BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Setelah kedatangan
Islam, terjadi proses penyebaran yang begitu luas. Akibatnya tumbuh dan
berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam dikepulauan Indonesia. Kerajaan Islam
tersebut tumbuh dan berkembang di daerah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku,
Sulawesi, dan Kalimantan.
Kerajaan islam di
Sumatra yang dimulai dari berita awal abad ke-
16 dari Tome Pires
dalam Sume Oriental (1512-1515) mengatakan bahwa Sumatra, terutama disepanjang
pesisir selat Malaka dan pesisir barat Sumatra telah banyak kerajaan islam baik
yang besar maupun yang kecil. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah Aceh, Bican,
Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongakal,
Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau, Tiku, Panchur, dan
Barus.
Kerajaan-kerajaan
tersebut ada yang tengah mengalami perkembangan bahkan ada yang sedang
mengalami keruntuhan karena pergeseran politik satu dengan lainnya. Berdasarkan
sumber sejarah lainnya bahkan data arkeologis ada kerajaan Islam yang sudah
tumbuh sejak dua abad sebelum kehadiran Tome Pires, yaitu Kerajaan Islam
Samudra Pasai. Tumbuhnya kerajaan Islam Samudra Pasai tidak dapat dipisahkan
dari letak geografisnya yang senantiasa tersentuh pelayaran dan perdagangan
internasional melalui Selat Malaka yang sudah ada sejak abad-abad pertama
Masehi. Sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi para pedagang muslim dari Arabia, Persi
(Iran), dan dari negeri-negeri Tmur Tengah mulai memegang peranan penting. Dari
latar belakang inilah akan dibahas lebih jauh mengenai kerajaan islam kedua di
Indonesia yang sangat memiliki pengaruh terhadap kerajaan islam lainnya di
Nusantara.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan tema penulisan yang akan di
uraikan dalam makalah ini, kami merumuskan masalah yang hendak dibahas antara
lain sebagai berikut.
1) Bagaimana Awal masuk Islam di Kerajaan
Samudra Pasai?
2) Seperti apa Proses berkembangnya Kerajaan
Samudra Pasai di segala bidang?
3) Siapa saja Raja- raja yang berpengaruh di
Kerajaan Samudra Pasai?
4) Bagaimana keadaan Puncak kejayaan
Kerajaan Samudra Pasai?
5) Faktor apa yang mempengaruhi Kemunduran
Kerajaan Samudra Pasai?
6) Apa saja Peninggalan dari Kerajaan
Samudra Pasai?
1.3.
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membantu dan mempermudah pembelajaran, serta
melengkapi pematerian. Mendeskripsikan
tentang Awal masuk Islam di Kerajaan
Samudra Pasai, Proses berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai di segala bidang,
Raja- raja yang berpengaruh di Kerajaan Samudra Pasai, Puncak kejayaan Kerajaan
Samudra Pasai, Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai, Peninggalan dari Kerajaan
Samudra Pasai.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Awal masuk islam di Kerajaan Samudra Pasai
Kedatangan Islam di berbagai daerah
Indonesia tidaklah bersamaan. Sekitar abad ke-7 dan 8, Selat Malaka sudah mulai
dilalui oleh pedagang-pedagang Muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di
Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman T’ang, pada
abad-abad tersebut diduga masyarakat Muslim telah ada, baik di Kanton maupun di
daerah Sumatera.
Di Sumatera, daerah
yang pertama kali disinggahi oleh orang-orang Islam adalah pesisir Samudera.
Penyebabnya terdiri dari para mubaligh dan saudagar Islam yang datang dari
Arab, Mesir, Persia dan Gujarat. Para saudagar ini banyak dijumpai di beberapa
pelabuhan di Sumatera yaitu di Barus yang terletak di pesisir Barat Sumatera,
Lamuri di pesisir Timur Sumatera dan di pesisir lainnya seperti di
Perlak,yaitu sekitar tahun 674 Masehi.
Kehadiran agama Islam
di Pasai mendapat tanggapan yang cukup berarti di kalangan masyarakat. Di Pasai
agama Islam tidak hanya diterima oleh lapisan masyarakat pedesaan atau
pedalaman malainkan juga merambah lapisan masyarakat perkotaan. Dalam
perkembangan selanjutnya, berdirilah kerajaan Samudera Pasai.
Samudera Pasai
didirikan oleh Nizamudin Al-Kamil pada tahun 1267. Nizamudin Al-Kamil adalah
seorang laksmana angkatan laut dari Mesir sewaktu dinasti Fatimiyah berkuasa.
Ia ditugaskan untuk merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat pada tahun 1238 M.
Setelah itu, ia mendirikan kerajaan Pasai untuk menguasai perdagangan Lada.
Dinasti Fatimiyah merupakan dinasti yang beraliran paham Syiah, maka bisa
dianggap bahwa pada waktu itu Kerajaan Pasai juga berpaham Syiah. Akan tetapi,
pada saat ada ekspansi ke daerah Sampar Kanan dan Sampar Kiri sang laksamana
Nizamudin Al-Kamil gugur.
