KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, karena
atas segala limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini.
Makalah yang berjudul “Sejarah Wali Songo dan Biografi Sunan
Bonang” ini kami susun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah.
Tentunya tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya tugas ini.
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
ada relevansinya dengan penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan dari
pembaca. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami perhatikan dan pertimbangkan
guna perbaikan di masa datang.
Semoga makalah ini mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan
nilai tambah kepada para pemakainya. Akhirnya kami berharap semoga Allah SWT,
memberikan imbalan setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan ini
sebagai ibadah, Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Penyusun
Kelompok 8
DAFTAR ISI
2.3
Asal Usul Nama Sunan Bonang
2.4
Wilayah Dakwah Sunan Bonang
2.5
Sejarah Kehidupan Sunan Bonang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa para penyebar dan pendakwah
Islam di Pulau Jawa adalah walisongo. Walisongo adalah Sembilan wali yaitu
Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan
Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria dan Sunan Gunung Djati. Mereka tidak hidup
pada saat yang persis bersamaan. Namun demkian, satu sama lain memiliki
keterkaitan erat dan bila tidak dalam ikatan darah tetapi dalam hubungan
guru-murid.
Sejarah penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa
tidak lepas dari kisah walisongo. Abad ke-14 sampai dengan awal abad ke-15
merupakan masa berakhirnya Hindu-Buddha dalam budaya Nusantara (Indonesia) dan
kemudian digantikan oleh kebudayaan Islam. Pada saat itu walisongo menjadi
simbol penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di pulau Jawa. Mereka
tinggal di tiga wilayah penting pantai utara pulau Jawa, yaitu Surabaya,
Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus, dan Muria di Jawa Tengah, dan
Cirebon di Jawa Barat. Mereka mempunyai peran yang besar dalam mendirikan
kerajaan Islam di Jawa.
Selama berdakwah, walisongo banyak melakukan terobosan dalam tahapan
strategi dakwah di kalangan masyarakat. Hingga saat ini, walisongo dianggap
sebagai pelopor dan ulama besar yang telah memberikan keteladanan dalam
berdakwah, baik lisan maupun perbuatan. Prestasi tersebut menjadikan sesuatu
yang fenomenal dan sekaligus menjadikan nama besar yang dihormati oleh lapisan
masyarakat khususnya masyarakat Tanah Jawa.
Kisah Walisongo sebenarnya penuh kontroversi, tetapi kisah itu
sendiri sangat menarik. Bahkan banyak sekali hikmah yang didapat dari kisah mereka
saat berjuang melalui dakwah Islam dan strateginya dalam mengajak masyarakat,
antara lain Jawa, Sunda, dan Madura untuk memeluk agama Islam. Strategi melalui
tahapan dakwah mereka benar-benar pantas dibanggakan. Mereka bisa diterima di
berbagai kalangan masyarakat, dari kelas bawah hingga kelas atas yaitu para
bangsawan dan raja.
1.2 Rumusan Masalah
·
Apa
itu Wali Songo?
·
Siapakah
Sunan Bonang?
·
Bagaimana
Asal Usul Nama Sunan Bonang?
·
Dimanakah
Sunan Bonang Berdakwah?
·
Bagaimana
Sejarah Kehidupan Sunan Bonang?
1.3 Tujuan
·
Untuk
mengetahui apa itu Wali Songo?
·
Untuk
mengetahui siapa Sunan Bonang?
·
Untuk
mengetahui Bagaimana Asal Usul Nama Sunan Bonang?
·
Untuk
mengetahui Dimanakah Sunan Bonang Berdakwah?
·
Untuk
mengetahui Bagaimana Sejarah Kehidupan Sunan Bonang?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kata “wali” berasal dari bahasa Arab yang artinya pembela, teman
dekat, dan pemimpin. Dalam pemakaiannya wali biasanya diartikan sebagai orang
yang dekat dengan Allah SWT. Adapun kata “songo” berasal dari bahasa Jawa yang
artinya sembilan. Maka, Walisongo secara umum diartikan sebagai sembilan wali
yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT dan terus-menerus beribadah
kepadaNya serta memiliki kemampuan-kemampuan diluar kebiasaan manusia. Para
sembilan Wali itu ialah Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel
adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik
Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad
adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan
Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah
sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu
meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga
pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya- Gresik-Lamongan
di Jawa Timur, Demak- Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat.
Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya.
Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari kesehatan,
bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga
pemerintahan. Mereka mendapat gelar susuhunan (sunan), yaitu sebagai penasehat
dan pembantu Raja. Para Wali melakukan dakwahnya dengan sangat tekun, mereka
mampu memahami kondisi masyarakat Jawa pada saat itu. Menurut Soekomono, pakar
purbakala dan sejarah kebudayaan dari UGM, Walisongo (9 orang waliyullah)
adalah penyiar penting agama agama Islam di Jawa. Mereka dengan sengaja
menyebarkan dan mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam di tanah Jawa.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis
dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo
beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang),
Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi
(Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali
Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
2.2 Biografi Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah putra sulung sunan Ampel (Raden Rahmat). Dari
perkawinannya dengan Adipati Tuban inilah kemudian Sunan Ampel memiliki dua
Putera, yaitu Sunan Drajat dan Sunan Bonang. Sunan Drajat atau Syarifudin
adalah adiknya. Adik bungsunya yang bernama Dewi Sarah menikah dengan Sunan
Kalijaga.
