KUMPULAN MAKALAH : 01/05/22

Wednesday, January 5, 2022

MAKALAH DASAR DASAR AKUNTANSI PADA BANK SYARIAH INDONESIA

 

BAB I
PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

 

Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Akuntansi adalah media komunikasi, oleh karena itu sering disebut sebagai “Bahasanya Dunia Usaha” (Business Language). Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam adalah terbebas dari unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme syirkah  yaitu :  musyarakah  dan mudharaba.

Dengan adanya standar akuntansi syariah, laporan  keuangan diharapkan dapat menyajikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan untuk memahami dan menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki peranan penting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk di Negara Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam, Dengan adanya bank tersebut diharapkan tidak adanya kerancuan dalam proses muamalah bagi para pemeluk agama islam,sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat tidak adanya suatu wadah yang melayani mereka dalam bidang muamalah yang bersifat islami. Namun realitas yang ada,dari 80% penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak lebih dari 10% di antara mereka yang bertransaksi secara syar’I lebih-lebih dalam hal perbankan, Sampai saat ini perbankan syariah di Indonesia belum mampu menunjukan eksistensinya.

B.     Rumusan Masalah

1.   Menjelaskan Pengertian Bank Syariah

2.   Menjelaskan Dasar Hukum Bank Syariah

3.   Menjelaskan Karakteristik Bank Syariah

4.   Menjelaskan Fungsi & Tujuan Bank Syariah

5.   Menjelaskan Jenis-Jenis Akad Bank Syariah

6.   Menjelaskan Standar Akuntansi Bank Syariah

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Bank Syariah

Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan fungsi intermediasi keuangan. Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua macam sistem operasional perbankan, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).

Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuiakan dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud.

Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank. Kemudian Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK. Pada tataran operasional pada setiap bank syariah juga diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama fungsi pengawasan syariah dan kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank dihadapkan pada pertanyaan mengenai apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses melakukan pengembangan produk yang akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam perbankan syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus pada pemantauan kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit eksternal yang digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang syariah.

Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem pembayaran. Secara kelembagaan bank umum syariah ada yang berbentuk bank syariah penuh (full-pledged) dan terdapat pula dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum konvensional. Pembagian tersebut serupa dengan bank konvensional, dan sebagaimana halnya diatur dalam UU perbankan, UU Perbankan Syariah juga mewajibkan setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah harus terlebih dahulu mendapat izin OJK.

 

B.     Dasar Hukum Perbankan Syariah

1.      Dasar Hukum Islam (Al – Qur’an & Hadist)

·         QS Al – Baqarah Ayat 275

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

·         QS Ar – Rum Ayat 39

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

 

2.      Dasar Hukum Perundang-Undangan

Pada tahun 1998,dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum lebih kuat untuk perbankan syariah.Melaui UU No. 23 Tahun 1999 [2]hingga disahkannya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,perkembangan perbankan syariah meningkat tajam terutama dilihat dari peningkatan jumlah bank/kantor yang menggunakan prinsip syriah dan peningkatan jumlah asset yang dikelola. Untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat,sebelum 1992,telah didirikan beberapa lembaga keuangan nonbank yang kegiatannya menerapkan sistem syariah .Selanjutnya melalui UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dan dijabarkan dalam PP No. 72 tahun 1992, pemerintah telah memberikan kesempatan untuk pelaksanaan bank syariah. Peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1992 telah secara spesifik mengatur mengenai bank berdasarkan prinsip bagi hasil sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

(1). Bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil.

(2). Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Wajib memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah nomor 70 tahun 1992 ttentang bank umum dan peraturan pemerintah nomor 71 tahun 1992 tentang bank perkreditan rakyat serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank umum dan bank perkreditan rakyat.