Setelah keruntuhan
dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah pada tahun 1284, dinasti Mamuluk yang
bermadzhab Syafi’I berinisiatif mengambil alih kekuasaan Kerajaan Pasai. Selain
untuk menghilangkan pengaruh Syiah, penaklukan ini juga bertujuan untuk
menguasai pasar rempah-rempah dan lada dan pelabuhan Pasai. Maka, Syekh Ismail
bersama Fakir Muhammad menunaikan tugas tersebut. Mereka akhirnya dapat merebut
Pasai. Selanjutnya dinobatkanlah Marah Silu sebagai raja Samudera Pasai yang
pertama oleh Syekh Ismail. Setelah Marah Silu memeluk Islam dan dinobatkan
menjadi raja, dia diberi gelar “Malikus Saleh” pada tahun 1285. Nama ini adalah
gelar yang dipakai oleh pembangunan kerajaan Mamuluk yang pertama di Mesir
yaitu “Al Malikus Shaleh Ayub”.
Ada kisah-kisah menarik
yang diterangkan dalam Hikayat Raja Pasai seputar Marah Silu. Kisah-kisah ini
nyaris di luar nalar dan beraroma mistis. Seperti adanya sabda Rasulullah yang
menaubatkan berdirinya kerajaan Samudera Pasai ataupun kisah Merah Silu yang
tanpa diajari siapapun mampu membaca Al Quran 30 juz dengan sempurna. Terlepas
dari itu, Malik As Saleh kemudian berpindah paham, dari Syiah menjadi paham
Syafi’i. Maka aliran paham di Kerajaan Samudera Pasai yang semula Syiah berubah
menjadi paham Syafi’I yang sunni.
2.2. Proses berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai
di segala bidang
Dengan timbulnya Kerajaan Samudra Pasai maka
Kesultanan Perlak mengalami kemunduran. Samudra Pasai tampil sebagai bandar
dagang utama di pantai timur Sumatra Utara. Samudra Pasai tidak hanya menjadi
pusat perdagangan lada ketika itu, tetapi juga sebagai pusat pengembangan agama
Islam bermazhab Syafi’i.
Pada masa pemerintahan
Sultan Malik Al Saleh berkembanglah agama Islam mazhab Syafi’i. Awalnya Sultan
Malik Al Saleh merupakan pemeluk Syi’ah yang di bawa dari pedagang-pedagang
Gujarat yang datang ke Indonesia pada abad 12. Pedagang-pedagang Gujarat
bersama-sama pedagang Arab dan Persia menetap di situ dan mendirikan
kerajaan-kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak di muara
Sungai Perlak dan Kerajaan Samudra Pasai di muara Sungai Pasai. Namun kemudian Sultan Malik Al Saleh
berpindah menjadi memeluk Islam bermazhab Syafi’i atas bujukan Syekh Ismail
yang merupakan utusan Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliran mazhab Syafi’i.
Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh juga Samudra Pasai mendapat
kunjungan dari Marco Polo.
2.2.1. Kehidupan Politik
Raja pertama samudra
pasai sekaligus pendiri kerajaan adalah Marah silu bergelar sultan Malik al
Saleh, dan memerintah antara tahun 1285-1297. Pada masa pemerintahan Sultan
Malik Al Saleh, kerajaan tersebut telah memiliki lembaga Negara yang teratur
dengan angkatan perang laut dan darat yang kuat, meskipun demikian, secara
politik kerajaan Samudra Pasai masih berada dibawah kekuasaan Majapahit. Pada
tahun 1295, Sulthan malik al saleh menunjuk anaknya sebagai raja, yang kemudian
dikenal dengan Sultan Malik Al Zahir I (1297-1326), Pada masa pemerintahannya
samudra pasai berhasail menaklukkan kerajaan islam Perlak.
Setelah sultan Malik Al
Zahir I mangkat, Pimpinan kerajaan diserahkan kepada Sultan ahmad laikudzahir
yang bergelar Sulthan Malik Al Zahir II (1326-1348)
2.2.2. Kehidupan Ekonomi
Karena letak geografisnya yang strategis, ini
mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun langsung ke dunia maritim.
Samudera pasai juga mempersiapkan bandar – bandar yang digunakan untuk:
a) Menambah perbekalan untuk pelayaran
selanjutnya
b) Mengurus soal – soal atau masalah –
masalah perkapalan
c) Mengumpulkan barang – barang dagangan
yang akan dikirim ke luar negeri
d) Menyimpan barang – barang dagangan sebelum
diantar ke beberapa daerah di Indonesia
Tahun 1350 M merupakan
masa puncak kebesaran kerajaan Majapahit, masa itu juga merupakan masa
kebesaran Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai juga berhubungan
langsung dengan Kerajaan Cina sebagai siasat untuk mengamankan diri dari
ancaman Kerajaan Siam yang daerahnya meliputi Jazirah Malaka.
Perkembangan ekonomi
masyarakat Kerajaan Samudera Pasai bertambah pesat, sehingga selalu menjadi
perhatian sekaligus incaran dari kerajaan – kerajaan di sekitarnya. Setelah
Samudera Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka maka pusat perdagangan dipindahkan
ke Bandar Malaka.
2.2.3. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial
masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan – aturan dan okum –
okum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan kehidupan
sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah
sehingga daerah Aceh mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah.
