KUMPULAN MAKALAH : MAKALAH PENGOLAHAN MAKANAN NABATI DAN HEWANI

Thursday, May 28, 2020

MAKALAH PENGOLAHAN MAKANAN NABATI DAN HEWANI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Pengawet yang banyak digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut.
Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian, penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan kualitas dan memeperpanjang umur simpan bahan pangan. Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghenrtikan proses fermentasi, pengasaman, atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan (Margono, 2000).
            Sedangkan menurut Permenkes No 722/menkes/per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Cahyadi, 2008).
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat

B. Rumusan Masalah
1.          Bagaimana mengenal produk pengawetan bahan nabati dan hewani?
2.          Bagaimanakah jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan?
3.          Bagaimana Upaya pengolahan dan pengawetan bahan makana dalam mempertahankan tekstur rasa, dan nilai gizi yang terkandung didalamnya



C. Tujuan
1.            Untuk mengetahui bagaimana produk pengawetan bahan nabati dan hewani seperti manfaat pengawetan bahan nabati dan hewani, faktor penyebab kerusakan bahan pangan, dan contoh bahan nabati dan hewani.
2.            Untuk mengetahui bagaimana teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang ideal.
3.            Untuk mengetahui strategi dan upaya dalam mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan.


























BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.

A.   Mengenal Produk Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani
Pengolahan dan pengawetan pangan dimulai zaman prasejarah saat manusia memproses bahan mentah menjadi berbagai jenis masakan dengan cara pemanggangan, pengasapan, perebusan, fermentasi, dan pengeringan serta penggaraman.
a.          Manfaat Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani
Proses pengawetan adalah suatu cara untuk menjadikan hasil peernakan dan pertanian yang awalnya bersifat mudah rusak menjadi produk makanan atau minuman (pangan) yang lebih awet dengan tetap mempertahankan sifat fisik, tekstur, warna, dan zat gizinya. Tujuan utamanya yaitu untuk memperpanjang masa simpan.
b.          Faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pangan
1.      Pertumbuhan dan aktivitas mikroba yaitu bakteri, khamir, dan kapang.
2.      Aktivitas enzim-enzim didalam bahan pangan.
3.      Serangga, parasit, dan tikus.
4.      Suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan.
5.      Kadar air, udara terutama oksigen, sinar dan jangka waktu penyimpanan.
6.      Serangga, dapat merusak buah-buahan, sayu-sayuran, dan biji-bijian.
7.      Parasit, seperti cacing pita yang banyak ditemukan di daging babi.
8.      Tikus, ancaman yang berbahaya baik dari hasil panen dan bahan pangan yang disimpan di gudang. Tikus bukan hanya merugikan karena memakan bahan, tapi karena kotorannya yang berbau tidak enak dan baik untuk pertumbuhan bakteri.
Macam – macam Bakteri
1.          Bakteri Termofilik
adalah bakteri yang tumbuh pada suhu antara 44-55 C.
2.          Bakteri Mesofilik
adalah bakteri yang tumbuh pada suhu antara 20-45 C.
3.          Bakteri Psikrofilik
adalah bakteri yang tumbuh pada suhu di bawah 20 C.
4.          Bakteri Aerobik
adalah bakteri yang membutuhkan oksigen untuk tumbuh.
5.          Bakteri Anaerobic
bakteri yang tidak dapat tumbuh bila ada oksigen.

Tabel 3.1
Enzim yang bermanfaat dan merugikan pada makanan
Enzim
Proses Pengawetan dan Pengolahan
Manfaat atau Kerugian
Pektinase
Pengolahan sari buah
Menjernihkan sari buah
Alfa-Amilase
Pengolahan gula
Memecah pati menjadi glukosa
Poliphenol
Pengolahan apel
Munculnya warna cokelat waktu pengupasan apel
Lipoksigenase
Pengolahan susu kedelai
Munculnya bau langu pada susu kedelai
Klorofil Oksidase
Pengeringan sayuran
Perubahan warna pada saat pengeringan dan penyimpanan
         




c.           Contoh Bahan Nabati Dan Hewani
1. Bahan Nabati
adalah bahan yang diperoleh dan berasal dari tumbuhan, seperti sayuran, buah, biji-bijian, kacang-kacangan, rempah-rempah,umbi-umbian.
a. Sayuran berdasarkan iklim:
i. Iklim Tropis
misalnya : kangkung, buncis, serai, kunyit, ubi jalar, daun singkong, jahe.
ii. Iklim Sub-tropis
Misalnya : wortel, brokoli, kentang, seledri, jamur, dan selada.
b. Buah-buahan berdasarkan iklim
i. Iklim Tropis
Misalnya : nanas, pisang, pepaya, alpukat, mangga, rambutan, duren, dsb
ii. Iklim Sub-Tropis
Misalnya : Anggur, apel, jeruk, berbagai jenis berry, dan sebagainya.

