BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guna merangsang kepercayaan rakyat Indonesia, Jepang membentuk
Gerakan Tiga A (Nippon Cahaya Asia, Pelindung Asia, Pemimpin Asia). Jepang
berjanji, jika Perang Pasifik dimenangkan, bangsa-bangsa di Asia akan mendapat
kemerdekaannya. Selain itu, Jepang berjanji akan menciptakan kemakmuran bersama
di antara bangsa-bangsa Asia. Namun, dalam kenyataannya perlakuan Jepang yang
kejam menimbulkan perlawanan tokoh-tokoh nasionalis dan rakyat Indonesia
terhadap Jepang. Bentuk perlawanan terhadap Jepang ini dilakukan dengan cara
kooperatif, gerakan bawah tanah, dan angkat senjata.
Oleh karena itu kita haruslah sangat bersyukur karena bisa
menikmati hidup di Indonesia hingga saat ini tanpa harus ikut berjuang melawan
penjajah. Sehingga kita tetap harus menghargai akan perjuangan para pahlawan
kita dengan bisa menjadi penerus bangsa yang bisa menjunjung tinggi nama
Indonesia. Mengingat pentingnya akan bahasa sejarah, kita sebagai warga negara
Indonesia dituntut untuk lebih memahami mengenai sejarah Indonesia dengan baik
dan benar. Yang salah satunya adalah belajar dengan sebaik mungkin.
Untuk itulah materi ini sangat penting dipelajari, karena sangat
disayangkan jika sebagai warga negara Indonesia tetapi tidak memahani mengenai
negaranya sendiri.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Perlawanan Rakyat Singaparna
K.H.Z Mustofa
KH Zainal Mustafa lahir di Desa Cimerah,
Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya pada tahun 1899 dari pasangan Nawapi dan Ny.
Ratmah. Pada 1927 KH Zainal Mustafa mendirikan pesantren yang merupakan
cita-citanya. Pesantren yang ia dirikan dinamai Persantren Sukamanah.
Zainal Mustafa merupakan kiai muda yang
berjiwa revolusioner. Ia menganut paham pendidikan yang sifatnya "Non
Cooperation", tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Secara
terang-terangan ia mengadakan kegiatan yang membangkitkan semangat kebangsaan
dan sikap perlawanan terhadap pendudukan penjajah. Melalui khutbah-khutbahnya
ia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda. Akibatnya pada 17
November 1941, KH. Zaenal Mustafa bersama Kiai Rukhiyat (dari Pesantren
Cipasung), Haji Syirod, dan Hambali Syafei ditangkap pemerintah dengan tuduhan
telah menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Pemerintah Jepang yang menggantikan
kekuasaan Belanda di Indonesia Maret 1942 membebaskan Zainal Mustafa dengan
harapan ia dapat membantu Jepang. Namun ia malah memperingatkan para pengikut
dan santrinya bahwa fasisme Jepang itu lebih berbahaya dari imperialisme Belanda.
Ia juga menolak melakukan seikerei, yaitu memberi hormat kepada kaisar Jepang
dengan membungkukkan diri 90 derajat kearah matahari terbit. Perbuatan tersebut
dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.Dalam setiap dakwahnya KH Zainal
Mustafa selalu menekankan pentingnya berjuang melawan penjajah kafir Jepang
yang lebih kejam dari Belanda dengan mendengungkan perang jihad. Secara
diam-diam santri Sukamanah telah merencanakan untuk melakukan tindakan sabotase
terhadap pemerintah Jepang.
Peristiwa ini merupakan awal dari peristiwa
bersejarah yaitu perlawanan terbuka santri Pesantren Sukamanah yang
mengakibatkan gugurnya puluhan santri Sukamanah. Para santri yang gugur dalam
pertempuran itu berjumlah 86 orang. Selain itu sekitar 700-900 orang ditangkap
dan dimasukkan ke dalam penjara di Tasikmalaya. KH. Zainal Mustafa sempat
memberi instruksi secara rahasia kepada para santri dan seluruh pengikutnya
yang ditahan agar tidak mengaku terlibat dalam pertempuran melawan Jepang,
termasuk dalam kematian para opsir Jepang, dan pertanggungjawaban tentang
pemberontakan Singaparna dipikul sepenuhnya oleh KH. Zainal Mustafa. Akibatnya,
sebanyak 23 orang yang dianggap bersalah, termasuk KH. Zainal Mustafa sendiri,
dibawa ke Jakarta untuk diadili. Namun mereka hilang tak tentu rimbanya.