2.3. Raja- raja yang berpengaruh di Kerajaan
Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai
ini merupakan kerajaan islam kedua sesudah Perlak. Sumber-sumber sejarah
mengenai kerajaan ini jauh lebih lengkap dibandingkan dengan kerajaan pertama.
Disamping Hikayat, berita-berita luar negeri, kerajaan ini juga meninggalkan
peninggalan arkeologis berupa prasasti yang dapat menjadi saksi utama mengenai
telah berdirinya kerajaan ini.
Menurut buku Daliman,
Pendiri kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al Shaleh. Hal ini diketahui
dengan pasti dari prasasti yang terdapat dari batu nisan makamnya yang
menyatakan bahwa sultan Malik Al Shaleh ini meninggal pada bulan Ramadhan 676
tahun sesudah hijrah Nabi atau 1297, jadi 5 tahun sesudah kunjungan Marcopolo
ke negeri ini dalam perjalanannya pulang dari Cina.
Tradisi dari hikayat
raja-raja Pasai menceritakan asal-usul Sultan Malik Al-Saleh. Sebelum menjadi
raja dan bergelar Sultan, raja ini semula adalah seorang marah dan bernama
Marahsilu. Ayah Marahsilu bernama Marah Gajah dan ibunya adalah Putri Betung.
Putri Betung mempunyai rambut pirang di kepalanya. Ketika rambut pirang itu
dibantun oleh Marah Gajah keluarlah darah putih. Setelah darah putih itu
berhenti mengalir, maka menghilanglah Putri Betung. Peristiwa itu didengar oleh
ayah angkat Putri Betung ialah Raja Muhammad. Raja Muhammad karena marah segera
mengerahkan orang-orangnya untuk mencari dan menangkap Marah Gajah. Marah Gajah
yang takut karena kehilangan Putri Betung menyingkir dan meminta perlindungan
dari ayah angkatnya pula yang bernama Raja Ahmad. Ternyata Raja Muhammad dan
Raja Ahmad adalah dua orang bersaudara. Tetapi karena peristiwa Putri Betung d
atas, maka kedua orang bersaudara itu akhirnya berperang.
Keduanya tewas dan
Marah Gajah sendiri juga tewas terbunuh dalam peperangan. Putri Betung
meninggalkan dua orang putra yaitu Marah Sum dan Marah Silu, mereka berdua
meninggalkan tempat kediamannya dan mulai hidup mengembara. Marah Sum kemudian
menjadi raja Biruen. Sedang Marah Silu akhirnya dapat merebut rimba Jirun dan
menjadi raja di situ. Marah Slu mendirikan istana kerajaannya di atas bukit
yang banyak didiami oleh semut besar yang oleh rakyat di sekitarnya disebut
Semut Dara (Samudra). Itulah sebabnya maka negara itu kemudian dinamakan negara
Samudra.
Semula Marah Silu
adalah penganut agama Islam aliran Syi’ah. Seperti kita ketahui bahwa agama
Islam yang berpengaruh di pantai timur Sumatra Utara pada waktu itu adalah
agama Islam aliran Syi’ah.
Untuk melenyapkan
pengaruh Syi’ah dan untuk kemudian mengembangkan Islam mahzab Syafi’i di pantai
timur Sumatra Utara, maka Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliranmahzab Syafi’i
pada 1254 mengirimkan Syekh Ismail ke pantai timur Sumatra Utara bersama Fakir
Muhammad, bekas ulama di pantai barat India. Di Samudra Pasai, Syekh Ismail
berhasil menemui Marah Silu dan berhasil pula membujukknya untk memeluk agama
Islam mahzab Syafi’i kemudian Syekh Ismail menobatkan Marah Silu sebagai Sultan
pertama di kerajaan Samudra Pasai dan bergelar Sultan Malik Al-Saleh. Pengikut
Marah Silu yang bernama Sri Kaya dan Bawa Kaya ikut juga masuk mahzab Syafi’i
dan berganti nama pula menjadi Sidi Ali Khiauddin dan Sidi Ali Hassanuddin.
Penobatan Marah Silu
sebagai Sultan pertama di Samudra Pasai oleh Syekh Ismail ini didasarkan atas
beberapa pertimbangan. Setelah Sultan Malik Al Saleh meninggal pada 1297 ia
digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad, yang lebih terkenal dengan Sultan Malik
Al Tahir yang memerintah sampai tahun 1326. Kemudian ia digantikan oleh Sultan
Ahmad Bahian Syah Malik Al Tahir dan pada masa pemerintahan beliau Samudra
Pasai juga mendapat kunjungan dari Ibnu Batutah. Ibnu Battutah adalah seorang
dari Afrika Utara yang bekerja pada Sultan Delhi di India. Ia mengunjungi
Samudra Pasai dalam rangka singgah ketika melakukan perjalanannya ke Cina
sebagai utusan Sultan Delhi. Dalam catatan-catatan Ibnu Batutah kita dapat mengetahui bagaimana peranan
Samudra Pasai ketika perkembangannya. Sebagai bandar utama perdagangan di
pantai timur Sumatra Utara, Samudra Pasai banyak didatangi oleh kapal-kapal
dari India, Cina, dan dari daerah-daerah lain di Indonesia. Di bandar tersebut
kapal-kapal saling bertemu, transit, membongkar serta memuat barang-barang
dagangannya.