2. Bahan Hewani
a) Daging
Penghasil daging meliputi : sapi, kerbau, kambing, dan sebagainya. Daging baik sebagai sumber protein, lemak, mineral, dan vitamin. Faktor gizi daging dipengaruhi oleh umur daging, lingkungan ternak, pakan, rekayasa, dan tingkat stres hewan. Faktor utama kerusakan daging adalah mikroorganisme.
Sifat Fisiologis Daging Pasca Penyembelihan:
1. Pre rigor
yaitu metabolisme yang terjadi yaitu anaerobik, kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang makin lama makin menumpuk sehingga daging lentur dan lunak. Daging pre rigor bersifat mengemulusi lemak lebih baik, yang membuatnya cocok untuk dijadikan produk seperti sosis.
2. Rigor Mortis
Pada tahap ini terjai perubahan tekstur pada daging yaitu menjadi keras dan kaku. Daging ini baik digunakan untuk produk dendeng. Kekerasan daging terjadi karena perubahan struktur seratnya. Sedangkan kekakuannya terjadi karena terhentinya respirasi.
3. Post rigor
melunaknya kembali tekstur daging disebebkan terjadinya penurunan pH.
b) Ikan
Berdasarkan habitatnya ikan dibagi menjadi 3 :
1. Ikan Laut
misalnya : ikan hiu, sarden, ikan pari, tuna, dll
2. Ikan Darat
misalnya : ikan gurame, mujair, mas, lele, dll
3. Ikan Migrasi
adalah golongan ikan yang hidup dilaut tetapi bertelur disungai.
misalnya: ikan salmon dan salem.
Penyebab Kerusakan  Pada Ikan:
1. Kerusakan ikan setelah mati
disebabkan adanya aktivitas enzim kimiawi dan mikrobiologis. Enzim yang merombak akan menyebabkan perubahan rasa, bau, warna, dan tekstur. Aktivitas kimiawi adalah terjadinya aksidasi lemak daging ikan oleh oksigen dan menimbulkan bau tengik.
2. Kerusakan secara fisik
misalnya : alat tangkap sewaktu ikan ditangkap, selama distribusi dan
c) Telur
Bagian telur :
1. Putih telur mengandung air, protein, karbohidrat dan mineral.
Susu memiliki nilai gizi tinggi yaitu air, lemak, protein, karbohidrat, vitamin,dan mineral. Vitamin pada susu yaitu A,D,E,K,C,riboflavil(B2),Tiamin(B1),Niasin, Asam Pantotenat,Piridoksin(B6),Biotin,inositol, cholin,dan asam folat.
2. Kuning telur mengandung komposisi yang lebih lengkap yaitu air, protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin.
Bahaya yang ditemukan pada telur adalah bakteri salmonela yang merupakan bakteri patogen penyebab penyakit dan berasal dari kotoran ayam.
d) Susu
Bagian-Bagian Susu:
1. Krim
adalah bagian atas susu. Sebagian besar bahan yang terdapat didalam krim adalah lemak. Krim dapat diolah menjadi mentega.


2. Skim
adalah bagian yang terdapat dibagian bawah krim. Komponen utamanya adalah air dan protein. Skim dapat diolah menjadi olahan susu lainnya.


B.     Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
a.      Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.

b.      Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai 53 batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan.
Penyedotan uap air ini dapat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.

c.       Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.

d.      Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.

e.      Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.

f.        Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet.


Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu:
a.       pasteurisasi,
b.       pemanasan pada 1000 C
c.       pemanasan di atas 1000 C.

g.      Teknik fermentasi
Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
Di beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi laktat telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling terkenal tentu saja adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Bahkan selama pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan. Bekasam atau bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan dengan cara fermentasi bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas penggunaannya. (F:\Suara Merdeka Edisi Cetak.mht)



h.      Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan.Iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah (Maha,1985). Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh radiasi pengion adalah radiasi partikel ,dan gelombang elektromagnetik Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan. 
Menurut Hermana (1991) , dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
Peraturan tentang iradiasi pangan yang sampai sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun 1996.