 

 

C.    Karakteristik Bank Syariah Di Indonesia

Seperti Dilansir oleh Direktorat Perbankan Syariah BI menguraikan ada tujuh karakteristik utama yang menjadi prinsip Sistem Perbankan Syariah di Indonesia yang menjadi landasan pertimbangan bagi calon nasabah dan landasan kepercayaan bagi nasabah yang telah loyal. Tujuh karakteristik ini diterbitkan dan diedarkan berupa sebuah booklet Bank Syariah Untuk Kita Semua. Ketujuh karakteristik ini adalah :

·         Universal. Memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk setiap orang tanpa memandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.

·         Adil. Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai dengan posisinya dan melaran adanya unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-untungan), gharar (ketidakjelasan), haram, riba,

·         Transparan. Dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.

·         Seimbang. Mengembangkan sektor keuangan melalui akitfitas perbankan syariah yang mencangkup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)

·         Maslahat. Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan

·         Variatif. Produk bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual-beli dan sewa, sampai kepada produk jasa kustodian, jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card, syariah charge).

·         Fasilitas. Penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, wakaf, dana kebajikan (qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi antarbank syariah.

Melihat ketujuh karakteristik ini, kita bisa memahami bahwa Perbankan Syariah sudah memiliki landasan awal yang kokoh sebagai implementasi dari Falsafah Ekonomi Syariah dan masyarakat kini dapat memperoleh beragam produk dan skema keuangan yang variatif,kredibel,lengkap serta adil dan menguntungkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan transaksi keuangan masyarakat modern.

·         Perbedaan Perbankan Syariah dan Konvensional

Secara garis besar hal-hal yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah adalah sebagai berikut:

No.

Bank Konvensional

Bank Syariah

1.

Bebas nilai

Berinvestasi pada usaha yang halal

2.

Sistem bunga

Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee

3.

Besaran bunga tetap

Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha

4.

Profit oriented (kebahagiaan dunia saja)

Profit dan falah oriented (kebahagiaan dunia dan akhirat)

5.

Hubungan debitur-kreditur

Pola hubungan:

1.     Kemitraan (musyarakah dan mudharabah)

2.     Penjual – pembeli (murabahah, salam danistishna)

3.     Sewa menyewa (ijarah)

4.     Debitur – kreditur; dalam pengertian equity holder (qard)

6.

Tidak ada lembaga sejenis dengan Dewan Pengawas Syariah

Ada Dewan Pengawas Syariah (DPS)

 

Perbedaan antara system bunga bank dengan prinsip bagi hasil bank syariah adalah sebagai berikut:

No.

Sistem Bunga

Sistem Bagi Hasil

1.

Asumsi selalu untung

Ada kemungkinan untung/rugi

2.

Didasarkan pada jumlah uang (pokok) pinjaman

Didasarkan pada rasio bagi hasil dari pendapatan/keuntungan yang diperoleh nasabah pembiayaan

3.

Nasabah kredit harus tunduk pada pemberlakuan perubahan tingkat suku bunga tertentusecarasepihakoleh bank, sesuai dengan fluktuasi tingkat suku bunga di pasar uang. Pembayaranbunga yang sewaktu-waktu dapat meningkat atau menurun tersebut tidak dapat dihindari oleh nasabah di dalam masa pembayaran angsuran kreditnya.

Margin keuntungan untuk bank (yang disepakati bersama) yang ditambahkan pada pokok pembiayaan berlaku sebagai harga jual yang tetap sama hingga berakhirnya masa akad. Porsi pembagian bagi hasil berdasarkan nisbah (yang disepakati bersama) berlaku tetap sama, sesuai akad, hingga berakhirnya masa perjanjian pembiayaan (untuk pembiayaan konsumtif)

4.

Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan berlipatganda saat keadaan ekonomi sedang baik

Jumlah pembagian bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha (untuk pembiayaan berdasarkan bagi hasil)

5.

Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam

Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil

6.