Dalam sistem
pemerintahanannya, Samudra Pasai mengadopsi dari India dan Persia. Keraton dan
Istana Kerajaan Samudra Pasai dibangun bergaya arsitektur India. Pengaruh
Persia dapat terlihat dari gelar-gelar yang digunakan oleh pemerintahan
kerajaan. Raja sendiri menggunakan gelar syah, sedang patihnya yang mendampingi
raja bergelar amir, bahkan di antara pembesar-pembesar kerajaan terdapat pula
orang Persia.
2.4. Puncak kejayaan Kerajaan Samudra Pasai
Puncak Kejayaan Samudra
Pasai Puncak kejayaan kerajaan samudra pasai ini ditandai dengan adanya
perkembangan dibidang-bidang kehidupan kerajaan Samudra pasai, seperti ;
a.
Di bidang perekonomian dan perdagangan
Dalam segi ekonomi perkembangan kerajaan
Samudra Pasai ini ditandai dengan sudah adanya mata uang yang diciptakan
sendiri untuk alat pembayaran yang terbuat dari emas, uang ini dinamakan
Dirham. Selain itu, ditandai juga dengan berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai
menjadi pusat perdagangan internasional pada masa pemerintahan Sultan Malikul
Dhahir, dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Saat itu Pasai
diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya,
selain komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan
dari daerah pedalaman. Bukan hanya perdagangan ekspor-impor yang maju. Sebagai
bandar dagang yang maju. Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa
juga terjalin. Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada. Pedagang -pedagang
Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka
dibebaskan dari pembayaran cukai.
b.
Di bidang sosial dan budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan
Samudera Pasai diatur menurut aturan–aturan dan hukum – hukum Islam. Dalam
pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan kehidupan sosial masyarakat di
negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah Aceh
mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah. Kerajaan Samudera Pasai berkembang
sebagai penghasil karya tulis yang baik. Beberapa orang berhasil memanfaatkan
huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam untuk menulis karya mereka dalam bahasa
Melayu, yang kemudian disebut dengan bahasa Jawi dan hurufnya disebut Arab
Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian
awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai
dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu
tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk
menuliskan buku-bukunya. Selain itu juga berkembang ilmu tasawuf yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.
c.
Di bidang agama
Sesuai dengan berita dari Ibn Battutah
tentang kehadiran ahli-ahli agama dari Timur Tengah, telah berperan penting
dalam proses perkembangan Islam di Nusantara. Berdasarkan hal itu pula,
diceritakan bahwa Sultan Samudra Pasai begitu taat dalam menjalankan agama
Islam sesuai dengan Mahzab Syafi'I dan ia selalu di kelilingi oleh ahli-ahli
teologi Islam. Dengan raja yang telah beragama Islam, maka rakyat pun memeluk
Islam untuk menunjukan kesetiaan dan kepatuhannya kepada sang raja. Karena
wilayah kekuasaan Samudra Pasai yang cukup luas, sehingga penyebaran agama
Islam di wilayah Asia Tenggara menjadi luas.
d.
Di bidang politik
Pada masa pemerintahan Sultan Malik
as-Shalih telah terjalin hubungan baik dengan Cina. Diberitakan bahwa Cina
telah meminta agar Raja Pasai untuk mengirimkan dua orang untuk dijadikan duta
untuk Cina yang bernama Sulaeman dan Snams-ad-Din. Selain dengan Cina, Kerajaan
Samudra Pasai juga menjalin hubungan baik dengan negeri-negeri Timur Tengah.
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik az-Zahir, ahli agama mulai dari
berbagai negeri di Timur Tengah salah satunya dari Persi (Iran) yang bernama
Qadi Sharif Amir Sayyid dan Taj-al-Din dari Isfahan. Hubungan persahatan
Kerajaan Samudra Pasai juga terjalin dengan Malaka bahkan mengikat hubungan
perkawinan.
2.5. Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai
2.5.1. Faktor
Interen Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai
a.
Tidak Ada Pengganti yang Cakap dan Terkenal Setelah Sultan Malik At Thahrir
Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak
kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Malik At Tahrir, sistem pemerintahan
Samudera Pasai sudah teratur baik, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan
internasional. Pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, China, dan Eropa
berdatangan ke Samudera Pasai. Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau
Jawa juga terjalin erat. Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada.
Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat
tidak ada penggantinya yang cakap dalam meminmpin kerajaan Samudra Pasai dan
terkenal, sehingga peran penyebaran agama Islam diambil alih oleh kerajaan
Aceh.
Kerajaan Samudera Pasai semakin lemah
ketika di Aceh berdiri satu lagi kerajaan yang mulai merintis menjadi sebuah
peradaban yang besar dan maju. Pemerintahan baru tersebut yakni Kerajaan Aceh
Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh
Darussalam sendiri dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan yang pernah
ada di Aceh pada masa pra Islam, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra
Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura. Pada 1524, Kerajaan Aceh
Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah menyerang Kesultanan
Samudera Pasai. Akibatnya, pamor kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin
meredup sebelum benar-benar runtuh. Sejak saat itu, Kesultanan Samudera Pasai
berada di bawah kendali kuasa Kesultanan Aceh Darussalam.
b.
