BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orde baru merupakan
sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaanmasa Sukarno
(Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru
setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai
upayauntuk: mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama,
penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara
Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen dan
menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Setelah Orde Baru
memegang talpuk kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan, muncul suatu
keinginan untuk terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini menimbulkan
ekses-ekses negative, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut.
Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai
Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan
oleh pemerintah Orde Baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu
direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu
dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.
1.2
Rumusan Masalah
·
Apa pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru?
·
Apa
yang dimaksud rehabilitasi ekonomi Orde Baru?
·
Bagaimana Perkembangan Ekonomi di
Indonesia?
·
Program Penyelamatan Ekonomi Nasional di
Masa Orde Baru?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masa Pemerintahan Orde
Baru
Orde Baru adalah suatu
tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara
yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan kata
lain, Orde Baru adalah suatu orde yang
mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat
dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.
2.2 Rehabilitasi ekonomi Orde
Baru
Rehabilitas ekonomi pada
masa Orde Baru,- Program pemerintah diarahkan sebagai upaya penyelamatan
ekonomi nasional, terutama stabilitas dan rehabilitas ekonomi. Stabilitas
ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang dan bahan pokok
tidak melonjak terus.
Rehabilitas ekonomi
adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari
kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana ang menjamin
berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila.
2.3 Perkembangan Ekonomi di Indonesia
Menurut Mas’oed (1989),
periode kekuasaan di Indonesia, yaitu Orde Lama, Orde Baru dan reformasi,
memiliki ciri khas masing-masing yang akhirnya juga membawa dampak yang
berbeda-beda bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Orientasi pembangunan yang
dimaksud adalah orientasi pembangunan keluar, yakni pembangunan dengan
melakukan stabilisasi ekonomi negeri dengan memanfaatkan sumber luar negeri dan
pembangunan berorientasi ke dalam, yang merupakan usaha stablisasi ekonomi
dengan memperkuat usaha-usaha dalam neger.
Orde Lama dibawah
pimpinan Soekarno bersikap anti bantuan asing dan berorientasi ke dalam.
Soekarno menyatakan bahwa nilai kemerdekaan yang paling tinggi adalah berdiri
di atas kaki sendiri atau yang biasa disebut “berdikari.” Soekarno tidak
menghendaki adanya bantuan luar negeri dalam membangun perekonomian Indonesia.
Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah dilakukan oleh Indonesia sendiri. Bahkan
Soekarno melakukan kampanye Ganyang Malaysia yang semakin memperkuat posisinya
sebagai oposisi bantuan asing.
Semangat nasionalisme
Soekarno menjadi pemicu sikapnya yang tidak menginginkan pihak asing ikut
campur dalam pembangungan ekonomi Indonesia. Padahal saat itu di awal
kemerdekaannya Indonesia membutuhkan pondasi yang kuat dalam pilar ekonomi.
Sikap Soekarno yang anti
bantuan asing pada akhirnya membawa konsekuensi tersendiri yaitu terjadinya
kekacauan ekonomi di Indonesia. Soekarno cenderung mengabaikan permasalahan
mengenai ekonomi negara, pengeluaran besar-besaran yang terjadi bukan ditujukan
terhadap pembangunan, melainkan untuk kebutuhan militer, proyek mercusuar, dan
dana-dana politik lainnya.
Soekarno juga cenderung
menutup Indonesia terhadap dunia luar terutama negara-negara barat. Hal itu
diperkeruh dengan terjadinya inflasi hingga 600% per tahun pada 1966 yang pada
akhirnya mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi Indonesia. Kepercayaan masyarakat
pada era Orde Lama kemudian menurun karena rakyat tidak mendapatkan
kesejahteraan dalam bidang ekonomi.
Kemudian fase baru
dimulai dalam perkembangan Indonesia, yakni masa Orde Baru di bawah pimpinan
Soeharto. Di era Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, slogan “Politik sebagai
Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima.” Karena pada masa ini,
pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya, kebijakan-kebijakan Soeharto
berorientasi kepada pembangunan ekonomi.
Kepemimpinan era Soeharto
juga berbanding terbalik dengan kepemimpinan era Soekarno. Jika kebijakan
Soekarno cenderung menutup diri dari negara-negara barat, Soeharto malah
berusaha menarik modal dari negara-negara barat itu. Perekonomian pada masa
Soeharto juga ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai sector dan
pengiriman delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara
barat dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat berarti dalam menstabilkan
harga-harga melalui “injeksi” bahan impor ke pasar.
Mochtar (1989) menegaskan,
Orde Baru berpandangan bahwa Indonesia memerlukan dukungan baik dari pemerintah
negara kapitalis asing maupun dari masyarakat bisnis internasional pada
umumnya, yakni para banker dan perusahaan-perusahaan multinasional. Orde Baru
cenderung berorientasi keluar dalam membangun ekonomi.
Langkah Soeharto dibagi
menjadi tiga tahap. Pertama, tahap penyelamatan yang bertujuan untuk mencegah
agar kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih buruk lagi. Kedua, stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur
ekonmi. Ketiga, pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara lain
dipererat melalui berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi
internasional, terutama PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia.
