tbk, karena perusahaan ini mempunyai nilai net profit margin lebih
besar daripada PT Indika Energy Tbk. Sekaligus, penelitian ini sejalan dengan
penelitian Almilia dan Retrinasari (2007) bahwa variabel net profit margin
mempunyai hubungan positif dengan pengungkapan sosial perusahaan.
Teori agensi yang menyatakan bahwa
hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu
yang disebut sebagai principal menyewa individu atau organisasi lain, yang
disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan
kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Hubungan keagenan
utama terjadi antara pemegang saham (principal) dengan manajer (agen) (Brigham
& Houston, 2004: 26). Jika hal ini dikaitkan dengan ukuran perusahaan, maka
perusahaan besar akan memiliki biaya keagenan yang lebih besar, sehingga akan
mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas agar mendapat penilaian positif
dari pemilik modal. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi konflik keagenan,
meskipun dapat meningkatkan biaya perusahaan.
Dengan demikian manajemen dapat
menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menggunakan asset untuk kepentingannya
sendiri, tetapi juga untuk kepentingan pemilik modal melalui pengungkapan
informasi sosial pada laporan tahunannya. Sedangkan perusahaan yang tergolong
kecil dan sedang pada penelitian ini, tetap mengungkapkan informasi sosialnya.
Hal ini dikarenakan untuk memenuhi regulasi pemerintah yaitu UndangUndang No.
40/2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mewajibkan perseroan yang bidang
usahanya berhubungan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan. Salah satu perusahaan sampel, yaitu PT AKR Corporindo
Tbk (2008:102) di pernyataan annual report menyatakan produk-produknya memiliki
potensi berbahaya bagi manusia maupun lingkungan. AKR tergolong sebagai
perusahaan kecil, telah mengungkapkan informasi sosialnya sebanyak 28,95%.
Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Fitriani (2001) bahwa variabel
size berpengaruh positif terhadap kelengkapan pengungkapan sosial perusahaan.
Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan teori legitimasi, yang menyatakan bahwa semakin lama perusahaan dapat
bertahan, maka perusahaan akan semakin mengungkapkan informasi sosial sebagai
bentuk tanggung jawabnya untuk tetap diterima masyarakat. Kondisi ini
disebabkan oleh perusahaan yang memiliki umur lebih tua tidak terpengaruh untuk
melakukan pengungkapan sosial lebih banyak karena mereka telah biasa melakukan
tanggung jawab sosial kepada masyarakat dan lingkungan sekitar dengan
menggunakan media lain seperti internet dan majalah. Dengan demikian, hal itu
dianggap sebagai kebiasaan yang telah diketahui masyarakat luas, sehingga tidak
perlu lagi mencantumkan secara lengkap pengungkapan sosial pada laporan
tahunannya. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Susanto
(1992) bahwa umur perusahaan diperkirakan memiliki hubungan yang positif dengan
tingkat pengungkapan sosial pada laporan tahunan.
Berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan sampel mempunyai tingkat leverage
kurang dari satu persen, jadi dapat dikatakan bahwa tingkat hutangnya tidak
melebihi jumlah modal yang dimiliki. Meskipun demikian penelitian ini
menunjukkan bahwa rasio leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
informasi sosial perusahaan, sehingga tidak berhasil mendukung teori keagenan
bahwa tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi tingkat pengungkapan
informasi sosialnya. Kondisi tersebut diduga karena adanya sumber pendanaan
internal yang kuat pada perusahaan, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan
pengungkapan sosial untuk menarik investor maupun kreditor. Penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian Anggraini (2006) bahwa leverage tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan. Hasil penelitian
ini bertentangan dengan teori agensi, bahwa semakin besar kepemilikan manajer
di dalam perusahaan semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan
nilai perusahaan dengan mengungkapkan informasi sosial pada laporan tahunannya.
Hal ini diduga disebabkan rendahnya bahkan banyak perusahaan yang sahamnya
tidak dimiliki manajerial.