B.
Faktor Pendorong Pemberontakan Singaparna
Peristiwa pemberontakan Singaparna
mempunyai dasar keagamaan dan kebangsaan yang kuat. Cita-cita negara islam
dijunjung tinggi di dalam hati setiap rakyat sesuai dengan ajaran agama yang
diajarkan. Demikian pula semangat kemerdekaan sangat tebal dalam masyarakat
Singaparna, yang terkenal kebenciannya terhadap penjajahan. Pada masa kolonial
Belanda pun daerah ini mendapat pengawasan yang keras. Rakyat teguh beragama,
tetapi teguh pula memegang kebangsaannya.
Di atas dasar-dasar inilah tumbuh
alasan-alasan untuk memberontak terhadap totiliter Jepang. Adanya “Seikrei”
yaitu mebungkuk (menghormat) kearah Tokyo. Hal inilah yang sangat dibenci oleh
santri-santri karena berarti mereka disuruh untuk menyembah matahari. Cara
menyembah ini melukai hati umat yang beragama islam, seolah-olah merubah arah
qiblat dari Tanah Suci ke Jepang. Cita-cita “Dairul Islam”, yang telah meluas
dan mendalam di kalangan rakyat, tidaklah mungkin mengalah kepada gerakan
“seikrei” ini yang dilakukan oleh pemerintah Jepang pada tiap upacara.
Api perlawanan suci yang telah menyala
sedemikian dalam hati penganut islam di daerah ini, ditumpahi pula oleh
kekejaman romusha dan pengumpulan padi dan beras soal romusha sangat diderita
oleh rakyat sebagai pekerja paksaan di bawah ancaman bayonet, yang amat
mengganggu dalam kekeluargaan dan kedesaan. Demikian pula soal pengumpulan
padi, Jepang sama sekali tidak memerhatikan kesengsaraan hidup rakyat desa.
Akibat perintah keras dari militer Jepang terjadilah pemungutan dari syucokan
melalui kenco (bupati), gunco bahan makanan kini menderita kekurangan. Para
petani tidak dapat lagi merasakan hasil keringatnya, karena hampir seluruh
hasilnya diangkut oleh pemerintah Jepang.
Adapun hal yang menjadi latar belakang
terjadinya pemberontakan Singaparna diantaranya, yaitu :
1.
Adanya “Seikrei” yaitu mengheningkan cipta
membungkuk (menghormat) kearah Tokyo. Hal inilah yang sangat dibenci oleh
rakyat karena mereka harus menyembah matahari.
2.
Adanya kewajiban menyerahkan beras kepada
Jepang pada setiap panen sebanyak 2 kwintal. Hal ini dirasakan oleh petani desa
Cimerah dan daerah sekitar Singaparna sangat berat.
3.
Terjadinya penipuan terhadap wanita-wanita
dan gadis-gadis yang dijanjikan akan disekolahkan di Tokyo, sehingga banyak
yang mendaftarkan diri. Tapi sebenarnya wanita-wanita tersebut dikirim ke
daerah pertempuran seperti Birma dan Malaya untuk menghibur tentara-tentara
Jepang.
C.
Pemberontakan Pertama
Pada tahun 1943 K.H.Z. Mustofa bersama para
pengikutnya mulai menyusun rencana untuk mengadakan perlawanan. Tapi Jepang
yang tidak pernah lepas perhatiannya terhadap mereka sudah dapat mengetahui
rencana tersebut. Rencana tersebut akan dimulai kira-kira tanggal 25 Februari
1944, untuk melaksanakannya mereka mempersiapkan diri dengan sangat sederhana,
mereka akan hanya bermodalkan bambu runcing dan golok-golok dari bambu. Tetapi
itu tidak membuat mereka menyerah karena para santri-santri di pesantren
Sukamarnah pun mulai berlatih untuk bela diri. Pemerintah Jepang mengetahui
kegiatan tersebut dari mata-matanya dan ingin melakukan penyerangan, maka
santri-santri di pesantren Sukamarnah bersiap-siap jika Jepang menyerang secara
tiba-tiba.