Awalnya bantuan asing
sulit diperoleh karena mereka telah dikecewakan oleh Soekarno, namun dengan
berbagai usaha dan pendekatan yang dilakukan kucuran dana asing tersebut
akhirnya diterima Indonesia.
2.4 Program Penyelamatan Ekonomi Nasional
di Masa Orde Baru
Untuk mengatasi keadaan
ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde
Baru melakukan langkah-langkah:
–
Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan,
dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
–
MPRS mengeluarkan garis program
pembangunan, yakni program penyelamatan serta program stabilisasi dan
rehabilitasi.
Program pemerintah
diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti
mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.
Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi.
Hakikat dari kebijakan
ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya
demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
Langkah-langkah yang
diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah:
–
Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki
sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya
kemacetan ekonomi tersebut adalah:
–
Rendahnya penerimaan negara.
–
Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran
negara.
–
Terlalu banyak dan tidak efisiennya
ekspansi kredit bank.
–
Terlalu banyak tunggakan hutang luar
negeri.
–
Penggunaan devisa bagi impor yang sering
kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
–
Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan
perekonomian
–
Berorientasi pada kepentingan produsen
kecil
Untuk melaksanakan
langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru menempuh
cara:[butuh rujukan]
–
Mengadakan operasi pajak
–
Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru,
baik bagi pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak
sendiri dan menghitung pajak orang.
–
Menghemat pengeluaran pemerintah
(pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan
Negara.
–
Membatasi kredit bank dan menghapuskan
kredit impor.
Program stabilsasi ini
dilakukan dengan cara membendung laju inflasi. Pemerintah Orde Baru berhasil
membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga bahan
kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan
Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang
ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta
asing. Sejak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga
bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan
pemerintah.
Program rehabilitasi
dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama sepuluh
tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan dan
kerusakan pada prasarana sosial dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan
koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh
golongan dan kelompok kepentingan tertentu. Dampaknya, lembaga negara tidak
dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.
stabilisasi polkam
diperlukan untuk pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat. Kondisi ekonomi
yang diwarisi Orde Lama adalah sangat buruk. Sektor produksi barang-barang
konsumsi misalnya hanya berjalan 20% dari kapasitasnya. Demikian pula sektor
pertanian dan perkebunan yang menjadi salah satu tumpuan ekspor juga tidak
mengalami perkembangan yang berarti. Hutang yang jatuh tempo pada akhir
Desember 1965, seluruhnya berjumlah 2,358 Juta dollar AS. Dengan Perincian
negara-negara yang memberikan hutang pada masa Orde Lama adalah blok negara
komunis (US $ 1.404 juta), negara Barat (US $ 587 juta), sisanya pada
negara-negara Asia dan badan-badan internasional.
Program rehabilitasi
ekonomi Orde Baru dilaksanakan berlandaskan pada Tap MPRS No.XXIII/1966 yang
isinya antara lain mengharuskan diutamakannya masalah perbaikan ekonomi rakyat
di atas segala soal-soal nasional yang lain, termasuk soal-soal politik.
Konsekuensinya kebijakan politik dalam dan luar negeri pemerintah harus sedemikian
rupa hingga benar-benar membantu perbaikan ekonomi rakyat.
Bertolak dari kenyataan
ekonomi seperti itu, maka prioritas pertama yang dilakukan pemerintah untuk
rehabilitasi ekonomi adalah memerangi atau mengendalikan perintah dengan meyusun APBN(Anggaran Pendapatan
Belanja Negara) berimbang. Sejalan dengan kebijakan itu pemerintah Orde Baru
berupaya menyelesaikan masalah hutang luar negeri sekaligus mencari hutang baru
yang diperlukan bagi rehabilitasi maupun pembangunan ekonomi berikutnya.
Untuk menanggulangi
masalah hutang-piutang luar negeri itu, pemerintah Orde Baru berupaya melakukan
diplomasi yang intensif dengan mengirimkan tim negosiasinya ke Paris, Perancis
(Paris Club), untuk merundingkan hutang piutang negara, dan ke London , Inggris
(London Club) untuk merundingkan hutang-piutang swasta. Sebagai bukti
keseriusan dan itikad baik untuk bersahabat dengan negara para donor,
pemerintah Orde Baru sebelum pertemuan Paris Club telah mencapai kesepakatan
terlebih dahulu dengan pemerintah Belanda mengenai pembayaran ganti rugi
sebesar 165 juta dollar AS terhadap beberapa perusahaan mereka yang
dinasionalisasi oleh Orde Lama pada tahun 1958. Begitu pula dengan Inggris
telah dicapai suatu kesepakatan untuk membayar ganti rugi kepada perusahaan
Inggris yang kekayaannya disita oleh pemerintah RI semasa era konfrontasi pada
tahun 1965.
Sejalan dengan upaya
diplomasi ekonomi, pada 10 Januari 1967 pemerintah Orde Baru memberlakukan UU
No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) . Dengan UU PMA, pemerintah
ingin menunjukan kepada dunia internasional bahwa arah kebijakan yang akan
ditempuh oleh pemerintah Orde Baru, berbeda dengan Orde Lama. Orde Baru tidak
memusuhi investor asing dengan menuduh sebagai kaki tangan imperialisme.