Terjadi Perebutan kekuasaan
Pada tahun 1349 Sultan Ahmad Bahian Syah
malik al Tahir meninggal dunia dan digantikan putranya yang bernama Sultan
Zainal Abidin Bahian Syah Malik al-Tahir. Bagaimana pemerintahan Sultan Zainal
Abidin ini tidak banyak diketahui. Rupanya menjelang akhir abad ke-14 Samudra
Pasai banyak diliputi suasana kekacauan karenaa terjadinya perebutan kekuasaan,
sebagai dapat diungkap dari berita-berita Cina.
Beberapa faktor yang menyebabkan
runtuhnya kerajaan Samudra Pasai, yaitu pemberontakan yang dilakukan sekelompok
orang yang ingin memberontak kepada pemerintahan kerajaan Samudra Pasai. Karena pemberontakan ini, menyebabkan
beberapa pertikaian di Kerajaan Samudra Pasai. Sehingga terjadilah perang
saudara yang membuat pertumpahan darah yang sia-sia.
Untuk mengatasi hal ini, Sultan Kerajaan
Samudra Pasai waktu itu melakukan sesuatu hal yang bijak, yaitu meminta bantuan
kepada Sultan Malaka untuk segera menengahi dan meredam pemberontakan. Namun
Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal
tahun1521 yang sebelumnya telah menaklukan Malaka tahun 1511, dan kemudian
tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
2.5.2. Faktor Eksteren kemunduran Kerajaan Samudra
Pasai
a.
Serangan dari Majapahit Tahun 1339
Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai
mengalami ancaman dari Kerajaan Majapahit dengan Gajah Mada sebagai mahapatih.
Gajah Mada diangkat sebagai patih di Kahuripan pada periode 1319-1321 Masehi
oleh Raja Majapahit yang kala itu dijabat oleh Jayanegara. Pada 1331, Gajah
Mada naik pangkat menjadi Mahapatih ketika Majapahit dipimpin oleh Ratu Tribuana
Tunggadewi. Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi Mahapatih Majapahit inilah
keluar ucapannya yang disebut dengan Sumpah Palapa, yaitu bahwa Gajah Mada
tidak akan menikmati buah palapa sebelum seluruh Nusantara berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Mahapatih Gajah Mada rupanya sedikit
terusik mendengar kabar tentang kebesaran Kerajaan Samudera Pasai di seberang
lautan sana. Majapahit khawatir akan pesatnya kemajuan Kerajaan Samudera Pasai.
Oleh karena itu kemudian Gajah Mada mempersiapkan rencana penyerangan Majapahit
untuk menaklukkan Samudera Pasai. Desas-desus tentang serangan tentara
Majapahit, yang menganut agama Hindu Syiwa, terhadap kerajaan Islam Samudera
Pasai santer terdengar di kalangan rakyat di Aceh. Ekspedisi Pamalayu armada
perang Kerajaan Majapahit di bawah komando Mahapatih Gajah Mada memulai aksinya
pada 1350 dengan beberapa tahapan.
Serangan awal yang dilakukan Majapahit
di perbatasan Perlak mengalami kegagalan karena lokasi itu dikawal ketat oleh
tentara Kesultanan Samudera Pasai. Namun, Gajah Mada tidak membatalkan
serangannya. Ia mundur ke laut dan mencari tempat lapang di pantai timur yang
tidak terjaga. Di Sungai Gajah, Gajah Mada mendaratkan pasukannya dan
mendirikan benteng di atas bukit, yang hingga sekarang dikenal dengan nama
Bukit Meutan atau Bukit Gajah Mada.
Gajah Mada menjalankan siasat serangan
dua jurusan, yaitu dari jurusan laut dan jurusan darat. Serangan lewat laut
dilancarkan terhadap pesisir di Lhokseumawe dan Jambu Air. Sedangkan penyerbuan
melalui jalan darat dilakukan lewat Paya Gajah yang terletak di antara Perlak
dan Pedawa. Serangan dari darat tersebut ternyata mengalami kegagalan karena
dihadang oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai. Sementara serangan yang
dilakukan lewat jalur laut justru dapat mencapai istana.
Selain alasan faktor politis, serangan
Majapahit ke Samudera Pasai dipicu juga karena faktor kepentingan ekonomi.
Kemajuan perdagangan dan kemakmuran rakyat Kerajaaan Samudera Pasai telah
membuat Gajah Mada berkeinginan untuk dapat menguasai kejayaan itu. Ekspansi
Majapahit dalam rangka menguasai wilayah Samudera Pasai telah dilakukan
berulangkali dan Kesultanan Samudera Pasai pun masih mampu bertahan sebelum
akhirnya perlahan-lahan mulai surut seiring semakin menguatnya pengaruh
Majapahit di Selat Malaka.
Hingga menjelang abad ke-16, Kerajaan
Samudera Pasai masih dapat mempertahankan peranannya sebagai bandar yang
mempunyai kegiatan perdagangan dengan luar negeri. Para ahli sejarah yang
menumpahkan minatnya pada perkembangan ekonomi mencatat bahwa Kerajaan Samudera
Pasai pernah menempati kedudukan sebagai sentrum kegiatan dagang internasional
di nusantara semenjak peranan Kedah berhasil dipatahkan.