Pemimpin dari kelompok Sukamarnah adalah ;
Domon, Abdulhakim, Najamudin, dan Ajengan Subki, sedangkan kepala dari
pesantren tersebut adalah K.H.Z Mustafa dan di bantu dengan wakilnya
Najamuddin. Pada tanggal 24 Februari satu hari sebelum terjadinya peristiwa
Jepang mengirim satu utusannya goto-sidokan dari kepolisian Tasikmalaya dengan
beberapa Keiboho Indonesia untuk melakukan perundingan dengan K.H.Z Mustofa.
Goto-Sidokam disuruh kembali ke Tasikmalaya untuk menyampaikan pesan ultimatum
dari K.H.Z Mustofa kepada Jepang yang berisi bahwa pada tanggal 1 Maulid Jepang
harus memerdekakan pulau Jawa atau akan ada terjadi pertempuran.
Keesokan harinya rombongan jepang datang ke
Sukamarnah untuk menemui K.H.Z Mustofa untuk mengadakan perundingan, mereka
adalah Kompeitaico Tasikmalaya, Kompeitaico Garut. Tetapi karena sikap mereka
yang dirasa Ajengan Najmuddin dan kawan-kawan tidak baik dengan terpaksa mereka
para Santri Sukamarnah melakukan kekerasan jug walau kepada bangsanya. Karena
sudah terkepung oleh para santri Jepang menyerahkan semua senjatanya dan
ditahan sehari semalam, setelah satu hari berlalu baru lah petugas-petugas
santri mengizinkan Jepang pulang.
D.
Pemberontakan Kedua
25 Februari 1944 pada hari jum’at khotbah
terakhir dari K.H.Z telah disampaikan dan saat itu juga terdengar suara
kendaraan menghampiri pesantren. Salah satu dari keempat opsir jepang
melambaikan tangan ke Mustofa dengan maksud memanggil Mustofa, Opsir-opsir
jepang itu datang dengan maksud menyampaikan bahwa Sukamanah tidak mau bekerja
sama dengan Jepang dan tidak mau menurut perintah negara untuk menghadap ke
Tasikmalaya. Mustofa menjawab dengan singkat bahwa dia akan datang besok untuk
mengembalikan senjata api dengan ganti, kepala tuan dari empat opsir itu
tinggal di Sukamanah. Karena santri sukamanah emosi mendengarnya mereka mulai
menyerang 4 opsir jepang itu, 3 opsir mati dan satunya lagi melarikan diri.
Setelah kejadian itu keadaan mulai tenang
dan K.H.Z Mustofa mulai menyiapkan siasa-siasat bahwa jepang pasti akan
melakukan perlawanan. Pasukan Sukamanah berkekuatan 2000 orang itu diletakkan
di kampung Cihaur yang dipimpin oleh Najjamuddin. K.H.Z berpesan agar tidak ada
perang dengan bangsa sendiri, ketika pukul lebih kurang 16:00 santri melihat
truk yang mendekati garis pertahanan Sukamanah, lalu santri paling depan
melaporkan kepada K.H.Z Mustofa bahwa mereka adalah bangsa kita, Jepang
menggunaka taktik adu domba antara bangsa sendiri.
Tetap saja K.H.Z Mustofa mengatakan untuk
menghindari perlawan dengan bangsa sendiri, tetapi Jepang sudah meluncurkan
senjatanya ke santri Sukamanah dan menghujam sebagian dari mereka dan pada saat
itulah perang antar bangsa tidak dapat dihindari. Kira-kira pukul 17:30 semua
tempat pertahanan Sukamanah sudah hancur dan banyak santri yang tewas.
Sedangkan K.H.Z Mustofa ditawan dan dibawa ke Kompeitai Tasikamalaya.