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama kedua pihak

 

D.    Menjelaskan Fungsi & Tujuan Bank Syariah

Bank syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank konvensional, berkaitan dengan keberadaannya sebagai institusi komersial dan kewajiban moral yang disandangnya. Selain bertujuan meraih keuntungan sebagaimana layaknya bank konvensional pada umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut : 

  1. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pengumpulan modal dari masyarakat dan pemanfaatannya kepada masyarakat diharapkan dapat mengurangi kesenjangan sosial guna tercipta peningkatan pembangunan nasional yang semakin mantap. Metode bagi hasil ini akan memunculkan usaha-usaha baru dan pengembangan usaha yang telah ada sehingga dapat mengurangi pengangguran. 
  2. Meningkatnya partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan karena keengganan sebagian masyarakat untuk berhubungan dengan bank yang disebabkan oleh sikap menghindari bunga telah terjawab oleh bank syariah. Metode perbankan yang efisien dan adil akan menggalakkan usaha ekonomi kerakyatan. 
  3. Membentuk masyarakat agar berpikir secara ekonomis dan berperilaku bisnis untuk meningkatkan kualitas hidupnya. 
  4. Berusaha bahwa metode bagi hasil pada bank syariah dapat beroperasi, tumbuh dan berkembang melebihi bank-bank dengan metode lain.

Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi sebagai berikut : 

  1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank ;
  2. sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana/shahibul mal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana;
  3. sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
  4. sebagai pengelola fungsi sosial, konsep perbankan syariah mengharuskan bank-bank syariah memberikan pelayanan sosial baik melalui Qardh (pinjaman kebajikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

 

E.     Jenis-Jenis Akad Bank Syariah

1.      Penghimpunan Dana

·         Wadiah

Dari bahasa Arab, al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lainnya. Jadi, jika kita kaitkan dengan perbankan Syariah, maka al-wadi’ah merupakan titipan murni dari seorang/sekelompok nasabah ke pihak bank.

Jika ada seorang nasabah yang ingin membuka tabungan syariah atas dasar akad wadiah, maka nasabah tersebut sebenarnya menitipkan atau menyimpan sejumlah uang ke bank dan uang tersebut bisa diambil sewaktu-waktu oleh nasabah.

-Wadiah Yad Al-Amanah: Jenis akad wadiah pertama, yaitu wadiah yad al-amanah. Jenis akad ini merupakan bentuk penitipan murni. Apa maksudnya? (1). Pihak yang dititipi diberikan amanah (sesuai dengan namanya) atau kepercayaan untuk menjaga uang atau barang. (2). Pihak yang dititipi tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan atau menggunakan uang atau barang tersebut. Sifatnya hanya dititip saja. 

-Wadiah Yad Adh-Dhamanah: Selanjutnya, jenis akad wadiah kedua, yaitu wadiah yad adh-dhamanah. Akad inilah yang biasa digunakan oleh perbankan pada umumnya, (1). Pihak bank (pihak yang dititipi) boleh secara bebas mengelola uang titipan nasabah (pihak penitip). (2). Nasabah (pihak penitip) boleh mengambil uang sewaktu-waktu atau kapanpun nasabah kehendaki, dan pihak bank (pihak yang dititipi) harus siap memberikannya secara utuh.

·         Mudharabah

Sebuah perjanjian yang ditentukan diawal antara nasabah dan pihak pengelola (bank syariah), dimana dalam perjanjian ini menjelaskan bahwa nasabah adalah pemilik 100% uang atau modal, sedangkan bank bertindak sebagai pengelola uang / modal tersebut untuk jenis usaha/bisnis yang halal. Selanjutnya, jika sebuah usaha yang dikelola dari modal nasabah tersebut memberikan hasil (keuntungan) maka akan dibagi diantara keduanya berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat dalam kontrak awal perjanjian. Pembagian hasil keuntungan disebut dengan nisbah.

2.      Penyaluran Dana

·         Qard, adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada waktu yang telah disepakati antara nasabah dan LKS.