Namun, kemudian peranan Kerajaan
Samudera Pasai yang sebelumnya sangat penting dalam arus perdagangan di kawasan
Asia Tenggara dan dunia mengalami kemerosotan dengan munculnya bandar
perdagangan Malaka di Semenanjung Melayu Bandar Malaka segera menjadi primadona
dalam bidang perdagangan dan mulai menggeser kedudukan Pasai. Tidak lama
setelah Malaka dibangun, kota itu dalam waktu yang singkat segera dibanjiri
perantau-perantau dari Jawa.
Akibat kemajuan pesat yang diperoleh
Malaka tersebut, posisi dan peranan Kerajaan Samudera Pasai kian lama semakin
tersudut, nyaris seluruh kegiatan perniagaannya menjadi kendor dan akhirnya
benar-benar patah di tangan Malaka sejak tahun 1450. Apalagi ditambah
kedatangan Portugis yang berambisi menguasai perdagangan di Semenanjung Melayu.
Orang-orang Portugis yang pada 1521 berhasil menduduki Kesultanan Samudera Pasai.
b.
Berdirinya Bandar Malaka yang Letaknya
Lebih Strategis
Tercatat, selama abad 13 sampai awal
abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka
dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Pasai menjadi pusat perdagangan internasional
dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.
Letak geografis kerajaan samudera pasai
terletak di Pantai Timur Pulau Sumatera bagian utara berdekatan dengan jalur
pelayaran internasional (Selat Malaka). Letak Kerajaan Samudera Pasai yang
strategis, mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun langsung ke dunia
maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan bandar - bandar yang digunakan
untuk:
1.
Menambah perbekalan pelayaran
selanjutnya
2.
Mengurus masalah – masalah perkapalan
3.
Mengumpulkan barang – barang dagangan
yang akan dikirim ke luar negeri
4.
Menyimpan barang – barang dagangan
sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia.
Namun
Setelah kerajaan Samudra Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka pusat perdagangan
dipindahkan ke Bandar Malaka. Dengan beralihnya
pusat perdagangan ke Bandar Malaka maka perekonomian di Bandar Malaka
menjadi ramai karena letaknya yang lebih strategis dibanding bandar-bandar di
Samudra Pasai.
c.
Serangan Portugis
Orang-orang Portugis memanfaatkan
keadaan kerajaan Samudra Pasai yang sedang lemah ini karena adanya berbagai
perpecahan (kemungkinan karena politik / kekuasaan) dengan menyerang kerajaan
Samudra Pasai hingga akhirnya kerajaan Samudra Pasai runtuh. Sebelumnya memang
orang-orang Portugis telah menaklukan kerajaan Malaka, yang merupakan kerajaan
yang sering membantu kerajaan Samudra Pasai dan menjalin hubungan dengan
kerajaan Samudra Pasai.
Orang-orang Portugis datang ke Malaka,
karena telah mengetahui bahwa pelabuhan Malaka merupakan pelabuhan transito
yang banyak didatangi pedagang dari segala penjuru angin. Malaka dikenal
sebagai pintu gerbang Nusantara. Julukan itu diberikan mengingat peranannya
sebagai jalan lalu lintas bagi pedagang-pedagang asing yang hendak masuk dan
keluar pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Malaka pada akhir abad ke-15 dikunjungi
oleh para saudagar yang datang dari Arab, India, Asia Tenggara dan
saudagar-saudagar Indonesia. Hal ini sangat menarik perhatian orang-orang
Portugis.
Maksud Portugis untuk menduduki Malaka
adalah untuk menguasai perdagangan melalui selat Malaka.Kedatangan orang-orang
Portugis di bawah pimpinan Diego Lopez de Squeira ke Malaka atas perintah raja
Portugis, bertujuan untuk membuat perjanjian-perjanjian dengan
penguasa-penguasa di Malaka. Perjanjian-perjanjian ini dimaksudkan untuk
memperoleh suatu izin perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Jadi
semboyan orang-orang Portugis untuk meluaskan daerah pengaruhnya tidak hanya
bermotif penyebaran agama akan tetapi terutama motif ekonomi.
2.6. Peninggalan dari Kerajaan Samudra Pasai
1. Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai diyakini
pernah berjaya dibuktikan dengan beberapa peninggalan dari kerajaan tersebut.
Sayangnya, kerajaan Samudra Pasai tidak banyak meninggalkan batu prasasti
sebagai peninggalan bersejarah. Hal tersebut dikarenakan kurangnya perhatian
masyarakat dan pemerintah setempat terhadap bukti- bukti peninggalan sejarah.
Peneliti independen dari pusat informasi Samudra Pasai Heritage Lhouksemawe,
Taqiyuddin mengungkapkan benda peninggalan bersejarah Kerajaan Samudera Pasai
tersebar di hampir seluruh wilayah Aceh, khususnya Aceh Utara. Namun, sampai
saat ini belum ada upaya untuk menggali dan meneliti peninggalan bersejarah
tersebut. Umumnya peninggalan bersejarah Samudera Pasai berupa nisan
bertuliskan kaligrafi arab gundul yang khas. (Mohamad Burhanuddin,2011).
Sekelompok minoritas kreatif
berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis
karya mereka dalam bahasa Melayu.
