2.1 Pengertian
Tersangka dan terdakwa
2.2 Pemeriksaan di Pengadilan
akusator terbatas
2.3 Hak-Hak Tersangka atau
Terdakwa terdapat dalam Pasal 50-68 KUHAP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan
bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).[1]
Konsekuensi dalam suatu negara hukum adalah adanya penghargaan dan komitmen
untuk menjunjung tinggi terhadap setiap hak asasi manusia (HAM), serta adanya
jaminan semua warga negara memiliki kesamaan dan kedudukannya di hadapan hukum
(equality before the law). Prinsip demikian idealnya bukan hanya sekedar
tertuang di dalam undang-undang, namun yang lebih utama dan terutama adalah
dalam pelaksanaan atau implementasinya.
Hukum pada dasarnya bertujuan
untuk mencapai kedamaian hidup bersama,
yang merupakan keserasian
antara ketertiban dengan ketentraman. [2]
Upaya
penegakan hukum yang dilakukan bukanlah sebatas retorika, akan tetapi
senantiasa diarahkan demi terwujudnya supremasi hukum. Untuk menyukseskan
agenda ini, dituntut komitmen bagi aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas
dan kewajibanya untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum yang berintikan
keadilan. Tujuan utama peradilan pidana adalah memutuskan apakah seseorang
bersalah atau tidak. Peradilan pidana dilakukan melalui prosedur yang diikat
oleh aturan-aturan ketat tentang pembuktian yang mencakup semua batas-batas konstitusional
dan berakhir pada proses pemeriksaan di pengadilan. Proses yang berkaitan
dengan syarat-syarat dan tujuan peradilan yang fair (due process),
meliputi antara lain asas praduga tidak bersalah (Presumtion of Innosence).
Cara kerja yang benar dimana seseorang yang dituduh mengalami pemeriksaan atau
pengadilan yang jujur dan terbuka. Proses itu haras sungguh-sungguh, tidak
pura-pura atau bukan kepalsuan terencana, mulai dari penangkapan sampai
penjatuhan pidana haras bebas dari paksaan atau ancaman sehalus apapun.[3]
Salah
satu upaya negara-negara di dunia dalam menjamin hak asasi manusia terhadap
setiap orang yang tersangkut dalam proses hukum adalah Declaration Against
and Other Cruel, Inhumen or Degrading Treatment or Punishment, yang
telah disahkan pada tanggal 9 Desember 1975 oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah pada tanggal 23 Oktober 1985 pemerintah Indonesia
menandatangani konvensi ini, yang kemudian ditindak lanjuti dengan ratifikasi
konvensi ini melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1988 tentang pengesahan Declaration
Against and Other Cruel, Inhumen or Degrading Treatment or Punishment, pada
tanggal 28 September 1988, Dengan diratifikasinya konvensi tersebut, sebagai
konsekuensinya maka kewajiban hukum bagi aparat penegak hukum dalam penanganan
tindak pidana terhadap tersangka/terdakwa untuk memberikan jaminan hak-hak
konsitusional tersebut.[4]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Tersangka dan terdakwa
2.1.1
Tersangka
Istilah tersangka
dalam terminologi hukum pidana berasal dari kata sangka yang berarti pendugaan
yang menjelekkan orang dengan menodai nama baik atau merugikan kehormatannya,
seolah-olah ia melkukan delik (Hamzah, 2008 : 137). Sedangkan dalam kamus
hukum, tersangka adalah seorang yang disangka telah melakukan suatu tindak
pidana dan ini masih dalam taraf pemeriksaan pendahuluan untuk dipertimbangkan
apakah tersangka ini mempunyai cukup dasar untuk diperiksa di persidangan.
Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 butir 14 mengatakan Tersangka
adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Berdasarkan pengertian ini
tersangka merupakan mengarah kepada seseorang (persoon) yang karena kondisinya
diduga sebagai pelaku tindak pidana.Seseorang yang disangka atau diduga
melakukan tindak pidana, wajib dianggap belum bersalah sampai ada putusan
pengadilan yang mengatakan kesalahnnya dan putusan tersebut mempunyai kekuatan
hukum tetap.
