KUMPULAN MAKALAH : 09/16/21

Thursday, September 16, 2021

MAKALAH MENYUSUSI, ASI, MAKAN DAN MINUM DALAM ISLAM

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

 Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

 

Bekasi, 15 September 2021

 

 

Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI. ii

BAB I. 1

PENDAHULUAN.. 1

1.1 Latar Belakang. 1

1.2 Rumusan Masalah. 5

1.3 Tujuan Masalah. 6

BAB II. 7

KAJIAN PUSTAKA.. 7

2.1 Air Susu Ibu (ASI). 7

2.1.1 Pengertian ASI. 7

2.2 Makan Dan Minum.. 7

2.2.1 Pengertian makan dan minum.. 7

BAB III. 11

PEMBAHASAN.. 11

BAB IV.. 24

PENUTUP.. 24

4.1 Kesimpulan. 24

DAFTAR PUSTAKA.. 25

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Menyusui anak bagi setiap ibu dengan cara memberikan air susu ibu (ASI), merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan dan kalangan hidup manusia di dunia ini. ASI merupakan minuman dan makanan pokok bagi setiap anak yang baru lahir.Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar kesehatan menunjukkan bahwa anak-anak yang dimasa bayinya mengkonsumsi ASI jauh lebih cerdas, lebih sehat, dan lebih kuat daripada anak-anak yang dimasa kecilnya tidak menerimaASI.[1]

Mengenai keharusan ibu untuk menyusui anak telah dijelaskan dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 233:

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan[2]

Ayat diatas telah dijelaskan bahwa kewajiban seorang ibu untuk menyusui anaknya, dari situ banyak ulama berbeda pendapat menurut madzab Maliki seorang ibu wajib menyusui anaknya, sedangkan menurut jumhur ulama perintah terkait dengan menyusui anak merupakan anjuran bagi seorang ibu dalam arti lain seorang ibu di sunnahkan untuk menyusui anaknya.[3]

Terkait dengan pendapatpara jumhur tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa seorang ibu ketika tidak mau menyusui anaknya maka boleh menyerahkan anak tersebut terhadap orang lain untuk disusui. Dalam hal ini hukum islam menyebutkan degan istilah rad}a‘ (persusuan).

Rad}a‘ah diambil dari kata bahasa arab yang artinya penyusuan anak atau bayi, [4] sedangkan yang dimaksud rad}a‘ah (penyusuan) menurut jumhur fuqoha‟ ialah segala sesuatu yang sampai keperut bayi melalui kerongkongan atau melalui jalan lainya, dengan cara menghisap atau yang lainya.[5] Sedangkan proses penyusuan dengan cara menuangkan ASI kedalam    mulut    tanpa    melalui    penyusuan    disebut    al-wujur,    dan menuangkan ASI melalui hidung tanpa melalui penyusuan disebut al-saur.

Terkait dengan al-wujur  dan al-saur  ini banyak perbedaan pendapat yang menyebabkan hubungan mahrom atau nasab antara perempuan yang memiliki air susu dan bayi yang mengisap atau meminum susu dengan cara tersebut.

Sementara   menurut   Ata‟   dan   Imam   Dawud,   al-wujur   tidak menyebabkan hubungan kemahraman sebab proses al-wujur tidak menetek secara langsung terhadap tetek sang ibu. [6] Sedangkan menurut madzab zahiriyah tidak ada yang mengharamkan sebab susuan kecuali proses penyusuan yang menetek langsung terhadap tetek sang ibu. Jadi yang dimaksud penyusuan adalah pengisapan air susu melalui tetek seorang ibu.[7]

Perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam mendefinisikan persusuan merupakan bahwa persoalan persusuan tidak hanya dipandang dari aspek air susu yang dikonsumsi oleh bayi tersebut, akan tetapi juga harus melihat dan memperhatikan bagaimana proses yang digunakan dalam persusuan , seperti halnya menetek langsung atau menuangkan air susu ibu tersebut kedalam botol. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah surat an-Nisa‟ ayat 23:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ”.[8]

Ayat tersebut menjelaskan dari berbagai macam orang yang haram dinikahi diantara salah satunya haram menikahi saudara perempuan sepersusuan. Dari ayat itu sudah jelas bahwa saudara sepersusuan itu haram dinikahi, akan tetapi dalam hal penafsiran para mufassir mempunyai bermacam-macam pendapat terkait dengan hal tersebut disebabkan dengan perkembangan zaman sekarang banyak orang yang bertingkah aneh bahkan banyak orang yang melakukan hal yang menyimpang.