Inilah yang kemudian disebut
sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis
tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan
ditulis sekitar tahun 1360 M. Hikayat Raja Pasai ini dapatlah dibagi menjadi
tiga bagian yaitu mengenai asal usul pembukaan negeri-negeri Pasai dan
Samudera, pengislaman Merah Silau dan kejatuhan kerajaan Pasai ke Majapahit.
Hikayat Raja Pasai ini juga berisi
kisah-kisah mitos seperti kelahiran Puteri Buluh Betung, mitos pembukaan
negeri Samudera (semut besar), silsilah
raja-raja Majapahit dan legenda tokoh-tokoh Tun Beraim Bapa, Sultan
Ahmad dan Sultan Malikul Saleh yang seharusnya dipercayai dalam wujud realiti sejarah Samudera-Pasai. HRP menandai
dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara.
Sejalan dengan itu, juga berkembang
ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Melayu adalah Durru al-Manzum, karya
Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh
Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas
mencerminkan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudra Pasai dalam
posisinya sebagai pusat pertumbuhan Islam di Asia Tenggarapada masa itu.
Samudera Pasai merupakan pusat
perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai
negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah
lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang
emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan
tersebut. Uang dirham juga menjadi
peninggalan kerajaan Samudra Pasai yang menandakan kekuatan ekonomi pada saat
itu. Pada satu sisi dirham atau mata
uang emas itu tertulis; Muhammad Malik Al-Zahir. Sedangkan di sisi lainnya
tercetak nama Al-Sultan Al-Adil. Diameter Dirham itu sekitar 10 mm dengan berat
0,60 gram dengan kadar emas 18 karat.
Di samping sebagai pusat
perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam. Banyak makam – makam para pemimpin kerajaan
Samudra Pasai yang merupakan bukti nyata adanya kerajaan Samudra Pasai. Beberapa makam terseut adalah :
a.
Makam Sultan Malik AL-Saleh
Makam Malik Al-Saleh terletak di
Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe.
Nisan makam sang sultan ditulisi huruf Arab.
b.
Makam Sultan Maulana Al Zhahir
Malik Al-Zahir adalah putera Malik
Al- Saleh, Dia memimpin Samudera Pasai sejak 1287 hingga 1326 M. Pada nisan
makamnya yang terletak bersebelahan dengan makam Malik Al-Saleh, tertulis
kalimat; Ini adalah makam yang dimuliakan Sultan Malik Al-Zahir, cahaya dunia
dan agama. Al-Zahir meninggal pada 12 Zulhijjah 726 H atau 9 November 1326.
c.
Makam Nahriyah
Nahrisyah adalah seorang ratu dari
Kerajaan Samudera Pasai yang memegang pucuk pimpinan tahun 1416-1428 M. Ratu
Nahrisyah dikenal arif dan bijak. Ia bertahta dengan sifat keibuan dan penuh
kasih sayang. Harkat dan martabat perempuan begitu mulia pada masanya sehingga
banyak yang menjadi penyiar agama pada masa tersebut. Makamnya terletak di
Gampông Kuta Krueng, Kecamatan Samudera ± 18 km sebelah timur Kota Lhokseumawe,
tidak jauh dari Makam Malikussaleh . Surat Yasin dengan kaligrafi yang indah
terpahat dengan lengkap pada nisannya. Tercantum pula ayat Qursi, Surat Ali
Imran ayat 18 19, Surat Al-Baqarah ayat 285 286, dan sebuah penjelasan dalam
aksara Arab yang artinya, “Inilah makam yang suci, Ratu yang mulia almarhumah
Nahrisyah yang digelar dari bangsa chadiu bin Sultan Haidar Ibnu Said Ibnu
Zainal Ibnu Sultan Ahmad Ibnu Sultan Muhammad Ibnu Sultan Malikussaleh, mangkat
pada Senin 17 Zulhijjah 831 H” (1428 M).
d.
Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah
Teungku Sidi Abdullah Tajul Milah
berasal dari Dinasti Abbasiyah dan merupakan cicit dari khalifah Al-Muntasir
yang meninggalkan negerinya ( Irak ) karena diserang oleh tentara Mongolia.
Beliau berangkat dari Delhi menuju Samudera Pasai dan mangkat di Pasai tahun
1407 M. Ia adalah pemangku jabatan Menteri Keuangan. Makamnya terletak di
sebelah timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya terbuat dari marmer berhiaskan
ukiran kaligrafi, ayat Qursi yang ditulis melingkar pada pinggiran nisan. Sedangkan
di bagian atasnya tertera kalimat Bismillah serta surat At-Taubah ayat 21-22.
e.
Makam Naina Hasanuddin
Naina
Hasamuddin wafat pada bulan Syawal 823 H ( 1420 M ). Makam beliau terletak di
Gampong Mns. Pie Kecamatan Samudera kabupaten Aceh Utara , dalam komplek makam
terdapat 12 batu pusara. Situs makam ini berhiaskan ornamen dan kaligrafi ayat
Kursi di atas batu pualam, ditambah dengan sepotong sajak berbahasa Parsi
berisikan petuah mati bagi yang hidup, Sajak tersebut ditulis penyair Iran
Syech Muslim Al-Din Sa’di (1193-1292) yang diterjemahkan oleh sejarawan Ibrahim
Alfian: Tiada terhitung bilangan tahun melintasi bumi, Laksana mata air
mengalir dan semilir angin lalu, Bila kehidupan hanyalah separangkat kumpulan
hari-hari manusia, Mengapa penyinggah bumi ini menjadi angkuh? Oh, sahabat!