·         Murabahah, adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.

·         Salam, adalah pembeli memesan barang dengan memberitahukan sifat-sifat serta kualitasnya  kepadaa penjual dan setelah ada kesepakatan. Dengan kata lain , pembelian barang dengan membayar uang lebih dahulu dan barang yang beli diserahkan kemudian (Dow Payment) artinya penyetoran harga baik lunas maupun sebagian harga pembelian sebagai bukti kepercayaan, sehubungan dengan transaksi yang telah dilakukan.

·         Istishna, adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/ mustashni') dan penjual (pembuat/shani').

·         Mudharabah Pembiayaan, adalah akad kerjasama antara bank selaku pemilik dana (shahibul maal) dengan nasabah selaku (mudharib) yang mempunyai keahlian atau ketrampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang disepakati.

-Mudharabah muthlaqah: Pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola mengenai usaha yang akan dijalankan. Nasabah tidak ikut campur usaha apa yang mau dijalankan pihak bank. Namun nasabah masih boleh mengawasinya.

-Mudharabah muqayyadah: Pemilik modal memberikan batasan kepada pengelola, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.

·         Musyarakah, adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dalam melakukan usaha, dengan proporsi pembagian profit bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya.

·         Ijarah, adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Sedangkan, ijarah Muntahiya Bittamlik, Adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suaru barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.

3.      Jasa-Jasa Perbankan

·         Rahn dalam istilah terminologi positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana saling tolong-menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan atau perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dari fasilitas pembayaran yang diberikan.

·         Wakalah adalah pelimpahan/penyerahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.

·         Kafalah adalah sebuah perjanjian pemberian jaminan, baik berupa jaminan diri atau harta (maal), yang diberikan oleh pihak penanggung (kafil) kepada pihak ketiga (makhful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makhful anhu ashill) / pihak yang ditanggung.

·         Hawalah adalah secara bahasa pengalihan hutang dalam hukum islam disebut sebagai hiwalah yang mempunyai arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil, artinya adalah memindahkan dan mengalihkan. Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang)

·         Sharf adalah akad penukarn atau transaksi jual-beli. Akad Sharf adalah transaksi jual beli valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang dapat dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis maupun mata uang yang tidak sejenis.

 

F.     Standar Akuntansi Bank Syariah

Akuntansi syariah merupakan bagian dari Akuntansi yang relatif sangat baru sehingga tidak banyak negara yang melakukan pembahasan akuntansi syariah. Perkembangan Akuntansi Bank Syariah secara konkrit baru dikembangkan pada tahun 1999, Bank Indonesia sebagai pemprakarsa, membentuk tim penyusunan PSAK Bank Syariah, yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 1/16/KEP/DGB/1999, yang meliputi unsur-unsur komponen dari Bank Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, Bank Muamalat Indonesia dan Departemen Keuangan, hal ini seiring dengan pesatnya perkembangan Perbankan syariah yang merupakan implementasi dari Undang-Undang nomor 10 tahun 1998.

Dalam pembahasan terdapat cakupan yang jelas tanggung jawab antara Ikatan Akuntan Indonesia (Dewan Standar Akuntansi) dan Dewan Syariah Nasional, tetapi kedua unit tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dalam melakukan pembahasan Akuntansi Perbankan Syariah. Ikatan Akuntan Indonesia bertanggung jawab terhadap pengukuran, pengakuan dan penyajian atau hal-hal lain yang berkaitan dengan akuntansi, dengan memperhatikan fakwa dari Dewan Syariah Nasional, karena unit ini yang berkompeten terhadap hal ini sedangkan Dewan Syariah Nasional bertanggung jawab terhadap syariah yang ada pada pembahasan akuntansi tersebut, karena unit ini yang berkompeten tentang syariah, dan berkaitan dengan akuntansi diserahkan kepada Dewan Standard Akuntansi.