Menurut Sayyid Quthub yang dikatakan audara sepersusuan yaitu baik orang tersebut menyusu atau menetek langsung ke sang Ibu ataupun susu tersebut ditampung dibotol kemudian baru diminum itu tetap dikatakan saudara sepersusuan.[9]

Sedangkan menurut penafsiran Hamka seseorang dikatakan saudara sepersusuan jika orang tersebut langsung menyusu atau menetek secara langsung kepada seorang Ibu, jadi ketika seseorang minta air susuitu dengan cara ditabung didalam botol susu maka itu bukan dikatakan saudara sepersusuan karena susu yang diminum itu tidak diterima secara langsung dari buah susu seorang ibu tersebut.[10]

Dari kedua mufassir itu tampaknya berbeda pendapat terkait dengan saudara sepersusuan tersebut, dan sampai sekarang masih diperdebatkan terkait dengan hal tersebut, karena banyak fenomena dizaman sekarang ketika seorang ibu sebagai wanita karir yang mempunyai seorang bayi dan membutuhkan air susu Ibu tersebut kebanyakan bayi itu disusukan kepada Ibu yang lainya dengan alasan untuk menjaga kesehatan seorang bayi tersebut. Bahkan ada banyak kasus yang terkait dengan bank ASI dimana bank asi tersebut adalah suatu tempat penampungan ASI untuk diperjual belikan kepada ibu yang tidak sanggup atau tidak bisa menyusui bayinya sendiri.

Dari beberapa kasus seperti itu maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut, selain itu juga antara mufasir satu dengan yang lainnya tentunnya mempunyai perbedaan pendapat baik dari segi makna maupun metode yang digunakan dalam menafsirkan sebuah ayat tersebut terutama pada topik kali ini yaitu tentang saudara sepersusuan.Para mufassir ketika menafsirkan sebuah ayat pastinya mempunyai metode yang berbeda untuk bisa dijadikan argumen. Untuk itu penulis akan mencari perbedaan maupun persamaan metode yang digunakan para mufassir sehingga pendapat yang sudah dijadikan pedoman para mufassir tersebut juga bisa ditrima oleh berbagai para ulama atau umat yang lain.

Karena zaman sekarang banyak orang yang menyalahgunakan penafsiran yang sudah beredar dikalangan masyarakat setempat. Maka penulis akan mencoba menganalisis metode yang diterapkan oleh para mufassir salah satunya adalah Sayyid Quthub dan Hamka karena kedua mufassir tersebut berbeda pendapat terkait dengan tema yang sudah tertera diatas.

Aktivitas makan dan minum merupakan hal urgen bagi manusia yang setiap hari dilakukan secara berulang-ulang. Terkait adab makan dan minum merupakan kebiasaan alamiah dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia.[11]

Makan dan minum merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan kita sehari-hari. Makan dan minum memberikan kita tenaga dan kekuatan yang diperlukan untuk mempetahankan kehidupan karena dilakukan setiap hari, namun sayangnya kebanyakanorangtidak terlalu memperhatikan polahidup sehat yang benar, sebab makan dan minum sesungguhnya bukan hanya persoalan memindahkan makan dari piring ke dalam perut. Makan dan minumapabila dilakukan dengan benar dapat memberikan manfaat Kesehatan jasmani dan rohani serta merupakan bentuk ibadah dan tanda syukur kita kepada Allah SWT.

Secara terang, Allah pun merekomendasikan kepadamanusia untuk dapat mencontoh Nabi Muhammad SAW, hal ini tertuang dalam Q.S AlAzhab: 21, Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik untukmu...” (Q.S Al-Azhab:21)

Dari ayat di atas dapat dimaknai bahwasannya Rasulullah merupakan teladan terbaik yang harus diikuti oleh orang-orang beriman, sebagaimana orang-orang beriman meyakini bahwa satu-satunya jalan untuk selamat dunia dan akhirat hanya dengan mengikuti sunnah Rasulullah SAW, tidak ada yang lain, ini merupakan penerangan sekaligus mencapai berkah dan kebaikan untuk mengikuti rasulullah dan apa saja yang dikerjakan.

Sebagai umat Islam Polahidup sehat mencakup tata cara seseorang menjalani kehidupan dengan mengisi hidupnya dengan aturan yang telah disyariatkan oleh agama Islam dan telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, baik cara hidup maupun cara makan dan sebagainya.Oleh sebab itu, pola hidupsehat yang ada dalam Al-Qur’an dan yang dicontohkan Nabi Muhammad perlu untuk ditiru dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, agar dalam hidup seseorang menjadi lebih baik dan bermakna serta bermanfaat agar hidup selalu dalam keadaan sehat, dan terhindar dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh pola makan dan minum yang tidak sehat.

Pada dasarnya, makanan berfungsi untuk mengembangkan tubuh dan mengganti sel-sel yang telah mati. Makanan juga bisa memberikan kekuatan, menjaga suhu tubuh, dan menjadi ‘bahan bakar’ bagi beberapa komponen tubuh agar bisa melakukan tugasnya. [12] Maka jika makanan pun dimakan sesuai dengan aturan-aturan Islam maka akan membawa manfaat pula pada kesehatan tubuh serta memberikan wujud syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan.

Oleh karena itu, dari materi adab makan dan minum tentunya Rasulullah meletakkan seperangkat aturan makan dan minum yang jika dipenuhi tentunya akan memberikan manfaat, yaitu sehat jasmani dan rohani, maupun membawa keberkahan dari sisi Allah SWT.[13]

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasannya diharapkan setelah siswa memahami materi adab makan dan minum akan menerapkan sesuai dengan ajaran nabi Muhammad saw dalam kehidupan sehari-hari sehingga terciptanya pola hidup sehat yang memberikan manfaat untuk jasmani dan rohani

 

1.2 Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan beberapa permasalahan untuk memperkuat fokus penelitian ini, di antaranya:

1.        Bagaimana penafsiran Sayyid Quthub dan Hamka terkait dengan rad}a‘ah?

 

2.        Bagaimana pendekatan teori yang digunakan Hamka dan Sayyid Quthub yang menyebabkan kedua mufassir tersebut berebeda pendapat ketika menafsirkan ayat terkait dengan saudara sepersusuan?

 

3.        Apakah ada pengaruh yang signifikan antara pemahaman materi adab makan dan minum terhadap pola hidup sehat.

 

 

1.3 Tujuan Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, di antaranya:

1.                  Menambah khazanah pengetahuan dalam kajian Pendidikan Islam.

2.                  Dapat dijadikan rujukan bagi peneliti lain dalam variabel yang sama atau lanjutan.

3.                  Untuk mengetahui penafsiran Sayyid Quthub dan Hamka terkait dengan rad}a‘ah

4.                  Untuk mengetahui pendekatan teori yang digunakan Sayyid Quthub dan Hamka untuk menafsirkan ayat terkait dengan sepersusuan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

2.1.1 Pengertian ASI

Secara alamiah seorang ibu mampu menghasilkan ASI segera setelah melahirkan. ASI diproduksi oleh alveoli yang merupakan bagian hulu dari pembuluh kecil air susu. ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan seperti susu sapi, susu kerbau, atau susu kambing. Pemberian ASI secara penuh sangat dianjurkan oleh ahli gizi diseluruh dunia. Tidak satupun susu buatan manusia (susu formula) dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh seorang bayi, seperti yang diperoleh dari susu kolostrum.[14]

Pernyataan tersebut didukung oleh Syahmien Moehji yang mengatakan bahwa ASI merupakan makanan yang mutlak untuk bayi yaitu pada usia 4-6 bulan pertama kehidupannya. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Jika dibandingkan dengan susu sapi, ASI mempunyai kelebihan antara lain mampu mencegah penyakit infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Melalui ASI dapat dibina kasih sayang, ketentraman jiwa bagi bayi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa bayi. Dengan demikian ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh susu sapi.[15]

Memberikan ASI secara eksklusif berarti keuntungan untuk semua, bayi akan lebih sehat, cerdas, dan berkepribadian baik, ibu akan lebih sehat dan menarik. Perusahaan, lingkungan dan masyarakat pun lebih mudah mendapatkan keuntungan ( Roesli, 2005).

 

2.2 Makan Dan Minum

2.2.1 Pengertian makan dan minum

a. Makan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia makan adalah memasukkan nasi (atau makanan pokok lainnya) ke dalam mulut serta mengunyah dan menelannya.[16]Makanan dalam bahasa Arab adalah ath’imah. Kata ath’imah merupakan jamak dari kata tha’am yang secara etimologi berarti segala sesuatu atau apa-apa yang bisa dimakan atau dicicipi. Karena itu, minuman pun termasuk dalam pengertian tha’am.Dalam al-Qur’an penyebutan kata makan yang sering dipakai adalah akala.[17] Makanan dan minuman yang dibantu oleh udara merupakan unsur penopang kekuatan tubuh. Dalam kaitan ini Islam mengajarkan agar memilih makanan minuman yang baik dalam artian berguna untuk kesehatan dan halal. [18]Sebagaimana Firman Allah QS. al-Baqaraah/2:172.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُلُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقْنَٰكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.

 

Al-Qur’an menggunakan kata akala dalam berbagai bentuk untuk menunjuk berbagai aktivitas “makan” Tetapi kata tersebut tidak digunakan semata-mata daalam arti “memasukkan sesuatu ke dalam kerongkongan” tetapi ia juga berarti berbagai aktivitas dan usaha. Perhatikan QS. Al-Nisa/4:4.

وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan

penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin

itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang

sedap lagi baik akibatnya.

 

Dipahami bersama bahwa mas kawin tidak harus bahkan tidak lazim berupa makanan, namun demikian ayat ini menggunakan kata “fakuluhu” untuk penggunaan mas kawin tersebut. Pada ayat lain QS. al-An’am/6:121.

وَلَا تَأْكُلُوا۟ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ ٱسْمُ ٱللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُۥ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰٓ أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَٰدِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

 

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah Ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.

 

Perhatian al-Qur’an terhadap persoalan makan dan makanan itu sendiri demikian besar. Menurut Ibrahim bin Umar al-Biqa’i telah menjadi kebiasaan dalam al-Qur’an bahwa Dia menyebut dirinya sebagai Yang Maha Esa, serta membuktikan hal tersebut melalui ciptaan-Nya, termasuk ketika memerintahkan untuk makan, seperti dalam firman-Nya QS. al-Baqarah/2:168

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

 

b. Minum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia minum adalah memasukkan air (benda cair) ke dalam mulut dan meneguknya.13Kata minum juga merupakan bagian dari tha’am yang asalnya dari kata ath’imah jamak dari kata tha’am. Menurut pengertian etimologi berarti segala sesuatu yang bisa dimakan atau dicicipi, sebagaimana firman Allah QS. al-Baqarah/2:60.

وَإِذِ ٱسْتَسْقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِۦ فَقُلْنَا ٱضْرِب بِّعَصَاكَ ٱلْحَجَرَ ۖ فَٱنفَجَرَتْ مِنْهُ ٱثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ ۖ كُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ مِن رِّزْقِ ٱللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

 

Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.

Maksud dari pesan terakhir ayat ini adalah jaga kelestarian alam, pelihara kebersihan lingkungan, jangan gunakan air berlebihan atau bukan pada tempatnya. Peringatan agar tidak melakukan pengrusakan di bumi karena tidak jarang orang yang mendapat nikmat lupa diri dan lupa Allah sehingga terjerumus dalam kedurhakaan. [19]Betapa Allah memperhatikan hamba-Nya meskipun dalam hal makan dan minum.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

 

3.1 Penyusui dalam Islam

3.1.1 Pengertian Penyusuan Anak

Menurut Surya Atmaja menyusui adalah Realisasi dari tugas yang wajar dan mulia. Menyusui adalah proses memberikan makanan pada bayi dengan menggunakan air susu ibu langsung dari payudara ibu. [20] Setelah dilahirkan, seorang bayi dikaruniai refleks menghisap. Refleks ini membuat seorang bayi tanpa sadar akan selalu menghisap benda yang dimasukan ke dalam mulutnya. Begitu pula bila yang dimasukan adalah puting payudara maka ia akan otomatis menghisapnya. Fenomena ini sangat menguntungkan bagi ibu yang akan menyusui bayinya selama rentang waktu enam bulan sebelum diberikan makanan tambahan pendamping ASI. WHO sebagai induk organisasi kesehatan sedunia menyarankan pemberian ASI minimal sampai dengan bayi berusia 2 tahun dengan pemberian secara eksklusif selama 6 bulan pertama. Pemberian eksklusif selama 6 bulan sangat penting dalam mencegah diare dan penyakit saluran nafas yang tidak didapatkan pada pemberian susu formula.

 

3.1.2 Fase Pembentukan ASI (Air Susu Ibu)

Air Susu Ibu (ASI) mengandung lebih dari 100 zat. Pada dasarnya ASI merupakan emulsi lemak dalam fase cairan yang isotonik dengan plasma. Dalam cairan ASI mengandung beberapa zat di antaranya:

1.        3-5% Lemak

2.        1% Protein

3.        7% Laktosa

4.        0,2% Mineral

5.        60-75 kkal/dL Kalori

 

ASI terdiri dari 3 fase pembentukan dan pengeluaran yaitu:

1.        Kolostrum

Kolostrum merupakan ASI yang pertama kali keluar melahirkan. kolostrum merupakan cairan kuning alkalis dengan BJ 1,030-1,035 yang merupakan cairan yang pertama kali keluar, sebelum ASI. Kolostrum tidak ada artinya sebagai makanan, namun memiliki sifat laksania. Bardasarkan penelitian kolostrum mengandung globulin yang berperan sebagai antibodi sehingga diasumsikan dapat meningkatkan imunitas anak terhadap penyakit.

 

2.        ASI Transisi

Fase kedua pengeluaran ASI disebut transisi. ASI ini sebetulnya merupakan perpindahan dari kolostrum menjadi ASI mastrum.

 

3.        ASI Matur

ASI matur ini mempunyai warna yang kekuning-kuningan, komposisi ASI ini kurang lebih 1-2% protein, 3-5% lemak, 6,5-8% laktosa (gula) dan 0,1-0,2% garam mineral. Volume atau banyaknya ASI sangat tergantung pada banyaknya cairan yang diminum ibu, seperti mengonsumsi obat-obatan menyebabkan penurunan produksi ASI. Ada beberapa keadaan dimana ibu tidak boleh menyusui bayinya, seperti saat dalam kondisi terjadinya peradangan payudara yang akut, si ibu menderita penyakit menular, keadaan ibu yang kurang baik.

ASI dari seorang ibu yang sehat dalam memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Produksi ASI pada bulan pertama adalah sekitar 600 ml per hari yang meningkat sampai sekitar 800 ml per hari pada bulan keenam. Kadar kolesterol ASi lebih tinggi daripada dalam air susu sapi. Kekebalan bayi yang mengomsumsi ASI lebih bagus dari pada bayi yang mengonsumsi susu formula, karena ASI mengandung banyak zat protektif yang melindungi bayi dari infeksi.[21]

 

3.1.3 Hukum penyusuan anak

Ditinjau dari aspek hukum Islam, perempuan tempat anak menyususi sebenarnya ada dua macam, yaitu ibu kandung dan perempuan lain. Ulama Fikih sepakat bahwa seorang ibu dilihat dari hukum ukhrawi (diyanatan), wajib menyusui anaknya, karena menyusui anak merupakan upaya pemeliharaan kelangsungan hidup anak, baik ibu ini masih berstatus istri ayah sang anak, maupun dalam masa ‘iddah atau habis masa ‘iddah-nya setelah dicerai suaminya (ayah sang anak).

 

Banyak perbedaan pendapat dalam menafsirkan al-waliadat (para ibu) yang diperintahkan menyusukan anaknya dalam surah al-Baqarah/ 2: 233. Diantara para ulama  yang berbeda pendapat yaitu:

1.              Al-Qurtabi membatasi kata al-walidat bagi ibu yang masih berstatus sebagai istri dari ayah sang anak (hal baqa’ an-nikah).

2.              Ad-Dahhak dan as-Suddi membatasinya untuk para ibu yang telah bercerai (al-mutallaqat).

3.              Al-Alusi berpendapat bahwa karena tidak ada pembatasan (takhsis), maka kata tersebut berlaku umum, baik ibu yang masih berstatus istri maupun dalam masa ‘iddah (talaq raj’i) atau habis masa ‘iddah-nya (mutallaqah).

 

Meskipun ada perbedaan pendapat dalam menentukan makna perintah menyusui ini dari yang mewajibkan sampain yang hanya sekedar bermakna dianjurkan, mayoritas ulama Islam sepakat bahwa para ibu berkewajiban dan karenanya boleh dipaksa oleh hakim dari pengadilan yang berwenang untuk menyusui anaknya dalam 3 kondisi:

1.        Anak itu menolak menerima air susu selain dari asi ibunya

2.        Tidak ada wanita lain yang bisa menyusui anak tersebut

3.        Ayah atau anak itu tidak memiliki harta untuk membayar upah wanita lain (az-zi’r) yang menyusui anaknya.        

 

Khusus untuk madzhab Syafi’i, selain dalam tiga hal diatas, ada hal lain yang membenarkan seorang hakim memaksa seorang ibu menyusui anaknya, yaitu pada tetesan pertama ASI (kolostrum/ al-lab’) yang keluar beberapa hari pasca persalinan.[22]

 

3.1.4 Manfaat penyusuan terhadap anak

Begitu banyak daftar manfaat ASI untuk bayi yang setiap hari terus bertambah. Di antara keistimewaan ASI, yang oleh Harun Yahya disebut sebagai “cairan ajaib”, dapat disebut secara singkat antara lain:

1.           ASI memperkuat sistem kekebalan tubuh. Komponen utama pembangun sistem kekebalan tubuh pada ASI adalah prebiotik

2.           ASI menurunkan terjadinya resiko alergi

3.           ASI menurunkan resiko terjadinya penyakit pada saluran pencernaan, seperti diare dan meningkatkan kekebalan pada sistem pencernaan

4.           ASI menurunkan resiko gangguan pernafasan

5.           ASI kaya akan AA | DHA yang mendukung pertumbuhan kecerdasan anak

6.           ASI mengandung prebiotik alami untuk mendukung pertumbuhan flora usus

7.           ASI memiliki komposisi nutrisi yang tepat dan seimbang

8.           Bayi-bayi yang diberikan ASI menjadi lebih kuat

9.           Bayi-bayi yang menerima ASI memiliki resiko lebih rendah dari penyakit jantung dan darah tinggi kemudian hari

10.       Menurut hasil penelitian, menyusui telah terbukti dapat menurunkan resiko kanker payudara, kanker ovarium, dan osteoporosis

 

Seperti yang telah disebutkan diatas, ASI juga memberikan keuntungan secara psikologi baik bagi bayi maupun ibu, antara lain :

1.            Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih  sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormone terutama oksitosin yang pada  akhirnya akan meningkatkan produksi ASI

2.            Interaksi Ibu dan bayi : pertumbuhan dan perkembangan psikologis bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut

3.            Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal ssejak bayi masih dalam rahim

4.            Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan sistem saraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi

5.            Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ poin 4,3 poin lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 poin lebih tinggi pada usia 3 tahun,  dan 8,3 poin lebih tinggi pada usia 8,3 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI

6.            Dalam psikologi perkembangan, periode paling awal pada perkembangan kepribadian anak, letak kenikmatan adalah pada mulut mereka. Freud menyebutkan periode oral. Anak-anak menemukan kenikmatan ketika memasukkan sesuatu ke mulutnya. Kesenangan ini diperoleh dalam pengalaman pertama ketika dia menyusu pada ibunya. Dia lalu belajar untuk memasukkan apa saja ke dalam mmulutnya

7.            Sebelum mencapai  usia 4 bulan seorang bayi hanya memiliki kemampuan mengisap ASI (refleks mengisap), baru pada usia 4 bulan kemampuan bayi bertambah dengan kemampuan mengunyah (refleks mengunyah). Dengan memperhatikan perkembangan kemampuan refleks yang dimiliki inilah para ahli menganjurkan agar bayi hanya diberikan ASI saja secara eksklusif sampai kemampuan refleks mengunyahnya muncul (setelah 4 bulan).

 

Di samping manfaat kesehatan fisik dan psikis, sebenarnya dalam menyusui juga mengandung manfaat-manfaat lainnya, seperti ekonomi.  Sebab dengan menyusui bayi dengan ASI secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi berumur 4-6 bulan. Dengan demikian, akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya. Keuntungan menyusukan bayi juga didapatkan oleh sang ibu, karena program menyusui secara eksklusif dapat mencegah pendarahan pasca persalinan, mencegah pembengkakan payudara, dan dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alami (KB) yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).[23]

 

 

3.2 Makan Minum Dlaam islam

3.2.1 Makanan dan Minuman yang Halal

a. Makanan Halal

            Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari’at Islam.segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu menjadi haram karena memberi mengandung mudharat atau bahaya bagi kehidupan manusia.

 

 

Firman Allah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 168).

Dari dua ayat di atas maka jelaslah bahwa makanan yang dimakan oleh seorang Muslm hendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu:

a.        Halal, artinya diperbolehkan untk dimakan dan tidak dilarang oleh hukum syara’

b.        Baik, artinya makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan.

Dengan demikian “halal” itu ditinjau dari Islam sedangkan “baik” ditinjau dari ilmu kesehatan.

Dalam Islam, halalnya suatu makanan harus meliputi tiga hal, yaitu:

a.        Halal karena dzatnya. Artinya, enda itu memang tidak dilarang oleh hukum syara’, seperti nasi, susu, telor, dan lain-lain.

b.        Halal cara mendapatkannya. Artinya sesuatu yang halal itu harus diperoleh dengan cara yang halal pula. Sesuatu yang halal tetapi cara medapatkannya tidak sesuatu dengan hukum syara’ maka menjadi haramlah ia. Sebagaimana, mencuri, menipu, dan lain-lain.

c.        Halal karena proses/cara pengolahannya. Artinya selain sesuatu yang halal itu harus diperoleh dengan cara yang halal pula. Cara atau proses pengolahannya juga harus benar. Hewan, seperti kambing, ayam, sapi, jika disembelih dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum Islam maka dagingnya menjadi haram.

Ketentuan-ketentuan makanan yang halal dan yang haram telah dijelaskan oleh Rasulullah melalui sabdanya, yang artinya:

Rasulullah SAW ditanya tentang minyak sanin, keju dan kulit binatang yang dipergunakan untuk perhiasan atau tempat duduk. Rasulullah SAW bersabda: Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan), maka barang itu termasuk yang dimaafkan”.(HR. Ibnu Majah dan Turmudzi).

Selanjutnya, Allah Swt berfirman:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

 

(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-A’raf [7]: 157)

 

Berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi SAW, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang halal ialah:

1.        Semua makanan yang baik, tidak kotor dan tidak menjijikan.

2.        Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

3.        semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.

 

b. Minuman Halal

            Minuman yang halal ialah minuman yang boleh diminum menuerut syari’at Islam.Adapun minuman yang halal pada garis besarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:

1.        Semua jenis air atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia baik membahayakan dari segi jasmani, akal, jiwa maupun aqidah.

2.        Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya telah memabukkan seperti arak yang telah berubah menjadi cuka.

3.        Air atau ciran itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang terkena najis (mutanajis).

4.        Air atau cairan yang suci itu didaatkan dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam.

 

c. Produk yang Memenuhi Makanan dan Minuman yang Halal

Produk Halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai Syariat Islam, Produk yang memenuhi makanan dan Minuman yang halal diantaranya adalah :

1.        Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi, seperti :lard (lemak babi), gelatin babi, emulsifier babi (E471), lechitine babi, kuas dengan bulu babi (bristle), dll. QS. Al Baqoroh (2) : 173, Al Maaidah (5) : 3.

2.        Daging yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara Syariat Islam. QS. Al Maaidah (5) : 3.

3.        Semua bentuk makanan/minuman yang tidak mengandung alkohol dan turunannya, atau bukan alkohol sebagai suatu ingredient yang sengaja ditambahkan, serta bukan khamr. QS. Al Baqoroh (2) : 219, Al Maaidah (5) : 90.

4.        Bukan merupakan bangkai dan atau darah yang haram dimakan manusia. QS. Al Baqoroh (2) : 173.

5.        Termasuk segala jenis makanan yang didapat/diperoleh secara halal (halal lighairihi).

 

d. Manfaat Mengonsumsi Makanan dan Minuman yang Halal

Seseorang yang sudah terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, maka dirinya akanmemperoleh manfaat, di antaranya adalah:

a.        Membawa ketenangan hidup dalam kegiatan sehari-hari,

b.        Dapat menjaga kesehatan jasmani dan rohani,

c.        Mendapat perlindungan dari Allah SWT,

d.        Mendapatkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT,

e.        Tercermin kepribadian yang jujur dalam hidupnya dan sikap apa adanya,

f.         Rezeki yang diperolehnya membawa barokah dunia akherat

g.        Terjaga kesehatannya

h.        Mendapat ridha Allah Swt karena memilih jenis makanan dan minuman yang halal dan di ridhai Allah SWT

i.          Memiliki akhlaqul karimah karena telah menaati perintah Allah Swt sekaligus terhindar dari akhlak madzmumah (tercela)

j.          Dan lain sebagainya.

 

3.2.2 Makanan dan Minuman yang Haram

a. Makanan Haram

Haram artinya dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang dilarang oleh syara’ untuk dimakan.Setiap makanan yang dilarang oleh syara’ pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang syara’ pasti ada faidahnya dan mendapat pahala. Berikut adalah jenis-jenis makanan yang termasuk diharamkan:

1.        Semua makanan yang disebutkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 145 :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah [5]: 3)

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al-An’am [6]: 145)

Dari dua ayat diatas, terdapat beberapa jenis barang yang terang-terang diharamkan, yaitu: Bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalang), darah (kecuali hati dan limpa), daging hewan yang disembelih ata nama selain Allah Swt), binatang yang mati tercekik, terpukul, terjatuh, karena ditanduk binatang lain, diterkam oleh binatang buas, dan yang disembelih untuk berhala.

 

2.        Semua makanan yang keji, yaitu yang kotor, menjijikan.

ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِىَّ ٱلْأُمِّىَّ ٱلَّذِى يَجِدُونَهُۥ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ وَٱلْإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَىٰهُمْ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ ٱلْخَبَٰٓئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَٱلْأَغْلَٰلَ ٱلَّتِى كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلنُّورَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka[574]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-A’raf [7]: 157)

 

3.        Semua jenis makanan yang dapat mendatangkan mudharat terhadap jiwa, raga, akal, moral dan aqidah.

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُون

Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf [7]: 33).

 

4.        Bagian berupa daging. Tulang atau apa saja yang dipotong dari binatang yang masih hidup.

Sabda Nabi Saw, artinya:

“Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka yang terpotong itu termasuk bangkai”. (HR. Ahmad)

 

5.        Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal seperti makanan hasil curian, rampasan, korupsi, riba dan cara-cara lain yang dilarang agama.

 

b. Yang Diharamkan Berdasarkan dalil Al Quran:

1.      Makanan Milik orang lain; " Dan janganlah kamu memakanan makanan diantara kamu sekalian dengan bathil" ( AL BAQARAH 188)

6.        2.Bangkai. Yaitu bangkai hewan yang mati sendiri, bisa karena tercekik, dipukul, terjatuh, tertanduk, dan juga sisa binatang buas.

2.      Darah yang dikucurkan

3.      Daging babi.

4.      Sesuatu yang disembelih karena selain Allah

5.      Binatang yang disembelih karena berhala

6.      Khamr, yaitu sesuatu yang memabukan

 

" Diharamkan atas kamu sekalian bangkai, darah, daging babi, apa-apa(hewan) yang disembelih karena selain Allah , yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan yang disembelih untuk berhala..dst" ( AL MAIDAH 3)

 

c. Yang diharamkan Berdasarkan Hadist

1.      Setiap yang bertaring

2.      Himar

3.      setiap yang memiliki cakar (cengkeraman)

4.      Binatang yang makan kotoran.

 

d. Minuman yang Haram

Minuman yang haram adalah mnuman yang tidak boleh diminum karena dilarang oleh syariat Ilsam. Adapun jenis minuman yang haram tersebut pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1.        Semua minuman yang memabukkan atau apabila diminum menimbulkan mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral dan aqidah seperti arak, khamar, dan sejenisnya.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. (QS. Al-Baqarah [2]: 219)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah[5] : 90)

 

Nabi SAW bersabda, artinya:

Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak, maka dalam keadaan sedikit juga tetap haram. (HR An-Nasa’i, Abu Dawud dan Turmudzi).

 

2.        Minuman dari benda najis atau benda yang terkena najis.

3.        Minuman yang didapatkan dengan cara-cara yang tidak halan atau yang bertentangan dengan ajaran Islam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian tafsir surat Al-Baqarah ayat 233 dapat disimpulkan bahwa syariat menyusui adalah perintah Allah swt dan merupakan fitrah serta bentuk kemuliaan bagi para wanita yang memiliki anak. Perintah ini dilengkapi dengan pentunjuk batasan waktu kesempurnaannya yaitu dua tahun. Ini merupakan tahapan penting dari pendidikan seorang anak, yaitu usia nol sampai dua tahun adalah dalam asuhan ibunya. Dimana nilai pendidikan yang ditanamkan adalah kasih sayang, rasa cinta, perhatian serta sapaan yang lembut. Syariat juga menghendaki adanya peran suami dalam memberi dukungan kepada istri dalam menjalankan amanah menyusui dengan kewajiban memberikan nafkah yang halal dan pakaian yang baik.

Kesimpulan mayoritas imam madzhab bahwa hukum menyusui adalah sunnah berdasarkan dalil-dalil yang ditunjukkan ayat-ayat dalam Alquran. Syariat menyusui yang Allah perintahkan bukan tanpa maksud dan tujuan serta hampa dari hikmah, melainkan penuh dengan bukti-bukti tanda kebesaran kuasa-Nya. Adapun manfaat dan alasan-alasannya telah ditemukan melalui pembuktian-pembuktian ilmiah dan tidak dapat dipungkiri lagi. Betapa syariat menyusui ini ditujukan untuk kemaslahatan ibu dan anak, baik fisik maupun psikisnya. Untuk itu penggantian ASI hendaknya dihindari kecuali dengan alasan-alasan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

·         Abdul Hakim Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, Alih Bahasa Abdul Rahman, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1993), 30.

·         Fadhlul Rahman, Alquran dan Terjemahnya al-Juman,  atul„Ali, ( Jakarta: CV-Penerbit J-Art, 2004), 37.

·         Al-Sabuni, Rawaihul Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, tt), 276.

·         Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu Alquran, ( Wonosobo Jawa Tengah: Amzah, 241.

·         Zakariyah al-Ansari, Fath al-Wahab, (Bairut: Dar al-Fikr, tt), 1: 112.

·         Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, ( Surabaya: al-Hidayah, tt), 1:28.

·         Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, cet ke-5, Alih Bahasa, Abdul Ghafur,(Jakarta: Pustaka al- Kausar, 2006), 193.

·         Fadhlul Rahman, Alquran dan Terjemahnya al-Juman,  atul„Ali,  ( Jakarta: CV-Penerbit J- Art, 2004), 81.

·         Sayyid Quthub, Tafsir Fi dzilali Alquran, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 313.

·         Hamka, Tafsir al-Azhar, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), 397.

·         Sohrah, Etika Makan dan Minum Dalam Pandangan Syariah, Volume V, No. 1 (Juni

·         2016), h. 21.

·         Shubhi Sulaeman, Nabi Sang Tabib, (Solo: Aqwam, 2010), h. 94.

·         Nasikin M, dkk, Ayo Belajar Agama Islam SMP Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 40.

·         Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta:PuspaSwara.2001. hal.5

·         Sjahmien Moehji.. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakara: Bhratara.2002. hal 23

·         Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)online, http//kbbi.web.id/makan (diakses 16 Juni 2015.

·         M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung:

·         Mizn, 2011), h. 133.

·         Adnan Hasan, Tanggungjawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki (Jakarta: Gema Insani Press, 1996),h.313.



[1] Abdul Hakim Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, Alih Bahasa Abdul Rahman, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1993), 30.

[2] Fadhlul Rahman, Alquran dan Terjemahnya al-Juman,  atul„Ali, ( Jakarta: CV-Penerbit J-Art, 2004), 37.

[3] Al-Sabuni, Rawaihul Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, tt), 276.

[4] Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu Alquran, ( Wonosobo Jawa Tengah: Amzah, 241.

[5] Zakariyah al-Ansari, Fath al-Wahab, (Bairut: Dar al-Fikr, tt), 1: 112.

[6] Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, ( Surabaya: al-Hidayah, tt), 1:28.

[7] Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, cet ke-5, Alih Bahasa, Abdul Ghafur,(Jakarta: Pustaka al- Kausar, 2006), 193.

[8] Fadhlul Rahman, Alquran dan Terjemahnya al-Juman,  atul„Ali,  ( Jakarta: CV-Penerbit J- Art, 2004), 81.

[9] Sayyid Quthub, Tafsir Fi dzilali Alquran, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 313.

[10] Hamka, Tafsir al-Azhar, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), 397.

[11] Sohrah, Etika Makan dan Minum Dalam Pandangan Syariah, Volume V, No. 1 (Juni

2016), h. 21.

[12] Shubhi Sulaeman, Nabi Sang Tabib, (Solo: Aqwam, 2010), h. 94.

[13] Nasikin M, dkk, Ayo Belajar Agama Islam SMP Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 40.

[14] Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta:PuspaSwara.2001. hal.5

[15] Sjahmien Moehji.. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakara: Bhratara.2002. hal 23

[16] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)online, http//kbbi.web.id/makan (diakses 16 Juni 2015.

[17] M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung:

Mizn, 2011), h. 133.

[18] Adnan Hasan, Tanggungjawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki (Jakarta: Gema Insani Press, 1996),h.

313.

[19] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 253

[21] Asep Sufyan Ramadhy, Reproduksi Biologi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), Hal. 277-281.

[22] KEMENAG RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), Hal. 82-85

[23] KEMENAG RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), Hal. 89-91.