2.1.2
Terdakwa
Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia terdakwa berasal dari kata dakwa yang berarti
tuduhan yang mendapatkan imbuhan ter- sehingga memiliki pengertian tertuduh
(subyek). Sedangkan arti terdakwa dalam kamus hukum adalah seseorang yang diduga
telah melakukan suatu tindak pidana dan ada cukup alasan untuk dilakukan
pemeriksaan di muka persidangan. Berbeda dengan istilah dalam termonologi hukum
pidana, terdakwa beasal dari kata “dakwa” (tenlastelegging/indiotment) yang
berarti surat atau akta yang berisi identitas terdakwa serta uraian secara
cermat, jelas dan lengkap mengenai delik yang didakwakan dengan menyebutkan
waktu dan tempat delik itu dilakukan dan cara melakukannya. Pengertian ini
lebih mengarah kepada pengertian surat dakwaan.
Sedankan
pengertian terdakkwa dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana diatur Pasal
1 butir15 yaitu seseorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili
disidang pengadilan.Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
terdakwa adalah sebagai berikut :
a.
Diduga
sebagai pelaku suatu tindak pidana;
b.
Cukup
alasan untuk melakukan pemeriksaan atas dirinya di depan sidang pengadilan;
c.
Atau
orang yang sedang dituntut, ataupun
2.2
Pemeriksaan di Pengadilan akusator terbatas
Tersangka
menurut Pasal 1 ayat (14) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah
seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan
yang cukup diduga sebagai pelaku tindak pidana. [5]
Perlindungan hak tersangka ialah segala tindakan yang menjamin dan melindungi
tersangka dan hak-haknya di dalam pemeriksaan pada tingkat penyelidikan maupun
penyidikan. Tersangka berhak memberikan keterangan secara bebas kepada
kepolisian dan tidak boleh dipaksa atau ditekan dalam memberikan keterangan.
Supaya pemeriksaan mencapai hasil yang tidak menyimpang dari pada yang
sebenarnya maka tersangka harus dijauhkan dari rasa takut, oleh karena itu
wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka.
2.3 Hak-Hak
Tersangka atau Terdakwa terdapat dalam Pasal 50-68 KUHAP
Sehubungan
dengan pemeriksaan tersangka, undang-undang telah memberi beberapa hak
perlindungan terhadap hak asasinya serta perlindungan terhadap haknya untuk
mempertahankan kebenaran dan pembelaan diri seperti yang diatur pada Bab VI,
Pasal 50 sampai Pasal 68. Untuk mengingat kembali, ada baiknya dikutip hal-hal
yang dianggap penting antara lain: [6]
1.
Hak
tersangka untuk segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik. Apa arti “segera”,
undang-undang tidak mejelaskan lebih lanjut. Akan tetapi, dari pengertian
bahasa barangkali “secepat mungkin” atau “sekarang juga” tanpa menunggu lebih
lama.
2.
Hak
tersangka agar perkaranya segera diajukan ke pengadilan. Memang pada masa HIR
jarak antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan kadang-kadang hampir tidak
dapat dijangkau oleh rakyat pencari keadilan. Sedemikian jarak antara satu
instansi dengan instansi lain, sehingga harus ditempuh berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun, dan tersangka sudah letih tersungkur merangkakrangkak, tapi
belum sampai kunjung pada batas kepastian.
3.
Hak
tersangka untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti tentang
apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai. (Pasal 51 huruf
a).
4.
Salah
satu hal yang paling penting untuk diingat penyidik, sejak awal pemeriksaan
sampai selesai, penyidik harus berdiri di atas landasan prinsip hukum “praduga
tak bersalah”. Yang menjadi objek pemeriksaan adalah kesalahan atau perbuatan
yang disangkakan kepada tersangka.