Akhir Pemberontakan
Setelah pertempuran selesai K.H.Z Mustofa
menyuruh santri-santrinya untuk mundur dan menyelamatkan diri, sedangkan Jepang
menghancurkan pesantren tersebut. Pada tanggal 26 Februari 1944 penjara
Tasikmalaya sudah dipenuhi ole 700-800 tahanan. Pada tanggal 27 Februari 1944
datang instruksi rahasia dari K.H.Z Mustofa ke penjara tersebut untuk
menyampaikan pesan kepada santri-santrinya. Pada tanggal 29 Februari 1944
diadakan pemeriksaan sampai 3 bulan kedepan, dan pada pertengahan Mei 1944 hasilnya keluar ;
1.
Golongan yang tidak bersalah (dikembalikan
ke kampung masing-masing)
2.
Golongan yang mempunyai sangkut paut dengan
pemberontakan tetapi tidak aktif ( dikenai hukuman 5-7 tahun, orang yang ada di
golongan ini ada 79 orang)
3.
Pimpinan pemberontakan dan mereka yang
dituduh aktif dalam pembunuhan opsir-opsir jepang dan ikut aktif dalam pertempuran melawan pasukan bersenjata Dai
Nippon. ( ada 23 orang termasuk K.H.Z Mustofa)
Para santri yang gugur dalam pertempuran
berjumlah 86 orang. Meninggal di Singaparna karena disiksa sebanyak 4 orang.
Meninggal di penjara Tasikmalaya karena disiksa sebanyak 2 orang. Hilang tak
tentu rimbanya (kemungkinan besar dibunuh tentara Jepang), termasuk K.H. Zaenal
Mustofa, sebanyak 23 orang. Meninggal di Penjara Sukamiskin Bandung sebanyak 38
orang, dan yang mengalami cacat (kehilangan mata atau ingatan) sebanyak 10
orang. Para santri ini tidak memiliki apa-apa untuk memperjuangkan kemerdekaan
negeri ini, kecuali darah, kerja keras, air mata, dan keringat.
Perlu dijelaskan pula bahwa sehari setelah
peristiwa itu, antara 700-900 orang ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara
di Tasikmalaya. Yang sangat penting adalah instruksi rahasia dari K.H. Zaenal
Mustofa kepada para santri dan seluruh pengikutnya yang ditahan, yaitu agar
tidak mengaku terlibat dalam pertempuran melawan Jepang, termasuk dalam
kematian para opsir Jepang, dan pertanggungjawaban tentang pemberontakan
Sukamanah dipikul sepenuhnya oleh K.H. Zaenal Mustofa.
Akibatnya memang berat. Sebanyak 23 orang
yang dianggap bersalah, termasuk K.H. Zaenal Mustofa, dibawa ke Jakarta untuk
diadili. Namun mereka hilang tak tentu rimbanya. Kemungkinan besar mereka
dibunuh. Korban lainnya, seperti telah disebutkan di atas dan sekitar 600-an
orang dilepas, karena dianggap tidak terlibat.Sebagai tanda untuk menghormati
K.H.Z Mustofa dibuat, sekarang di
Sukamanah telah didirikan SD dan PGAN dengan memakai nama K.H.Z Mustofa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebelum Jepang menjajah ada negara Belanda yang menjajah. Namun
penjajahan oleh negara Jepang terasa lebih kejam karena Jepang bisa mencuri
perhatian dan kepercayaan rakyat Indonesia. Padahal penjajahan oleh negara
Jepang menimbulkan banyak kerugian bagi bangsa Indonesia dibandingkan
keuntungannya. Namun pada akhirnya bangsa Indonesia dapat memproklamasikan
kemerdekaannya.
B. Saran
Setelah kita mempelajari mengenai pentingnya sejarah, kita harus
bisa tetap memperjuangkan negara kita dan juga dengan tetap menghargai para
pejuang bangsa. Sehingga sebagai siswa kita harus belajar dengan sebaik-baiknya
agar penerus bangsa kita bisa lebih memajukan negara ini. Dan sebagai penyusun
kami merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu,
kami mohon kritik dan saran dari pembaca.
Semoga Bermanfaat :)