1.      KDPPLK Bank Syariah

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK Syariah) merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah. Berbeda dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum yang mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah.

Berdasarkan KDPPLK Syariah, transaksi syariah berasaskan pada prinsip:

a)    Persaudaraan (ukhuwah);

b)    Keadilan (‘adalah);

c)    Kemaslahatan (maslahah);

d)    Keseimbangan (tawazun);

e)    Unversalisme (syumuliyah);

Beberapa karakteristik transaksi syariah yang disebutkan dalam KDPPLK Syariah diantaranya:

a)    Tidak mengandung unsur riba;

b)    Tidak mengandung unsur kezaliman;

c)    Tidak mengandung unsur maysir;

d)    Tidak mengandung unsur gharar;

e)    Tidak mengandung unsur haram

KDPPLK ini pertama kali disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007 dan masih berlaku hingga saat ini. Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.

2.      Pedoman Standar Akuntansi Keungan (PSAK) No.59

Intisari Kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah merupakan nilai lebih tersendiri bagi perbankan syariah.Nasabah bank syariah dari waktu ke waktu semakin meningkat terbukti semakin maraknya pangsa pasar bank syariah. Adanya kepercayaan masyarakat yang begitu besar mendorong pemerintah menerbitkan pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59. Pedoman ini merupakan standard keuangan yang diperuntukkan bagi perbankan syariah di Indonesia. Melalui standard ini perbankan syariah wajib menyelenggarakan kegiatan akuntansi berdasarkan nilai-nilai syariah yaitu pengungkapan Islamic Value. Penelitian ini ingin mengungkap apakah perbankan syariah telah mengimplementasikan PSAK No.59 secara konsisten yakni yang berkaitan dengan pengakuan, penilaian, penyajian dan pengungkapan. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur atas berbagai penelitian yang pernah dilakukan dan dianalisis dengan metode diskriptif kualitatif. Berdasarkan analisis studi literatur seputar konsistensi praktik akuntansi syariah pada Bank Syariah dapat disimpulkan bahwa praktik akuntansi syaraih pada Bank Syariah untuk transaski penghimpunan dan penyaluran dana pihak ketiga telah dilaksanakan secara konsisten. Sementara akuntansi untuk bagi hasil belum sepenuhnya konsisten dipraktikkan.

Terhitung Sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan baik bank syariah maupun entitas syariah yang lain tidak memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan kegiatan berbasis syariah. PSAK No.59 sebagai produk pertama  Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) – Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) untuk entitas syariah dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan akuntansi syariah di Indonesia. PSAK No.59 Akuntansi Perbankan Syariah dan kerangka dasar penyusunan laporan keuangan Bank Syariah ini disahkan tanggal 1 Mei 2002 dan yang resmi berlaku mulai 1 Januari 2003. Adapun Kronologis  Penyusunan PSAK Perbankan Syariah (2003)  di jelaskan sebagai berikut:

1. Januari – Juli 1999, masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi                 untuk bank syariah.

2.  Juli 1999, usulan masuk agenda dewan konsultan SAK.

3. Agustus 1999, dibentuk tim penyusunan pernyataan SAK bank syariah.

4. Desember 2000, Tim penyusunan menyelesaikan konsep exposure draf.

5. 1 Juli 2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.

6. 1 Mei 2002, pengesahan kerangka dasar penyusunan dan penyusunan dan pengajian  laporan keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.

7.  1 Januari 2003, mulai berlaku krangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Syariah.

PSAK No.59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi syariah hanya di sektor perbankan syariah, ini sangat ironis karena ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari perbankan syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Maka seiring tuntutan akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain maka Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS DSAK) menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah (LKS) yang disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008 atau pembukuan tahun yang berakhir tahun 2008. 