Apabila
dalam proses penyidikan, penuntutan atau pengadilan seorang tersangka/ terdakwa
tidak didampingi oleh advokat/pengacara (penasehat hukum), maka berdasarkan konsep
miranda rule ini hasil penyidikan, penyidikan dan pengadilan dapat
dianggap tidak sah (illegal) atau batal
demi hukum (null and void). Namun untuk di Indonesia sendiri, apabila terdapat
seorang yang ditetapkan tersangka atatau terdakwa yang ancaman hukumannya
diatas 5 (lima) tahun atau pidana mati, maka penyidik, penuntut umum atau
pengadilan dapat membantu menyiapkan bantuan hukum kepada tersangka atau
terdakwa sebagai bentuk perwujudan dari pelaksanaan Pasal 56 ayat (1) KUHAP
tersebut.[7]
Untuk
mengetahui lebih jauh hak tersangka dan terdakwa, maka dapat dilihat dalam
KUHAP yang diatur dari Pasal 50 s/d Pasal 68. Hak-hak itu meliputi berikut ini:
1.
Hak untuk
segera diperiksa, diajukan ke pengadilan dan diadili (Pasal 50 ayat (1), (2),
(3) KUHAP).
2.
Hak untuk
mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang
disangkakan dan apa yang didakwaakan (Pasal 51 butir a dan b KUHAP).
3.
Hak untuk
memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim Pasal 52).
4.
Hak untuk
mendapat juru bahasa (Pasal 53 ayat 1).
5.
Hak untuk
mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP). Ini
berarti bahwa. Oleh karena hanya merupakan hak, mendapatkan bantuan hukum masih
tergantung kepada kemauan tersangka atau terdakwa. Dia dapat mempergunakan hak
tersebut, tapi bisa juga tidak mempergunakan hak itu. Konsekuensinya, tanpa
didampingi oleh penasihat hukum, tidak menghalangi jalannya.
6.
Tersangka
atau tersangka berhak untuk memilih sendiri penasihat hukumnya.
7.
Hak
tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menhubungi dan berbicara
dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat 2).
8.
Hak
menghubungi dokter bagi yang ditahan (Pasal 58).
9.
Hak untuk
diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah (Pasal 59 dan 60 ).
10. Hak untuk dikunjungi sanak keluarga, untuk
kepentingan pekerjaan atau keluarga (Pasal 61)
11. Hak untuk berhubungan surat menyurat dengan
penasihat hukumnya (Pasal 62).
12. Hak untuk menghubungi atau menerima kunjungan
rohaniawan (Pasal 63)
13. Hak untuk mengajukan saksi dan ahli yang
menguntungkan (a de charge) (Pasal 65).
14. Hak untuk minta banding, kecuali putusan
bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 67).
15. Hak menuntut ganti kerugian (Pasal 68).
16. Hak untuk ingkar terhadap hakim yang
mengadili (Pasal 27 (1) UU No. 48 Tahun 2009).
17. Hak keberatan atau penahan atau jenis
penahanan.
18. Hak keberatan atas perpanjangan penahanan
(Pasal 29 ayat 7).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian yang dikemukakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa eksistensi
hak-hak tersangka dan terdakwa dalam sistem peradilan pidana di Indonesia
merupakan hak yang bersifat asasi yang tidak bisa dilanggar oleh siapapun juga
karena dijamin oleh undang-undang khusunya KUHAP. KUHAP merupakan sebuah sistem
hukum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang terdiri kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan sebagai subsistem nya.
Masing-masing
komponenkomponen tersebut melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan
Undangundang.Hak-hak tersangka dan terdakwa dalamsistem peradilan pidana di
Indonesiadiatur dalam KUHAP yaitu Pasal 50 (ayat 1, 2 dan 3), 51 (hurup a dan
b), 52, 53 (ayat 1 dan 2), 54, 55, 56 (ayat 1 dan 2), 57 (ayat 1 dan 2), 58,
59, 60, 61, 62 (ayat 1), 63,64,65, 66, dan 68.
No comments:
Post a Comment