Pada beberapa perusahaan yang
teridentifikasi memiliki prosentase kepemilikan manajerial, menunjukkan
proporsi kepemilikan manajerial yang relatif kecil, sehingga manajer
dimungkinkan tidak memiliki wewenang penuh untuk mempengaruhi pengungkapan
dalam laporan tahunan perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Anggraini (2006) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajemen
berpengaruh terhadap social disclosure.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Variabel net profit margin dan size terbukti
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap social disclosure.
Sebaliknya untuk variabel umur perusahaan, leverage, kepemilikan manajemen
terbukti tidak berpengaruh terhadap social disclosure. Sehingga secara
keseluruhan, perusahaan di Indonesia ditahun pengamatan masih belum sepenuhnya
siap terhadap penerapan ISO 26000 sebagai panduan pengungkapan sosial.
Saran
Saran yang dapat diberikan untuk mengatasi
keterbatasan tersebut adalah dengan melakukan observasi langsung terhadap
perusahaan-perusahaan bersangkutan, sehingga investor dapat memperoleh
informasi yang lebih obyektif. Untuk kepentingan penelitian, perlu adanya
penggolongan umur dan ukuran perusahaan oleh badan yang berwenang, sehingga
diperoleh kesamaan antara satu peneliti dengan peneliti lainnya.
Selain itu belum adanya pedoman baku tentang perusahaan-perusahaan yang
tergolong high profile, dapat menjadi pertimbangan bagi badan yang berwenang
untuk menetapkan jenis perusahaan yang tergolong high profile. Dengan demikian,
selain dapat dijadikan pedoman bagi penelitian selanjutnya, investor juga dapat
memperoleh informasi yang akurat tentang seberapa besar tanggung jawab sosial
kategori perusahaan ini, sebagai salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam
melakukan investasi. Kesiapan perusahaan dalam menghadapi standar pengungkapan
sosial, termasuk ISO 26000 juga dipengaruhi oleh standar baku pengungkapan
sosial itu sendiri. Selama pengungkapan sosial (social disclosure) masih
bersifat sukarela dan belum diwajibkan oleh badan yang berwenang, maka
partisipasi perusahaan untuk melakukan tanggungjawab sosialnya juga masih
rendah.
DAFTAR
RUJUKAN
Anggraini,
R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan. Simposium
Nasional Akuntnasi 9, Padang, 23–26 Agustus.
Anthony,
R.N., dan Govindaradjan. 1998. Management Control System, 9th Edition. Jakarta:
Salemba Empat.
Chariri,
A. 2008. Kritik Sosial Atas Pemakaian Teori dalam Penelitian Sosial dan
Lingkungan, Jurnal Maksi.8(2): 158–159.
Daniri,
M.A. 2008a. CSR based on ISO 26000 Guidance Standard on Social Responsibility,
(online), (Http:// www.madani-ri.com ,diakses 5 Mei 2010).
Daniri,
M.A. 2008b. Standarisasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Bag. II), (online),
(Http:// www.madani-ri.com/2008/02/11/standarisasitanggung-jawab-sosialperusahaan-bag-ii/,
diakses 5 Mei 2010).
Fitriani.
2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan
Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Makalah disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV.
Houston,
F.J., dan Eugene, F.B. 2004. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Jilid I (edisi
revisi). Jakarta: Erlangga.
Irawan,
B. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan
Pada Perusahaan Manufatur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Skripsi tidak
diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Ismail,
S. 2009. Corporate Social Responsibility: From Charity to Sustainability.
Jakarta: Salemba Empat.
Pujiningsih,
S. 2008. Akuntasi Sosial. Malang: Universitas Negeri Malang.
Rachmawati,
M. 2009. Study Perbandingan Pengaturan tentang CSR di Beberapa Negara Dalam
Upaya Perwujudan Prinsip GCG, (online), (http:// marisa. blogspot.
Com/2009/studi-perbandingan-pengaturantentang.html, diakses 30 Agustus 2010).
Sembiring,
R.E. 2005. Karateristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial:
Study Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Makalah
disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VIII,15–16 Oktober.
Wahidahwati.
2002. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional Pada
Kebijakan Hutang Perusahaan. Sebuah Perspektif Theory Agency. Jurnal &
Riset Akuntansi Indonesia. 5(2):1–16.
No comments:
Post a Comment