Adapun Ke-enam PSAK itu adalah:

1.      PSAK  No 101             :  Penyajian laporan keuangan syariah.

2.      PSAK  No 102             :  Aakuntansi Murabahah (Jual beli),

3.      PSAK  No 103             : Akuntansi Salam.

4.      PSAK  No 104             : Akuntansi Isthisn.

5.      PSAK  No 105             : Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil).

6.      PSAK  No 106              :Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).  

Keenam PSAK merupakan standar akuntansi yang mengatur seluruh transaksi keuangan syariah dari berbagai LKS. Dalam penyusunaan keenam PSAK, KAS DSAK mendasarkan pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia. Selain itu, penyusunan keenam PSAK juga mendasarkan pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).

3.      Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (Papsi)

 

Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) merupakan pedoman yang mengatur secara teknis dan rinci penjabaran Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor No.59 tanggal 1 Mei 2002 tentang Perbankan Syariah. Tim penyusunan PAPSI dibentuk berdasarkan Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia No.2/8/KEP.DpG/2000 tanggal 12 September tahun 2000. Dalam proses penyusunan PAPSI, tim penyusun berpedoman kepada standar-standar yang terdapat di dalam PSAK No.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang telah direview oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui suratnya No. U-118/DSN-MUI/IV/2002 tanggal 17 April 2002. 

Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia berdasarkan SE BI No.5/26/BPS tanggal 27 Oktober 2003, mencakup 13 bagian yang secara ringkas isinya sebagai berikut:

1. Bagian I Pendahuluan

2. Bagian II Laporan Keuangan Bank Syariah

3. Bagian III Aktiva

4. Akuntansi Kewajiban

5. Akuntansi Investasi

6. Ekuitas

7. Laporan Laba/Rugi

8. Laporan Arus Kas

9. Laporan Perubahan Ekuitas

10.Laporan Perubahan Investasi Terikat

11.Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS

12.Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh

13.Catatan Atas Laporan Keuanga

Pesatnya perkembangan industri perbankan syariah, kompleksitas transaksi yang terjadi di dalamnya, dan besarnya tuntutan masyarakat akan transparansi bank syariah, memicu perbankan syariah untuk meningkatkan kemampuannya dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat. Demikian juga pada sisi pengaturan diperlukan adanya peraturan yang relevan dan dapat diimplementasikan dengan kondisi yang ada. 

Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang memadai dalam pembahasan dan penerapan PAPSI revisi tahun 2013. Sehingga perbankan syariah dapat menyajikan laporan keuangan yang memiliki kualitas tinggi dengan informasi yang akurat dan komprehensif bagi semua stakeholder dan mencerminkan kinerja bank syariah secara utuh.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Bank syari’ah terdiri dua kata, yaitu bank dan syari’ah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yag berfungsi sebagai perantara keuangan dari kedua belah pihak yait pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syari’a dalam versi bank syari’ah adalah atura peranjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atas pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai hukum islam. Maka bank syari’ah dapat diartikan sebagai suatu lembaga euanga ang berfungsi menjadi perantara bagi pihak yang berlebihana dan dn pihak yang membutuhkan dana untuk kegiatan usah atau kegiatan yang lainnya sesuai hukum islam.

·         Kegiatan dan usaha bank selalu berkaitan dengan komoditas antara lain:

a.      Pemindahan uang.

b.      Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran.

c.      Mendiskonsurat wesel, surat order maupun surat-surat berharga lainnya.

d.      Membeli dan menjual surat-surat berharga,.

e.      Membeli dan menjual cek wesel, surat wesel, kertas dagang.

f.      Membeli kredit.

g.      Memberi jaminan kredit.

Secara umum adalah melarang melakukan transaksi yang mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, dan jual beli barang haram. Prinsip bank syariah ini diterapkan untuk mencapai tujuan sesuai jalur syariah. Pada artikel sebelumnya, telah dijelaskan bahwa setidaknya ada 11 macam prinsip bank syariah, yaitu Mudharabah, Musyarakah, Wadi’ah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Qardh, Rahn, Hiwalah/Hawalah.