Jika kau lewat makam seorang musuh, Janganlah bersuka cita, sebab hal yang sama
jua akan menimpamu, Wahai yang bercelik mata dengan kesombongan, Debu-debu akan
merasuki tulang belulang Laksana pupur cetak memasuki kotak penyimpanannya.
Barangsiapa menyombongkan diri dengan hiasan bajunya, Esok hari jasadnya yang
terkubur hanya tinggal menguap.
Dunia
sarat persaingan dan sedikit kasih sayang, Ketika tersadar ia terkapar tanpa
daya.
Demikianlah
sesungguhnya jasad yang kau lihat terbujur berkalang tanah Barang siapa
memenuhi peristiwa penting ini dari kehidupannya nanti, Kemanakah ia harus
menghindar? Tak ada yang mampu memberi pertolongan, kecuali amal shaleh. Saidi
bernaung dibawah bayang Allah yang maha pemurah Yaa Rabbi, janganlah siksa
hambamu-Mu yang malang dan tak berdaya ini Dosa senantiasa berasal dari kami,
sedang engkau penuh limpahan belas kasih.
f.
Makam Perdana Menteri
Situs ini disebut juga Makam
Teungku Yacob. Beliau adalah seorang Perdana Menteri pada zaman Kerajaan
Samudera Pasai sehingga makamnya digelar Makam Perdana Menteri. Beliau mangkat
pada bulan Muharram 630 H (Augustus 1252 M). Di lokasi ini terdapat 8 buah batu
pusara dengan luas pertapakan 8 x 15 m. Nisannya bertuliskan kaligrafi indah
surat Al-Ma’aarij ayat 18-23 dan surat Yasin ayat 78-81.
g.
Makam Teungku Peuet Ploh Peuet
h.
Makam Said Syarif
i.
Makam Teungku Diboih
Makam Teungku Di Iboih adalah milik
Maulana Abdurrahman Al-Fasi. Sebagian arkeolog berpendapat bahwa makam ini
lebih tua daripada makam Malikussaleh. Makam ini terletak di Gampông Mancang,
Kecamatan Samudera ± 16 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya dihiasi
dengan kaligrafi yang indah terdiri dari ayat Qursi, surat Ali Imran ayat 18,
dan surat At-Taubah ayat 21-22.
j.
Makam Batte
Makam
ini merupakan situs peninggalan sejarah Kerajaan Samudera Pasai. Tokoh utama
yang dimakamkan pada Situs Batee Balee ini adalah Tuhan Perbu yang mangkat
tahun 1444 M.
Lokasi
di desa Meucat Kecamatan Samudera ± sebelah Timur Kot Lhokseumawe. Diantara
nisan-nisan tersebut ada yang bertuliskan kaligrafi yang indah yang terdiri
dari surat Yasin, Surat Ali Imran, Surat Al’Araaf, Surat Al-Jaatsiyah dan Surat
Al-Hasyr.
BAB
III
PENUTUP
5.1. Simpulan
Kerajaan Samudra Pasai
muncul pada abad ke 13 Masehi ketika Kerajaan Sriwijaya hancur. Kota Kerajaan
di sebut Pasai, sekarang ini letaknya di Desa Beuringen Kec. Samudera Geudong
Kab. Aceh Utara Provinsi Aceh. Wilayah Kekuasaan Kesultanan Pase (Pasai) pada
masa kejayaannya sekitar abad ke 14 terletak di daerah yang diapit oleh dua
sungai besar di pantai Utara Aceh, yaitu sungai Peusangan dan sungai Jambo Aye,
jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah daerah aliran sungai yang hulunya
berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab.
Aceh Tengah daerah yang
pertama kali disinggahi oleh orang-orang Islam adalah pesisir Samudera.
Penyebabnya terdiri dari para mubaligh dan saudagar Islam yang datang dari
Arab, Mesir, Persia dan Gujarat. Para saudagar ini banyak dijumpai di beberapa
pelabuhan di Sumatera yaitu di Barus yang terletak di pesisir Barat Sumatera,
Lamuri di pesisir Timur Sumatera dan di pesisir lainnya seperti di Perlak,yaitu sekitar tahun 674 Masehi.
Kehadiran agama Islam
di Pasai mendapat tanggapan yang cukup berarti di kalangan masyarakat. Di Pasai
agama Islam tidak hanya diterima oleh lapisan masyarakat pedesaan atau
pedalaman malainkan juga merambah lapisan masyarakat perkotaan.
5.2. Saran
Dari keberadaanya
kerajaan samudera pasai di wilayah nusantara pada masa yang lalu. Maka kita
wajib mensyukurinya. Maka kita harus mengetahui tentang awal berdirinya suatu
kerajaan dengan mengusung corak agama islam yang seperti kita tahu bahwa islam
menjadi negara mayoritas didunia. Kita bisa belajar tentang bagaimana suatu
kerajaan dalam memulai suatu pemerintahan hingga mencapai puncak kejayaan yang
memerlukan waktu yang sangat lama. Kita bisa mengambil pelajaran dari peristiwa
tersebut untuk kehidupan yang akan datang.