Sunan Bonang bernama kecil (nama asli) Makdum Ibrahim, lahir pada
tahun 1465 M di Bonang, Tuban. Secara silsilah, Sunan Bonang masih memiliki
garis keturunan dengan Nabi Muhammad SAW. Ia adalah keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad melalui Siti Fatimah dan Ali bin Abi Thalib. Oleh sebab itu dalam
serat Darmogandul (karya sastra tentang runtuhnya Majapahid) ia disebut dengan
julukan Sayyid Kramat dan dikatakan sebagai orang Arab keturunan Nabi Muhammad
dari jalur ayah.
Urut-urutan silsilah Sunan Bonang dari jalur ayah adalah sebagai
berikut: Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) bin Raden Rahmat (Sunan Ampel)
bin Ibrahim al-Ghazi (Ibrahim Asmaraqandi) bin Jamaluddin al-Husain bin Ahmad
Jalaluddin bin Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Amil Faqih bin
Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin
Ubaidillah bin Ahmad al- Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidli bin
Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin
Fatimah az-Zahra binti Muhammad saw.
2.3 Asal Usul Nama Sunan Bonang
Dakwah Sunan Bonang dimulai dari Kediri, Jawa Timur. Ia mendirikan
langgar atau musala di tepi Sungai Brantas, tepatnya di Desa Singkal.
Diceritakan, Sunan Bonang sempat mengislamkan Adipati Kediri, Arya
Wiranatapada, dan putrinya. Usai dari Kediri, Sunan Bonang bertolak ke Demak,
Jawa Tengah. Oleh Raden Patah, pendiri sekaligus pemimpin pertama Kesultanan
Demak, Sunan Bonang diminta untuk menjadi imam Masjid Demak. Ada satu lagi versi
berbeda terkait penamaan Sunan Bonang yang disematkan kepada Raden Makdum
Ibrahim selain dari kisah bahwa ia adalah penemu gamelan jenis bonang. Selama
menjadi imam Masjid Demak, Raden Makdum Ibrahim tinggal di Desa Bonang. Versi
kedua menyebut julukan Sunan Bonang disematkan berdasarkan lokasi tempat
tinggalnya tersebut.
2.4 Wilayah Dakwah Sunan Bonang
Sunan Bonang mulai berdakwah dari Kediri, Jawa Timur dan kemudian
mendirikan sebuah mushola di Desa Singkal yang berada di tepi Sungai Brantas.
Baca juga: Bantah Tuduhan Plagiat Lagu Luar Negeri, Ahmad Dhani: Bukan
Menjiplak, Saya Beli Di tempat tersebut, Sunan Bonang sempat mendapat penolakan
namun akhirnya dapat mengislamkan Adipati Kediri, Arya Wiranatapada, dan
putrinya. Selepas dari Kediri, Sunan Bonang bertolak ke Demak, Jawa Tengah atas
panggilan Raja Demak, Raden Patah. Oleh Raden Patah, Sunan Bonang diminta untuk
menjadi imam Masjid Demak. Baca juga: Gubernur Riau Geram Satu Jam Menunggu Bos
Sanel: Kami Pejabat Dilayani "Begini", Apalagi Karyawan Namun tidak
lama kemudian Sunan Bonang melepaskan jabatan sebagai imam untuk pindah ke
Lasem.
2.5 Sejarah Kehidupan Sunan Bonang
KH. Mustofa Bisri dalam kitabnya Tarikhul Auliya mengatakan bahwa Sunan
Bonang menikah dengan seorang putri Raden Arya Jakandar atau lebih dekenal
sebagai Sunan Malaka yaitu Dewi Hirah. Begitu pula penjaga makam Sunan Bonang
yang Tuban juga mengatakan bahwa Sunan Bonang itu pernah menikah. Apa yang
disampaikan oleh KH Mustofa Bisri dan penjaga makan itu berbeda dengan apa yang
disampaikan pada riwayat Sunan Bonang oleh penulis lain. Sunan Bonang wafat
pada tahun 1525 M.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya
adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim. Dilahirkan pada bulan muharram tahun 1456.
Putera Sunan Ampel ( Raden Rahmat) dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai
Ageng Manila.
Dalam berdakwah Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan
kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan
yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian
tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah suara yang
merdu di telinga penduduk setempat.
3.2 Saran
Pemakalah menyarankan kepada pembaca agar tidak menjadikan makalah
ini satu-satunya rujukan yang dijadikan sebagai sarana informasi ilmu yang
berkaitan dengan sunan bonang itu sendiri. Karena pada makalah ini tentunya
masih banyak hal-hal yang belum sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Rokhmah Ulfah, “Mistik Sunan Bonang” Teologia 24, no. 2 (2013).
Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara,” Islamuna 2, no. 2
(2015): 247.
"http://" repositori.unsil.ac.id/4837/5/BAB%201.pdf
"https://" iainutuban.ac.id/2021/11/20/sejarah-hidup-sunan-bonang-dakwah-islam-lewat-gamelan-sastra/
Rachmad Abdullah, Walisongo Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa
(1404 – 1482), Surakarta : Al-Wafi, 2015, 150.
Ibid., 151.
Jauharotina Alfadhilah, “Konsep Tuhan Perspekstif Maulana Makhdum
Ibrahim (Studi Kitab Bonang Dan Suluk Wujil)” 2017. hlm. 40
Dewi Evi Anita, “Walisongo : Mengislamkan Tanah Jawa (Suatu Kajian
Pustaka)” Wahana Akademika 1, no. 2 (2014). hlm. 253