Sebaliknya, aktivitas mereka dipandang sebagai prasyarat yang dibutuhkan oleh
sebuah negara yang ingin membangun perekonomiannya. Dengan bantuan modal
mereka, selayaknya mereka didorong dan dikembangkan untuk memperbanyak
investasi dalam berbagai bidang ekonomi. Sebab dengan investasi mereka,
lapangan kerja akan segera tercipta dengan cepat tanpa menunggu pemerintah
memiliki uang terlebih dahulu untuk menggerakan roda pembangunan nasional.
Upaya diplomasi ekonomi
ke negara-negara Barat dan Jepang itu, tidak hanya berhasil mengatur penjadwalan
kembali pembayaran hutang negara dan swasta yang jatuh tempo, melainkan juga
mampu meyakinkan dan menggugah negara-negara tersebut untuk membantu Indonesia
yang sedang terpuruk ekonominya. Hal ini terbukti antara lain dengan
dibentuknya lembaga konsorsium yang bernama Inter Governmental Group on
Indonesia (IGGI) . Proses pembentukan IGGI diawali oleh suatu pertemuan antara
para negara yang memiliki komitmen untuk membantu Indonesia pada bulan Februari
1967, di Amsterdam. Inisiatif itu datang dari pemerintah Belanda. Pertemuan ini
juga dihadiri oleh delegasi Indonesia dan lembaga-lembaga bantuan
internasional. Dalam pertemuan itu disepakati untuk membentuk IGGI dan Belanda
ditunjuk sebagai ketuanya.
Selain mengupayakan
masuknya dana bantuan luar negeri, pemerintah Orde Baru juga berupaya
menggalang dana dari dalam negeri yaitu dana masyarakat. Salah satu strategi
yang dilakukan oleh pemerintah bersama– sama Bank Indonesia dan bank-bank milik
negara lainnya adalah berupaya agar masyarakat mau menabung.
Upaya lain adalah
menerbitkan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) No.6 1968. Satu hal dari
UUPMDN adalah adanya klausal yang menarik yang menyebutkan bahwa dalam
penanaman modal dalam negeri, perusahaan-perusahaan Indonesia harus menguasai
51% sahamnya. Untuk menindaklanjuti dan mengefektifkan UUPMA dan UUPMDN pada
tatanan pelaksanaannya, pemerintah membentuk lembaga-lembaga yang bertugas menanganinya. Pada 19 Januari 1967,
pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanaman Modal (BPPM). Berdasarkan
Keppres no.286/1968 badan itu berubah menjadi Team Teknis Penanaman Modal
(TTPM). Pada Tahun 1973, TTPM digantikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) hingga saat ini.
Kebijakan-kebijakan yang
diambil pemerintah pada awal Orde Baru mulai menunjukan hasil positif
Hiperinflsi mulai dapat dikendalikan,dari650% menjadi 120% (1967), dan 80%
(1968), sehingga pada tahun itu diputuskan bahwa Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita) pertama akan dimulai pada tahun berikutnya(1969) Setelah itu pada tahun
berikutnya tahuni nflasi terus menurun menjadi 25% (1969), 12% (1970), dan 10%
(bahkan sampai 8.88%) pada tahun 1971.
Program rehabilitasi
ekonomi Orde Baru dilaksanakan berlandaskan pada Tap MPRS No.XXIII/1966 yang
isinya tentang pembaruan kebijakan landasan ekonomi, keuangan, dan
pembangunan.Tujuan dikeluarkan keterapan tersebut adalah untuk mengatasi krisis
dan kemerosotan ekonomi yang melanda negara Indonesia sejak tahun 1955.
Berdasarkan ketetapan tersebut, Presiden Suharto mempersiapkan perekonomian
Indonesia sebagai berikut:
–
Mengeluarkan Peraturan 3 Oktober 1966,
tentang pokok-pokok regulasi.
–
Mengeluarkan Peraturan 10 Pebruari 1967,
tentang harga dan tarif.
–
Peraturan 28 Juli 1967, tentang pajak
usaha serta ekspor Indonesia.
–
UU No. 1 Tahun 1967 , tentang Penanaman
Modal Asing.
–
UU No. 13 Tahun 1967, tentang Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja ( RAPB).
Indonesia pada awal
pemerintahan Orde Baru berhasil mengatasi krisis ekonomi yang diderita. Banyak
modal asing datang, industri berkenbang pesat, dan muncul kesempatan kerja.
Indonesia juga menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan dunia, seperti Dana Moneter
Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejalan dengan dasar empirik
sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
pengimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde
Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI.
Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam
militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui
ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu
lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang
Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan
ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan
dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR
yang akhirnya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca
reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat
itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.
3.2 Saran
Perjalanan kehidupan
birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya
birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga
reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih
cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi
birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan
penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup
semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin
buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga
reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam
melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer
secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan
finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di
beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media
menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi.
Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan
catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk
merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya,
penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk memenuhi ambisi
dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal ini,
kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan
Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah
mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu
kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi
kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment