BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai
sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses
fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan
tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet
dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Pengawet yang banyak digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan pangan adalah
benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat
yang bersifat lebih mudah larut.
Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang
membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian,
penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan
kualitas dan memeperpanjang umur simpan bahan pangan. Bahan pengawet adalah
senyawa yang mampu menghambat dan menghenrtikan proses fermentasi, pengasaman,
atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan
bahan pangan dari pembusukan (Margono, 2000).
Sedangkan menurut Permenkes No 722/menkes/per/IX/1988 tentang bahan tambahan
pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain
terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Cahyadi, 2008).
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi
terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara
baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai
pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai
cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana mengenal produk pengawetan bahan nabati dan hewani?
2.
Bagaimanakah jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan?
3.
Bagaimana Upaya pengolahan dan pengawetan bahan makana dalam mempertahankan
tekstur rasa, dan nilai gizi yang terkandung didalamnya
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui bagaimana produk pengawetan bahan nabati dan hewani
seperti manfaat pengawetan bahan nabati dan hewani, faktor penyebab kerusakan
bahan pangan, dan contoh bahan nabati dan hewani.
2.
Untuk mengetahui bagaimana teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan
makanan yang ideal.
3.
Untuk mengetahui strategi dan upaya dalam mengatasi permasalahan gizi dalam
pengolahan dan pengawetan makanan.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar
air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan
itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar
kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal
(metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan
untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat
sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi,
dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada
setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan
kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau
pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang
dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi,
bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
A. Mengenal
Produk Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani
Pengolahan dan pengawetan pangan dimulai zaman prasejarah saat manusia
memproses bahan mentah menjadi berbagai jenis masakan dengan cara pemanggangan,
pengasapan, perebusan, fermentasi, dan pengeringan serta penggaraman.
a.
Manfaat Pengawetan Bahan Nabati
dan Hewani
Proses pengawetan adalah suatu cara untuk menjadikan hasil peernakan dan
pertanian yang awalnya bersifat mudah rusak menjadi produk makanan atau minuman
(pangan) yang lebih awet dengan tetap mempertahankan sifat fisik, tekstur, warna,
dan zat gizinya. Tujuan utamanya yaitu untuk memperpanjang masa simpan.
b.
Faktor Penyebab Kerusakan
Bahan Pangan
1.
Pertumbuhan dan aktivitas mikroba yaitu bakteri, khamir, dan kapang.
2.
Aktivitas enzim-enzim didalam bahan pangan.
3.
Serangga, parasit, dan tikus.
4.
Suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan.
5.
Kadar air, udara terutama oksigen, sinar dan jangka waktu penyimpanan.
6.
Serangga, dapat merusak buah-buahan, sayu-sayuran, dan biji-bijian.
7.
Parasit, seperti cacing pita yang banyak ditemukan di daging babi.
8.
Tikus, ancaman yang berbahaya baik dari hasil panen dan bahan pangan yang
disimpan di gudang. Tikus bukan hanya merugikan karena memakan bahan, tapi
karena kotorannya yang berbau tidak enak dan baik untuk pertumbuhan bakteri.
Macam – macam Bakteri
1.
Bakteri Termofilik
adalah bakteri yang tumbuh pada suhu antara 44-55 C.
2.
Bakteri Mesofilik
adalah bakteri yang tumbuh pada suhu antara 20-45 C.
3.
Bakteri Psikrofilik
adalah bakteri yang tumbuh pada suhu di bawah 20 C.
4.
Bakteri Aerobik
adalah bakteri yang membutuhkan oksigen untuk tumbuh.
5.
Bakteri Anaerobic
bakteri yang tidak dapat tumbuh bila ada oksigen.
Tabel 3.1
Enzim yang bermanfaat dan merugikan pada makanan
Enzim
|
Proses Pengawetan dan Pengolahan
|
Manfaat atau Kerugian
|
Pektinase
|
Pengolahan sari buah
|
Menjernihkan sari buah
|
Alfa-Amilase
|
Pengolahan gula
|
Memecah pati menjadi glukosa
|
Poliphenol
|
Pengolahan apel
|
Munculnya warna cokelat waktu pengupasan apel
|
Lipoksigenase
|
Pengolahan susu kedelai
|
Munculnya bau langu pada susu kedelai
|
Klorofil Oksidase
|
Pengeringan sayuran
|
Perubahan warna pada saat pengeringan dan
penyimpanan
|
c.
Contoh Bahan Nabati Dan
Hewani
1. Bahan Nabati
adalah bahan yang
diperoleh dan berasal dari tumbuhan, seperti sayuran, buah, biji-bijian,
kacang-kacangan, rempah-rempah,umbi-umbian.
a. Sayuran
berdasarkan iklim:
i. Iklim
Tropis
misalnya :
kangkung, buncis, serai, kunyit, ubi jalar, daun singkong, jahe.
ii. Iklim
Sub-tropis
Misalnya :
wortel, brokoli, kentang, seledri, jamur, dan selada.
b. Buah-buahan
berdasarkan iklim
i. Iklim Tropis
Misalnya : nanas,
pisang, pepaya, alpukat, mangga, rambutan, duren, dsb
ii. Iklim
Sub-Tropis
Misalnya :
Anggur, apel, jeruk, berbagai jenis berry, dan sebagainya.
2. Bahan Hewani
a) Daging
Penghasil daging
meliputi : sapi, kerbau, kambing, dan sebagainya. Daging baik sebagai sumber
protein, lemak, mineral, dan vitamin. Faktor gizi daging dipengaruhi oleh umur
daging, lingkungan ternak, pakan, rekayasa, dan tingkat stres hewan. Faktor
utama kerusakan daging adalah mikroorganisme.
Sifat Fisiologis
Daging Pasca Penyembelihan:
1. Pre rigor
yaitu metabolisme
yang terjadi yaitu anaerobik, kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat
yang makin lama makin menumpuk sehingga daging lentur dan lunak. Daging pre
rigor bersifat mengemulusi lemak lebih baik, yang membuatnya cocok untuk
dijadikan produk seperti sosis.
2. Rigor Mortis
Pada tahap ini
terjai perubahan tekstur pada daging yaitu menjadi keras dan kaku. Daging ini
baik digunakan untuk produk dendeng. Kekerasan daging terjadi karena perubahan
struktur seratnya. Sedangkan kekakuannya terjadi karena terhentinya respirasi.
3. Post rigor
melunaknya
kembali tekstur daging disebebkan terjadinya penurunan pH.
b) Ikan
Berdasarkan
habitatnya ikan dibagi menjadi 3 :
1. Ikan Laut
misalnya : ikan
hiu, sarden, ikan pari, tuna, dll
2. Ikan Darat
misalnya : ikan
gurame, mujair, mas, lele, dll
3. Ikan Migrasi
adalah golongan
ikan yang hidup dilaut tetapi bertelur disungai.
misalnya: ikan
salmon dan salem.
Penyebab
Kerusakan Pada Ikan:
1. Kerusakan ikan
setelah mati
disebabkan adanya
aktivitas enzim kimiawi dan mikrobiologis. Enzim yang merombak akan menyebabkan
perubahan rasa, bau, warna, dan tekstur. Aktivitas kimiawi adalah terjadinya
aksidasi lemak daging ikan oleh oksigen dan menimbulkan bau tengik.
2. Kerusakan
secara fisik
misalnya : alat
tangkap sewaktu ikan ditangkap, selama distribusi dan
c) Telur
Bagian telur :
1. Putih telur
mengandung air, protein, karbohidrat dan mineral.
Susu memiliki
nilai gizi tinggi yaitu air, lemak, protein, karbohidrat, vitamin,dan mineral.
Vitamin pada susu yaitu A,D,E,K,C,riboflavil(B2),Tiamin(B1),Niasin, Asam
Pantotenat,Piridoksin(B6),Biotin,inositol, cholin,dan asam folat.
2. Kuning telur
mengandung komposisi yang lebih lengkap yaitu air, protein, lemak, karbohidrat,
mineral dan vitamin.
Bahaya yang
ditemukan pada telur adalah bakteri salmonela yang merupakan bakteri patogen
penyebab penyakit dan berasal dari kotoran ayam.
d) Susu
Bagian-Bagian
Susu:
1. Krim
adalah bagian
atas susu. Sebagian besar bahan yang terdapat didalam krim adalah lemak. Krim
dapat diolah menjadi mentega.
2. Skim
adalah bagian
yang terdapat dibagian bawah krim. Komponen utamanya adalah air dan protein.
Skim dapat diolah menjadi olahan susu lainnya.
B. Jenis-jenis
teknik pengolahan dan pengawetan makanan
a. Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan
yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan.
Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12
sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24
sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama
beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan
pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang
beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam
hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri,
sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di
biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan
cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya
terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan
pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
b. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian
air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung
melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di
kurangi sampai 53 batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di
dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume
bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan
dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan
transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah.
Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di
keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya,
pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang
di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat
fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga
disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai,
misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar
pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di
keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang
terbentuk keluar dari daerah pengeringan.
Penyedotan uap air ini dapat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan
dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari
bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan
tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan
waktu pengeringan.
c. Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi
untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air.
Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang
dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan
pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking
merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat
dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya
dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau
radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori
yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik
ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang
harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan
daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.
d. Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial
(bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain
(terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila
kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan
pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak
secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya)
dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh
semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara
hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air,
kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
e. Penggunaan
bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan
makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap,
manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat,
fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax
emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari
ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran.
Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur
sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang
disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk
mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena
kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982)
melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan
pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam
larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti
dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.
f. Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat
berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu
dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak
warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai
dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada
umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang
mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba
yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama
penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan
untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar
mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan
penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan
pengawet.
Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu:
a. pasteurisasi,
b. pemanasan pada 1000 C
c. pemanasan di atas 1000 C.
g. Teknik
fermentasi
Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi
juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan
bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di
bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis
bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau
muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat
dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut),
tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara
lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup
untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan
minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan
khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin),
yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan
reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan
bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet
identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi
3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan
NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan
kanker akan terhambat.
Di beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi
laktat telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling
terkenal tentu saja adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Bahkan selama
pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan. Bekasam
atau bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan dengan cara
fermentasi bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang
digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas
penggunaannya. (F:\Suara Merdeka Edisi Cetak.mht)
h. Teknik
Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti
pangan.Iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi
radiasi secara sengaja dan terarah (Maha,1985). Sedangkan menurut Winarno et
al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran
bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan
adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi
tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada
materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh
radiasi pengion adalah radiasi partikel ,dan gelombang elektromagnetik Contoh
radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak digunakan (Sofyan,
1984; Winarno et al., 1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan
adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan
137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel
bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama
terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991) , dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang
diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan.
Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh
hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis
yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya jika
dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima
konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki
sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang
membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak
pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun
karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
Peraturan tentang iradiasi pangan yang sampai sekarang digunakan antara
lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun
1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam
penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun 1996.
Pengolahan bahan makanan untuk menyiapkan bahan makanan siap hidang
Bahan makanan yang di olah sebelum di masak.
Bahan makanan segar dapat langsung di masak dan kemudian di hidangkan, akan
tetapi ada pula bahan makanan yang harus melalui beberapa cara pengolahan
tertentu sebelum dapat di masak, misalnya beras. Untuk memperoleh beras dari
padi, padi itu harus di giling atau di tumbuk terlebih dahulu. Setelah di
giling, beras ini memiliki beberapa proses pengolahan lainya seperti di simpan,
di angkut, di cuci dan sebagainya.
Pada proses pengilingan yang di lakukan dengan cara yang kurang hati-hati
dapat terjadi hasil dengan kualitas rendah, karena butir beras menjadi kecil
(beras menir) sehingga terbuang pada proses pemisahan dengan butir yang tidak
pecah. Cara menggiling yang terlalu intensif, sehingga menghasilkan beras yang
putih bersih (polished rice) sangat merugikan karena bagian-bagian yang
mengandung zat makanan dalam konsentrasi tinggi (lembaga dan kulit ari) turut
terbuang. Sebaliknya beras seperti itu tahan lama, sehingga masih di gemari
pula.
Presentase beras pecah waktu penggilingan cukup tinggi berkisar antara 8%,
ke atas. Hanyalah pecahan butur-butir kecil, yang ikut terbuang bersama dedak,
atau di pisahkan dengan saringan dari beras yang di jual kepada para kelas
pekerja. Sebagian besar dari butir-butir yang pecah di saring dari derajat
kualitas beras yang di jual para pedagang sebagai beras kualitas tinggi. Bila
pembuangan dengan di pertahankan di bawah 8%, hanya butir-butir pecahan kecil
saja yang di buang, maka hasil dari asal seharusnya 65% berupa beras giling
ringan yang mengandung thiamin 2 ug per gram. Berbeda halnya dengan beras yang
di peroleh melalui proses penggilingan, pada proses beras yang hanya di peroleh
dari hasil penumbukan hasilnya beras tumbuk tersebut tidak tahan lama, tetapi
dengan cara menumbuk berbagai zat makanan yang terdapat dalam lembaga dan kulit
ari sebagian besar dapat di pertahankan, sebagai jalan tengah beras dapat di
giling dengan cara setengah giling (half milled rice).
Di sini hanya akan di bahas secara umum, dengan mengambil beberapa contoh,
mengingat banyak jenis bahan makanan, dan juga banyak cara di lakukan untuk
memasak makanan itu. Sebagai contoh akan kita ambil pengaruh memasak terhadap beras,
sayuran, dan daging, tiga golongan bahan makanan yang paling penting dan
dikenal di Indonesia:
1. Memasak nasi
Untuk memudahkan pengangkutan dan penyimpanan maka beras di masukan dalam
karung. Karung ini tidak selalu bersih, banyak di pakai sekali-sekali. Kemudian
penjual eceran menjualnya di toko atau di pasar dalam keadaan terbuka tanpa
mengindahkan kemungkinan pengotoran oleh debu dan lain-lain. Justru karena
itulah beras sering kali kotor mangandung debu, batu-batu kecil dan mungkin
masih mengandung gabah serta di hinggapi serangga.
2. Memasak sayuran
Di beberapa daerah di Indonesia sayuran di makan dalam keadaan mentah
sebagai lalap. Kebiasaan makan seperti ini baik sekali, karena memberikan pada
menu sehari-hari sejumlah besar vitamin dan mineral. Tetapi ada biji-bijian
yang sebaiknya tidak di makan mentah karena mengandung zat yang merugikan
badan. Sayuran yang sudah di masak berkurang kadar zat makananya, karena
pengaruh berbagai faktor selama memasak. Jumlah vitamin dan mineral yang
dipertahankan tergantung pada sifat yang di miliki oleh zat-zat makanan itu
sendiri serta cara memasakyang di lakukan. Sebagian besar vitamin yang sudah
rusak ialah yang tergolong vitamin yang mudah rusak oleh panas, yang larut
dalam air dan yang mudah di oksidasikan sehingga berubah sifat. Dalam golongan
ini yang paling banyak menderita kerusakan ialah vitamin C. jumlah mineral yang
dapat berkurang karena larut dalam air pemasak terutama karena terdapat
asam-asam organik yang mempermudah pelarutan mineral itu.
Dengan singkat, faktor-faktor yang dapat merendahkan kadar nutrien di dalam
sayuran yang di masak ialah :
1. bila jumlah air perebus yang di pakai terlalu banyak
2. bila air perebus ini kemudian bila di buang setelah di pakai, dan tidak
terus di pergunakan sebagai bagian dari masakan
3. bila sayuran akan di rebus itu di potong-potong dalam ukuran yang
kecil-kecil, dan di biarkan lama sebelum di masak
4. bila air perebus tidak di biarkan mendidih dahulu sebelum sayuran di
masukan ke dalamnya
5. bila pada waktu merebus, panci di biarkan terbuka
6. bila di pergunakan panci atau lainya yang terbuat dari logam yang dapat
mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin, misalnya alat-alat yang terbuat
dari besi, tembaga dan lain-lain.
Sangat menarik hal sayuran yang dimasak dalam sedikit lemak (di tumis
misalnya), karena lemak ini dapat meninggikan suhu memasak, sehingga suhu yang
diperlukan untuk memasak menjadi lebih pendek. Berbagai vitaminyang mudah rusak
oleh suhu memasak, biasanya tidak larut dalam lemak dan lemak mungkin dapat
melindungi berbagai vitamin yang mudah di oksidasikan oleh zat asam.
3. Memasak daging
Daging dapat di masak dengan mengoreng, merebus atau dengan di panggang.
Pada umumnya memasak daging tidak akan menurunkan penurunan nilai gizi, bahkan
dengan memasaknya, daya cerna (digestibility) daging jauh
lebih baik di bandingkan dengan yang mentah. Ini di sebabakan oleh berbagai
proses yang di akibatkan oleh suhu terhadap protein (denaturation and
coagulation). Suhu memasak dapat menyebabkan terbentuknya zat-zat
dengan aroma yang menarik selera, misalnya bau yang di timbulkan oleh
kaldu (boullion), daging panggang dan sebagainya. Mungkin dengan
mamanggang daging dapat terjadi penurunan kadar zat-zat makanan karena waktu
lemak mencair, mungkin terbawa zat-zat makanan yang larut terbakar di dalam
arang dan terjadi ikatan-ikatan organic yang merugikan tubuh.
Pengolahan bahan makanan untuk dijual ke pasar.
Di Indonesia dikenal banyak sekali makanan ynga telah di olah dengan
berbagai cara dengan tujuan memberikan variasi dalam menu sehari – hari.
Beberapa dari makanan seperti itu memilki nilai gizi yasng tinggi. Untuk
menaqrik perhatian pembeli sering makanan atau minuman yang dijual di beri
warna. Produsen makanan rakyat sering menggunakan zat warna yang tidak
dipruntukan makanan, karena harganya lebih murah. Yang sering dipergunakan
dalah zat warna tekstil.
1. Tempe
Tempe terbuat dari kacang kedelai yang memilki kadar protein tnggi. Seperti
diketahui sumber – sumber protein nabati dengan kadar protein yang tinggi,
belum tentu tinggi pula nilai hayatinya. Ini disebabkan oleh lapisan selulosa
di dalam jaringan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang sukar dicerna.
Disamping itu pada berbagai kacang terdapat berbagai jenis enzim yang mempunyai
fungsi bertentangan dengan enzim – enzim percernaan di dalam tubuh kita (trypsine
inhibitor).
Pada pembuatan tempe, jamur yang menumbuhi dapat mencerna sebagian besr
selulosa menjadi bentuk yang lebih muda untuk dicerna oleh tubuh manusia. Juga
pada proses pembuatan tempe, trypsine inhibitor tadi menjadi
tidak aktif lagi, sehingga nilai biologi tempe menjadi lebih baik jika
dibandikan dengan kacang kedelai biasa.
2. Tape singkong
Pada pembuatan tape singkong pada dasarnya ialah proses fermentasi. Hal
yang menarik di sini bahwa hidrosianida (HCN) yang mulanya mungkin terdapat
dalam sinkong itu akan hilang atau a kan tersisa sedikit sekali setelah diubah
menjadi tape. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa keracunan singkong telah
membawa banyak korban pada orang – orang yang tidak mengetahui terdapatnya
racun ini pada jenis singkong yang tertentu.
3. Tahu
Makanan ini terbuat dari kacang kedelai dan merupakan makanan yang relative
mahal karena tersusun dari dispersed protein yang berasal dari kacang kedelai
itu. Pada proses pembuatannya protein kedelai telah di masak dalam waktu yang
cukup lama serta di saring, sehingga hasilnya akan mempunyai daya cerna (digestibility) yang
tinggi.
4. Pindang
Makanan ini di buat dengan cara fermentasi juga. Pada pindang yang baik
kualitasnya, tulang-tulang ikan pun dapat menjadi sedemikian empuk, sehingga
dapat di makan.
5. Kecap
Kecap di buat dari kacang kedelai yang proteinya sebagian besar telah di
hidrolisa (oleh jamur) mendapat campuran asam amino yang mudah di serap.
Ada 6 dasar prinsip pengolahan bahan makanan untuk pengawetan. Keenam
prinsip ini adalah:
1. Pengurangan air – pengeringan, dehidrasi, dan pengentalan
2. Perlakuan panas – blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi
3. Perlakuan suhu rendah – pendinginan dan pembekuan
4. Pengendalian makanan – fermentasi dan aditif asam
5. Berbagai macam zat kimia aditif
6. Iradiasi
Prinsip pengawetan bahan makanan didasarkan atas bagaimana caranya
memanipulasikan faktor – faktor linkungan bahan makanan yang dimaksud. Sebagai
contoh mikroba membutuhkan suhu optic untuk pertumbuhannya. Suhu yang lebih
tinggi merusak pertumbuhan sedangkan suhu yanag lebih rendah sanagat menghambat
metabolisme.
Metabolisme mikroba memerlukan banyak air vbebes penghilangan air secara
biologis aktif dengan perlakuan pengeringan atau dehidrasi menghentikan
pertumbuhan mokroba. Perlakuan ini juga menurunkan akti fitas enzim dan reaksi
– reaksi kimia. Proses ketengikan lipid akan menurun apabila air sruktural yang
melindungi dibiarkan tetap seperti semula. Pengaruh penuapan air terhadap
perubahan zat gizi dalam prose p[engeringan relative kecil kalau suhu
pengeringannya sedang dan bahan makanan dikemas cukup baik. Pengeringan beku
yaitu pengringan sublimasi dalam ruangan vakum pada suhu rendah mnemberikan
keuntungan lebih daripada pengeringan suhu tinggi ditinjau dari sudut
pengawetan gizi.
Pengaruh utama perlakuan panas adalah denaturasi protein seperti innaktif
mikroba dan enzim – enzim yang lain. Pasteurisasi membebaskan bahan makan
terhadap pathogen dan sebagian besar sel vegetatif mikroba sedangkan
sterilisasi dapat didefinisikan sebagai proses memnetikan bsemua mikroba yang
hidup. Sterilisasi dengan panas merupakn proses pengawetan makanan yang paling
efektif namun mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi yang labil,
terutuma vitamin – vitamin dan menurunnya nilai gizi protein terutama pada
reaksi mallard.
Pengawetan suhu rendah terutama pengawetan dengan suhu beku ditinjau dari
banyak segi merupakan cara pengawtan bahan makanan yang aling tidak merugikan.
Suhu rendah menghamabat pertumbuhana dan memperlambat laju reaksi kimia dan
enzim. Aktifitas enzim dalam danging dapat dikatakan berhenti dalam penyimpanan
suhu beku sedangkan untuk penyimpanan bahan makanan sala sebelum pembekuana
perlu dikukus terlebih dashulu untuk mencegah perubahan kwalitas yang tidak
didinginkan. Susut kandungan vitamin minimal bila dibandingkan dengan cara
pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan kualitas secara keseluruhan terjadi
terutama karena kondisi yang kurang menguntungkan pada proses
pembekuan,pengeringan dan pelelehan kristal es (thawing).
Kerusakan bahan makanan yang derajat keasamannya rendah secara relative
berjalan cepat. Pertumbuhan organisme penyebab kerusakan bahan makanan sangata
terhambat dalam lingkungan yang keasamannaya tinggi. Salah satu cara pengawetan
bahan makanan adalah menurunkan Ph bahan makanan tersebut dengan cara
fermentasi anaerob senyawa karbohidrat menjadi asam laktat. Keasaman beberapa beberapa
bahan makanan dapat dinaikkan dengan penambahan asam seperti cuka atau sama
sitrat oleh prose fermentasi kecil. Dalam kandungan zat gizi makanan dapat
ditingkatkan terutama melalui sinesis vitamin dan protein oleh mikroba.
Zat aditif berupa zat kimia mempunyai daya pengawet terhadap bahan makanan
karena menyediakan lingkungan yang menghambat pertumbuhan mikroba reaksi kimia
enzimatis dan kimia. Pengolahan demikian termasuk pola penggunaan agensia
kiuring dan pengasapan produk daging, pengawetan kadar gula tinggi untuk
sayuran dan buah-buahan serta perlakuan dengan berbagai macam zat kimia aditif.
Pengaruh cara initerhadap zat gizi bervariasi namun pada umumnya kecil.
C. Upaya
mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan
Dalam pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah hilangnya atau
berkurangnya kandungan gizi dan berubahnya tekstur, rasa, warna, dan bau di
lakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengunakan
teknik pengolahan dan pengawetan yang berorientasi gizi.
a. Memasak nasi
Kehilangan thiamin pada nasi dapat di lakukan dengan cara yaitu sebelum di
masak hendaknya pencucian yang di lakukan jangan di ulang-ulang cukup 2 kali
saja dan cara masaknya dengan meliwet.
b. Memasak sayuran
Sebelum di masak sayuran jangan di potong kecil-kecil sebab ruas permukaan
yang meningkat akan menyebabkan nilai gizi yang hilang juga banyak.
1. Gunakan air secukupnya
2. Biarkan air yang akan di gunakan
untuk merebus mendidih terlebih dahulu sebelum sayuran di masukan.
3. Panci yang di gunakan untuk memasak
harus di tutup.
4. Jangan mengunakan panci atau alat
lainya yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap
vitamin.
5. Gunakan air rebusan sebagai kuah.
6. Pengawetan sayuran dengan cara
pendinginan harus memperhatikan suhu optimum sayuran yang di maksud agar tidak
terjadi pembusukan karena aktifitas mikroorganisme dan lain-lain.
Contoh: Kol pada suhu 00 C, buncis 7,5-100 C, tepung 7-100C, Wortel 0,1,50 C.
c. Ikan atau daging
1. pink spoilage dapat di
cegah dengan mengunakan larutan sodium hypochlorite atau bahan lain yang
serupa, dengan dosis tidak lebih dari 500 ppm.
2. Case hardening dapat di
cegah dengan cara membuat suhu pengeringan tidak terlalu tinggi, atau proses
pengeringan awal tidak terlalu cepat.
3. freezer burn dapat di
cegah dengan cara membungkus daging yang di maksud.
d. Buah
Pada pendinginan buah maka untuk mencegah kehilangan air atau memberi kilap
maka kulit buah di lapisi dengan malam atau parafin.
e. Susu
Pada susu pasteurisasi yang di lakukan mengunakan suhu <600 C sedangkan
untuk pembuatan es krim menggunakan suhu 71,10 C selama 30 menit atau 82,2 0 C
selama 16-20 detik.
2. Suplementasi bahan gizi
Pada dasarnya kehilangan bahan gizi seperti lemak asam amino, vitamin, dan
mineral pada proses pengolahan sudah bisa di tekan seminimal mungkin jika
menggunakan teknik pengolahan yang berorientasi gizi. Kebutuhan tubuh akan
bahan gizi yang tidak dapat di penuhi dari bahan yang kita konsumsi dapat di
tambah dengan mengkonsumsi bahan lain yang mengandung zat yang kita butuhkan.
Salah satu cara yaitu dengan mengonsumsi makanan yang masih segar, sayuran dan
lain-lain. Dengan mengkonsumsi buah-buahan segar dan sayuran secara langsung
maka kebutuha zat gizi yang kita butuhkan dapat teratasi karena dala
buah-buahan dan sayuran segar tersebut sudah terdapat zat gizi seperti lemak,
protein, vitamin, dan mineral.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar
air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan
itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar
kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal
(metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
Untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tingi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan
berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu
upaya untuk menahan laju pertumbuhan mikroorganisme pada makanan.
B. SARAN
Bagi produsen makanan hendaknya jangan hanya mengenal produk
pengawetan bahan pangan nabati dan hewani. Namun juga harus
mengerti seperti manfaat pengawetan bahan nabati dan hewani, faktor
penyebab kerusakan bahan pangan, dan contoh bahan nabati dan hewani. Produsen
makanan juga hendaknya mengetahui bagaimana teknik dan cara pengolahan dan
pengawetan bahan makanan yang ideal.
Alangkah lebih baiknya para produsen juga harus mengetahui strategi dan
upaya dalam mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan
makanan. Bagi produsen makanan jangan hanya ingin mendapatkan keuntungan yang
besar tetapi juga memperhatikan aspek kesehatan bagi masyarakat yang
mengkonsumsinya.
No comments:
Post a Comment