Pengolahan bahan makanan untuk menyiapkan bahan makanan siap hidang
Bahan makanan yang di olah sebelum di masak.
Bahan makanan segar dapat langsung di masak dan kemudian di hidangkan, akan tetapi ada pula bahan makanan yang harus melalui beberapa cara pengolahan tertentu sebelum dapat di masak, misalnya beras. Untuk memperoleh beras dari padi, padi itu harus di giling atau di tumbuk terlebih dahulu. Setelah di giling, beras ini memiliki beberapa proses pengolahan lainya seperti di simpan, di angkut, di cuci dan sebagainya.
Pada proses pengilingan yang di lakukan dengan cara yang kurang hati-hati dapat terjadi hasil dengan kualitas rendah, karena butir beras menjadi kecil (beras menir) sehingga terbuang pada proses pemisahan dengan butir yang tidak pecah. Cara menggiling yang terlalu intensif, sehingga menghasilkan beras yang putih bersih (polished rice) sangat merugikan karena bagian-bagian yang mengandung zat makanan dalam konsentrasi tinggi (lembaga dan kulit ari) turut terbuang. Sebaliknya beras seperti itu tahan lama, sehingga masih di gemari pula.
Presentase beras pecah waktu penggilingan cukup tinggi berkisar antara 8%, ke atas. Hanyalah pecahan butur-butir kecil, yang ikut terbuang bersama dedak, atau di pisahkan dengan saringan dari beras yang di jual kepada para kelas pekerja. Sebagian besar dari butir-butir yang pecah di saring dari derajat kualitas beras yang di jual para pedagang sebagai beras kualitas tinggi. Bila pembuangan dengan di pertahankan di bawah 8%, hanya butir-butir pecahan kecil saja yang di buang, maka hasil dari asal seharusnya 65% berupa beras giling ringan yang mengandung thiamin 2 ug per gram. Berbeda halnya dengan beras yang di peroleh melalui proses penggilingan, pada proses beras yang hanya di peroleh dari hasil penumbukan hasilnya beras tumbuk tersebut tidak tahan lama, tetapi dengan cara menumbuk berbagai zat makanan yang terdapat dalam lembaga dan kulit ari sebagian besar dapat di pertahankan, sebagai jalan tengah beras dapat di giling dengan cara setengah giling (half milled rice).  
Di sini hanya akan di bahas secara umum, dengan mengambil beberapa contoh, mengingat banyak jenis bahan makanan, dan juga banyak cara di lakukan untuk memasak makanan itu. Sebagai contoh akan kita ambil pengaruh memasak terhadap beras, sayuran, dan daging, tiga golongan bahan makanan yang paling penting dan dikenal di Indonesia:
1. Memasak nasi
Untuk memudahkan pengangkutan dan penyimpanan maka beras di masukan dalam karung. Karung ini tidak selalu bersih, banyak di pakai sekali-sekali. Kemudian penjual eceran menjualnya di toko atau di pasar dalam keadaan terbuka tanpa mengindahkan kemungkinan pengotoran oleh debu dan lain-lain. Justru karena itulah beras sering kali kotor mangandung debu, batu-batu kecil dan mungkin masih mengandung gabah serta di hinggapi serangga.
2. Memasak sayuran
Di beberapa daerah di Indonesia sayuran di makan dalam keadaan mentah sebagai lalap. Kebiasaan makan seperti ini baik sekali, karena memberikan pada menu sehari-hari sejumlah besar vitamin dan mineral. Tetapi ada biji-bijian yang sebaiknya tidak di makan mentah karena mengandung zat yang merugikan badan. Sayuran yang sudah di masak berkurang kadar zat makananya, karena pengaruh berbagai faktor selama memasak. Jumlah vitamin dan mineral yang dipertahankan tergantung pada sifat yang di miliki oleh zat-zat makanan itu sendiri serta cara memasakyang di lakukan. Sebagian besar vitamin yang sudah rusak ialah yang tergolong vitamin yang mudah rusak oleh panas, yang larut dalam air dan yang mudah di oksidasikan sehingga berubah sifat. Dalam golongan ini yang paling banyak menderita kerusakan ialah vitamin C. jumlah mineral yang dapat berkurang karena larut dalam air pemasak terutama karena terdapat asam-asam organik yang mempermudah pelarutan mineral itu.
Dengan singkat, faktor-faktor yang dapat merendahkan kadar nutrien di dalam sayuran yang di masak ialah :
1. bila jumlah air perebus yang di pakai terlalu banyak
2. bila air perebus ini kemudian bila di buang setelah di pakai, dan tidak terus di pergunakan sebagai bagian dari masakan
3. bila sayuran akan di rebus itu di potong-potong dalam ukuran yang kecil-kecil, dan di biarkan lama sebelum di masak
4. bila air perebus tidak di biarkan mendidih dahulu sebelum sayuran di masukan ke dalamnya
5. bila pada waktu merebus, panci di biarkan terbuka
6. bila di pergunakan panci atau lainya yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin, misalnya alat-alat yang terbuat dari besi, tembaga dan lain-lain.        
Sangat menarik hal sayuran yang dimasak dalam sedikit lemak (di tumis misalnya), karena lemak ini dapat meninggikan suhu memasak, sehingga suhu yang diperlukan untuk memasak menjadi lebih pendek. Berbagai vitaminyang mudah rusak oleh suhu memasak, biasanya tidak larut dalam lemak dan lemak mungkin dapat melindungi berbagai vitamin yang mudah di oksidasikan oleh zat asam.

3. Memasak daging
Daging dapat di masak dengan mengoreng, merebus atau dengan di panggang. Pada umumnya memasak daging tidak akan menurunkan penurunan nilai gizi, bahkan dengan memasaknya, daya cerna (digestibility) daging jauh lebih baik di bandingkan dengan yang mentah. Ini di sebabakan oleh berbagai proses yang di akibatkan oleh suhu terhadap protein (denaturation and coagulation). Suhu memasak dapat menyebabkan terbentuknya zat-zat dengan aroma yang menarik selera, misalnya bau yang di timbulkan oleh kaldu (boullion), daging panggang dan sebagainya. Mungkin dengan mamanggang daging dapat terjadi penurunan kadar zat-zat makanan karena waktu lemak mencair, mungkin terbawa zat-zat makanan yang larut terbakar di dalam arang dan terjadi ikatan-ikatan organic yang merugikan tubuh.

Pengolahan bahan makanan untuk dijual ke pasar.
Di Indonesia dikenal banyak sekali makanan ynga telah di olah dengan berbagai cara dengan tujuan memberikan variasi dalam menu sehari – hari. Beberapa dari makanan seperti itu memilki nilai gizi yasng tinggi. Untuk menaqrik perhatian pembeli sering makanan atau minuman yang dijual di beri warna. Produsen makanan rakyat sering menggunakan zat warna yang tidak dipruntukan makanan, karena harganya lebih murah. Yang sering dipergunakan dalah zat warna tekstil.

1.      Tempe
Tempe terbuat dari kacang kedelai yang memilki kadar protein tnggi. Seperti diketahui sumber – sumber protein nabati dengan kadar protein yang tinggi, belum tentu tinggi pula nilai hayatinya. Ini disebabkan oleh lapisan selulosa di dalam jaringan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang sukar dicerna. Disamping itu pada berbagai kacang terdapat berbagai jenis enzim yang mempunyai fungsi bertentangan dengan enzim – enzim percernaan di dalam tubuh kita (trypsine inhibitor).
Pada pembuatan tempe, jamur yang menumbuhi dapat mencerna sebagian besr selulosa menjadi bentuk yang lebih muda untuk dicerna oleh tubuh manusia. Juga pada proses pembuatan tempe, trypsine inhibitor tadi menjadi tidak aktif lagi, sehingga nilai biologi tempe menjadi lebih baik jika dibandikan dengan kacang kedelai biasa.

2.      Tape singkong
Pada pembuatan tape singkong pada dasarnya ialah proses fermentasi. Hal yang menarik di sini bahwa hidrosianida (HCN) yang mulanya mungkin terdapat dalam sinkong itu akan hilang atau a kan tersisa sedikit sekali setelah diubah menjadi tape. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa keracunan singkong telah membawa banyak korban pada orang – orang yang tidak mengetahui terdapatnya racun ini pada jenis singkong yang tertentu.


3.      Tahu
Makanan ini terbuat dari kacang kedelai dan merupakan makanan yang relative mahal karena tersusun dari dispersed protein yang berasal dari kacang kedelai itu. Pada proses pembuatannya protein kedelai telah di masak dalam waktu yang cukup lama serta di saring, sehingga hasilnya akan mempunyai daya cerna (digestibility) yang tinggi.

4.      Pindang
Makanan ini di buat dengan cara fermentasi juga. Pada pindang yang baik kualitasnya, tulang-tulang ikan pun dapat menjadi sedemikian empuk, sehingga dapat di makan.

5.      Kecap
Kecap di buat dari kacang kedelai yang proteinya sebagian besar telah di hidrolisa (oleh jamur) mendapat campuran asam amino yang mudah di serap.
Ada 6 dasar prinsip pengolahan bahan makanan untuk pengawetan. Keenam prinsip ini adalah:
1. Pengurangan air – pengeringan, dehidrasi, dan pengentalan
2. Perlakuan panas – blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi
3. Perlakuan suhu rendah – pendinginan dan pembekuan
4. Pengendalian makanan – fermentasi dan aditif asam
5. Berbagai macam zat kimia aditif
6. Iradiasi

Prinsip pengawetan bahan makanan didasarkan atas bagaimana caranya memanipulasikan faktor – faktor linkungan bahan makanan yang dimaksud. Sebagai contoh mikroba membutuhkan suhu optic untuk pertumbuhannya. Suhu yang lebih tinggi merusak pertumbuhan sedangkan suhu yanag lebih rendah sanagat menghambat metabolisme.
Metabolisme mikroba memerlukan banyak air vbebes penghilangan air secara biologis aktif dengan perlakuan pengeringan atau dehidrasi menghentikan pertumbuhan mokroba. Perlakuan ini juga menurunkan akti fitas enzim dan reaksi – reaksi kimia. Proses ketengikan lipid akan menurun apabila air sruktural yang melindungi dibiarkan tetap seperti semula. Pengaruh penuapan air terhadap perubahan zat gizi dalam prose p[engeringan relative kecil kalau suhu pengeringannya sedang dan bahan makanan dikemas cukup baik. Pengeringan beku yaitu pengringan sublimasi dalam ruangan vakum pada suhu rendah mnemberikan keuntungan lebih daripada pengeringan suhu tinggi ditinjau dari sudut pengawetan gizi.
Pengaruh utama perlakuan panas adalah denaturasi protein seperti innaktif mikroba dan enzim – enzim yang lain. Pasteurisasi membebaskan bahan makan terhadap pathogen dan sebagian besar sel vegetatif mikroba sedangkan sterilisasi dapat didefinisikan sebagai proses memnetikan bsemua mikroba yang hidup. Sterilisasi dengan panas merupakn proses pengawetan makanan yang paling efektif namun mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi yang labil, terutuma vitamin – vitamin dan menurunnya nilai gizi protein terutama pada reaksi mallard.
Pengawetan suhu rendah terutama pengawetan dengan suhu beku ditinjau dari banyak segi merupakan cara pengawtan bahan makanan yang aling tidak merugikan. Suhu rendah menghamabat pertumbuhana dan memperlambat laju reaksi kimia dan enzim. Aktifitas enzim dalam danging dapat dikatakan berhenti dalam penyimpanan suhu beku sedangkan untuk penyimpanan bahan makanan sala sebelum pembekuana perlu dikukus terlebih dashulu untuk mencegah perubahan kwalitas yang tidak didinginkan. Susut kandungan vitamin minimal bila dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan kualitas secara keseluruhan terjadi terutama karena kondisi yang kurang menguntungkan pada proses pembekuan,pengeringan dan pelelehan kristal es (thawing).
Kerusakan bahan makanan yang derajat keasamannya rendah secara relative berjalan cepat. Pertumbuhan organisme penyebab kerusakan bahan makanan sangata terhambat dalam lingkungan yang keasamannaya tinggi. Salah satu cara pengawetan bahan makanan adalah menurunkan Ph bahan makanan tersebut dengan cara fermentasi anaerob senyawa karbohidrat menjadi asam laktat. Keasaman beberapa beberapa bahan makanan dapat dinaikkan dengan penambahan asam seperti cuka atau sama sitrat oleh prose fermentasi kecil. Dalam kandungan zat gizi makanan dapat ditingkatkan terutama melalui sinesis vitamin dan protein oleh mikroba.
Zat aditif berupa zat kimia mempunyai daya pengawet terhadap bahan makanan karena menyediakan lingkungan yang menghambat pertumbuhan mikroba reaksi kimia enzimatis dan kimia. Pengolahan demikian termasuk pola penggunaan agensia kiuring dan pengasapan produk daging, pengawetan kadar gula tinggi untuk sayuran dan buah-buahan serta perlakuan dengan berbagai macam zat kimia aditif. Pengaruh cara initerhadap zat gizi bervariasi namun pada umumnya kecil.





C.     Upaya mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan
Dalam pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah hilangnya atau berkurangnya kandungan gizi dan berubahnya tekstur, rasa, warna, dan bau di lakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengunakan teknik pengolahan dan pengawetan yang berorientasi gizi.
a.       Memasak nasi
Kehilangan thiamin pada nasi dapat di lakukan dengan cara yaitu sebelum di masak hendaknya pencucian yang di lakukan jangan di ulang-ulang cukup 2 kali saja dan cara masaknya dengan meliwet.
b.      Memasak sayuran
Sebelum di masak sayuran jangan di potong kecil-kecil sebab ruas permukaan yang meningkat akan menyebabkan nilai gizi yang hilang juga banyak.
1.      Gunakan air secukupnya
2.      Biarkan air yang akan di gunakan untuk merebus mendidih terlebih dahulu sebelum sayuran di masukan.
3.      Panci yang di gunakan untuk memasak harus di tutup.
4.      Jangan mengunakan panci atau alat lainya yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin.
5.      Gunakan air rebusan sebagai kuah.
6.      Pengawetan sayuran dengan cara pendinginan harus memperhatikan suhu optimum sayuran yang di maksud agar tidak terjadi pembusukan karena aktifitas mikroorganisme dan lain-lain.
Contoh: Kol pada suhu 00 C, buncis 7,5-100 C, tepung 7-100C, Wortel 0,1,50 C.
c.        Ikan atau daging
1.      pink spoilage dapat di cegah dengan mengunakan larutan sodium hypochlorite atau bahan lain yang serupa, dengan dosis tidak lebih dari 500 ppm.
2.      Case hardening dapat di cegah dengan cara membuat suhu pengeringan tidak terlalu tinggi, atau proses pengeringan awal tidak terlalu cepat.
3.      freezer burn dapat di cegah dengan cara membungkus daging yang di maksud.
d.      Buah
Pada pendinginan buah maka untuk mencegah kehilangan air atau memberi kilap maka kulit buah di lapisi dengan malam atau parafin.



e.       Susu
Pada susu pasteurisasi yang di lakukan mengunakan suhu <600 C sedangkan untuk pembuatan es krim menggunakan suhu 71,10 C selama 30 menit atau 82,2 0 C selama 16-20 detik.
2. Suplementasi bahan gizi
Pada dasarnya kehilangan bahan gizi seperti lemak asam amino, vitamin, dan mineral pada proses pengolahan sudah bisa di tekan seminimal mungkin jika menggunakan teknik pengolahan yang berorientasi gizi. Kebutuhan tubuh akan bahan gizi yang tidak dapat di penuhi dari bahan yang kita konsumsi dapat di tambah dengan mengkonsumsi bahan lain yang mengandung zat yang kita butuhkan. Salah satu cara yaitu dengan mengonsumsi makanan yang masih segar, sayuran dan lain-lain. Dengan mengkonsumsi buah-buahan segar dan sayuran secara langsung maka kebutuha zat gizi yang kita butuhkan dapat teratasi karena dala buah-buahan dan sayuran segar tersebut sudah terdapat zat gizi seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral.




















BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
Untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tingi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuhan mikroorganisme pada makanan.

B. SARAN
Bagi produsen makanan hendaknya  jangan hanya  mengenal produk pengawetan bahan pangan nabati dan hewani. Namun  juga harus mengerti seperti manfaat pengawetan bahan nabati dan hewani, faktor penyebab kerusakan bahan pangan, dan contoh bahan nabati dan hewani. Produsen makanan juga hendaknya mengetahui bagaimana teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang ideal.
Alangkah lebih baiknya para produsen juga harus mengetahui strategi dan upaya dalam mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan. Bagi produsen makanan jangan hanya ingin mendapatkan keuntungan yang besar tetapi juga memperhatikan aspek kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya.

No comments:

Post a Comment